Bab 5 Laras Fadira

21 7 7
                                    

Masalah surat misterius masih belum kunjung usai. Membuat para pembacanya menjadi terus bertanya-tanya. Apakah memang betul, jika surat itu hanya hasil dari keusilan teman Agnes? atau memang betul ada kaitannya dengan kematian Agnes? Ah! Menjadi abu-abu yang membuat hati kembali sendu.

Sore ini Alam tengah bersiap untuk menemui temannya, Dodo. Ya, mereka sudah berjanji untuk bertemu di rumah Dodo. Alam juga belum tahu pasti, mengapa Dodo mengajaknya bertemu. Pemuda itu hanya mengiyakan pertemuan ini.

Alam telah sampai. Ia memakirkan kuda besinya tepat di halaman rumah Dodo. Ia turun, lalu mengetuk pintu rumah itu. Alam sempat menunggu, karena temannya itu tidak langsung membukakan pintu.

KREK! 

Dodo membukakan pintunya.

Akhire kowe teko, Lam.” (Akhirnya kamu datang , Lam.)

Alam hanya membalas dengan senyuman. “Sebenarnya mau ngapain sih, Do?” tanya Alam yang penasaran.

“Udah, sekarang kamu masuk dan duduk dulu, nanti aku kasih tahu.”

Alam memasang muka bingung atas apa yang dikatakan oleh Dodo. Segera ia masuk dan duduk di sofa. “Jadi, piye?” (Jadi gimana?)

Dodo menjatuhkan tubuhnya di sofa dan duduk berhadapan dengan Alam. “Jadi gini, Lam. Aku punya temen wanita, dia bisa lihat makhluk yang orang lain belum tentu bisa.”

“Terus, apa hubungannya sama aku?” tanya Alam dengan nada tidak bergairah.

Dodo mengambil sikap yang lebih serius, ia menegakkan badannya yang semula tersender di bahu sofa. “Jadi gini, kita bisa minta bantuan dia untuk menyelidiki kasus ini.” Jelas Dodo.

“Maksud kamu dia bisa melihat makhluk lain itu, dia indigo?”

“Bisa dibilang seperti itu.”

“Ah, ora percoyo aku!” (Ah, enggak percaya, aku!)

“Beneran, Lam! Namanya Laras.”

Alam yang semula memasang muka masa bodo, kini turut berantusias mendengarkan perkataan teman lelakinya itu. Dia sempat tidak percaya atas apa yang dikatakan Dodo, hanya saja ketika Dodo terus bercerita soal Laras, hatinya mengatakan setuju untuk meminta bantuan ke pada gadis indigo itu.

“Kamu yakin, cara ini akan berhasil?” tanya Alam yang terus berusaha membuat yakin dirinya.

“Kita coba saja dulu, Lam.”

“Sekarang?”

“Boleh, gimana kalau kita langsung ke rumahnya?”

Tidak berpikir lama, mereka langsung bangkit dari duduknya dan dengan segera menjalankan kuda besi itu. Rumah Laras tidak begitu jauh dari rumah Dodo, hanya dengan waktu sepuluh menit mereka sampai.

Dodo menghentikan motornya. “Nah, itu rumah Laras, Lam,” ucap Dodo sembari menunjuk ke bangunan yang masih mengandung unsur rumah adat Jogjakarta. “wes, ayo kita masuk!” lanjutnya.

Alam turut melangkah mengikuti Dodo. Netranya terus mengamati suasana pekarangan rumah yang banyak ditumbuhi pepohonan rimbun, menambah kesejukkan udara dan ketenangan jiwa yang mengamatinya.

Dodo mengetuk pintu. “Assalamualaikum, Laras!”

Terlihat wanita tengah membukakan pintu, yang tidak lain adalah Laras. Ya, gadis itu ke luar dengan rambut terkucir belakang bagai ekor kuda. Wajah yang oval dengan bola mata berwarna hitam cerah. Tidak ada warna yang menghiasi wajah cewek itu selain warna putih dari kulit alami yang ia miliki. “Eh, kamu, Do?” tanyanya. “Ada apa, tumben ke sini?” wanita itu kembali bertanya.

You Will DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang