40. Pencitraan

9.4K 1.3K 425
                                    

Komen yang banyak ya, biar author semangat.

❤❤❤❤❤

Mata Amora melotot seraya memperlihatkan layar ponselnya pada Sema dan Hanna secara bergantian. Dia tak habis pikir bila pacar settingannya menerima endorse murahan seperti produk peninggi badan.

"Ada yang bisa jelasin kenapa kalian berdua nerima endorse ini?" tanya Amora. Sebisa mungkin ia meredam amarahnya agar tak terlalu berlebihan, karena dia harus menjaga citra baik yang telah ia bangun selama ini.

"A-aku nyuruh Sema ambil endorse itu, Mbak Amora." Hanna akhirnya mengaku.

"Eh lo tahu nggak, sekarang Sema itu udah jadi pacar seorang artis terkenal. Lain kali kalau ambil endorse itu yang agak berkualitas. Jangan endorse murahan kayak produk peninggi badan atau produk pemutih kulit," omel Amora.

"M-maaf, Mbak. Aku masih nggak ngerti."

"Oke. Kali ini gue maafin. Sekarang gue minta, lo hapus postingan promosi itu dari instastory."

"Nggak bisa, Mbak. Nanti duitnya disuruh balikin. Lagipula instastory ini bakalan ilang tujuh jam lagi. Aku harap Mbak Amora bisa ngerti."

"Gue nggak ngerti. Gue nggak pahaaam. Sekarang gue mau lo hapus postingan itu!"

"Nggak bisa gitu dong, Mbak. Kan cuma nunggu tujuh jam. Apa salahnya? Aku janji nggak bakal nerima endorse murahan lagi setelah ini," kata Hanna. Meskipun hanya endorse produk murahan, Hanna tetap harus bertanggung jawab pada produk tersebut karena dia telah menerima sejumlah uang.

"Dengerin ya, gue ini artis terkenal. Satu kali endorse aja, gue bisa dapat duit belasan juta rupiah. Lo mikir nggak sih? Apa kata orang kalau pacar gue nerima endorse yang harganya cuma ratusan ribu?"

"Iya. M-maaf." Hanna menunduk.

Sema berdiri dari tempat duduk. Cowok itu meraih pergelangan tangan Hanna, lalu mengajak gadis itu keluar dari lobby. Tak peduli jika Amora terus meneriakinya.

"Eh mau kemana kalian! Kembali! Sema, kembali!" Amora terus berteriak.

"Sem, kenapa kita keluar? Mbak Amora kan lagi ngomong," kata Hanna.

"Dia nggak berhak ngatur-ngatur hidup kita, Han," bantah Sema.

"Tapi Mbak Amora ada benernya juga. Kalau lo nerima endorse murahan, reputasinya sebagai pacar elo, bisa-bisa menurun."

"Bodo amat. Gue nggak peduli. Yang jelas, gue nggak suka lihat ada orang yang marahin lo."

"Ya Tuhan, Sema lebih belain gue daripada pacarnya sendiri." Sejenak, Hanna terpukau melihat wajah tampan Sema yang menatapnya dengan tatapan serius. "Ya Tuhan, kenapa gue baper sama pacar orang? Enggak. Ini nggak boleh. Gue nggak boleh baper."

"Pulang yuk, Han! Nggak usah dengerin Mbak Amora," ajak Sema. Cowok itu lantas kembali meraih tangan Hanna dan mengajaknya ke tempat parkir, memasangkan helm ke kepala Hanna, lalu mulai menstater motor.

"Mon maap. Masang helmnya bisa nggak kebalik?" protes Hanna yang tidak bisa melihat apapun karena seluruh wajahnya tertutupi bagian belakang helm.

Sema menoleh. Dia terpental kaget saat mendapati seluruh muka Hanna tertutupi helm. Mungkin karena terburu-buru, Sema jadi kurang fokus. Cowok itu pun segera turun dari motor, lalu membantu Hanna membenarkan posisi helm.

"Sorry. Kirain batok kepala. Eh nggak tahunya muka." Sema meringis seolah tak bersalah.

"Tolong siapapun yang kenal dukun santet, gue pengin bunuh orang ini," batin Hanna kesal.

"Ayo, Han!" Sema kembali menaiki motor dan mulai menyalakan mesin.

Ngeng ....

Sema melesat begitu saja, meninggalkan Hanna yang masih berdiri di tempat parkir. Ya. Ini bukan kali pertama Sema lupa membawa penumpang. Tak hanya Hanna yang menjadi korban ketololan Sema. Nyonya Dellapun bahkan lebih sering ditinggal Sema di tempat parkir pasar.

"Oi Sema!" teriak Hanna sambil mengentak-entakkan kaki.

Ciiittt ....

Sema menarik rem. Dia baru sadar bahwa Hanna belum menaiki motornya. Cowok itupun segera kembali.

"Mon maap, gagal fokus." Sema kembali meringis seolah tak berdosa.

"Lain kali kalau lo tinggalin gue, gue bakal pesan ojek online aja. Seenggaknya mereka nggak bakal lupa antarin gue," gumam Hanna.

"Bawel! Yuk naik!"

Dengan hati dongkol, Hanna akhirnya menaiki motor Sema. Mereka berdua  melesat di antara laju kendaraan yang lain.

"Han, Hanna," panggil Sema setengah berteriak untuk mengimbangi suara kendaraan.

"Hm?" sahut Hanna.

"Kemarin gue lihat kamus bahasa Inggris. Katanya, play itu artinya main. Boy itu artinya anak laki-laki. Kalau digabungin, play boy artinya anak laki-laki yang lagi main."

Hanna menepuk jidatnya sendiri. Tak tahu lagi harus menanggapi bagaimana. Rasanya sudah jenuh membenarkan pemikiran Sema yang terlalu polos.

"Terus gue juga cari kata office. Katanya, artinya kantor. Boy artinya anak laki-laki. Kalau digabungin, office boy artinya anak kantoran. Iya, kan, Han?" imbuh Sema.

"Iyain ajalah," timpal Hanna pasrah.

❤❤❤❤❤
Zaeem
Ig = zaimatul.hurriyyah
Minggu, 12 Juli 2020

How Stupid You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang