13

66 25 8
                                    

Ruangannya gelap, mencekam, mendekap keberadaan Yeonjun yang sangat-sangat kecil. Tubuhnya dipenuhi luka, tapi Yeonjun nggak meringis. Dia malah diam. Bibirnya terkatup, bergeming. Yeonjun ditempatkan di sebuah sel isolasi yang luasnya cuma sekitar empat meter. Di sini juga nggak ada jendela, jadi sinar yang ada cuma remang-remang, buat Yeonjun harus mempekerjakan matanya secara ekstra. Ini, sih, penyiksaan memang.

Jung Ruda juga dipindahkan ke ruang isolasi. Dan itu membuat Yeonjun merasa lebih lega. Yeonjun bisa mendadak mual kalau lihat laki-laki itu muncul di hadapannya. Jadi, begini lebih baik. Kalau bisa, Yeonjun ataupun Ruda menetap di ruang isolasi saja terus. Supaya mereka nggak bertemu dan Yeonjun nggak perlu merasa bersalah setiap tatap wajah Ruda.

Ah, iya. Rasa bersalah.

Choi Yeonjun nggak begitu memikirkan hal itu sebelumnya. Sebab, dia pun nggak mengingat hal apapun bahkan sebelum terbelenggu di dalam penjara. Dia buta arah. Yeonjun nggak tahu, ucapan mana yang benar dan yang salah. Ruda ... mungkin saja berbohong. Tapi, melihat hancurnya tatapan mata Ruda ketika melihatnya membuat laki-laki itu merasa beban di pundaknya memberat. Dan Luna .... Astaga, Luna.

Yeonjun lupa. Pikirannya kalut, mengenai Ruda, mengenai Luna, mengenai tindakan yang membuatnya dijebloskan ke penjara. Yeonjun sesaat lupa bahwa Luna harus segera diselamatkan. Maka dari itu, semua ini harus berhasil.

Yeonjun harus bisa melewati semuanya.

Menatap jeruji besi yang ada di tengah-tengah pintu, Yeonjun memantapkan hatinya supaya nggak mudah robek.

DAVYJONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang