7

93 29 6
                                    

Luna nggak pernah mampir lagi. Ah, mungkin kata "belum" lebih tepat dibanding nggak pernah. Noch nicht. Belum hingga sekarang. Terakhir kali Luna berkunjung, perempuan itu menyuruh Yeonjun buat mencuci rambutnya.

Yeonjun nggak bisa berhenti menggetarkan kakinya yang sedang bersila. Giginya kini berkeja sebagai pemotong kuku tangan, sebab Yeonjun nggak punya gunting buat memotong kukunya dengan benar. Tapi, sebenarnya, dia hanya gugup. Surat balasan dari Luna nggak segera datang, padahal sudah sekitar dua minggu sejak Yeonjun mengirim surat padanya.

"Kamu nggak mengingatku, ya?"

Gerakan kaki Yeonjun berhenti. "Maaf?" Tangan kanannya yang tadi ada di dekat wajahnya itu jatuh ke pangkuannya.

"Ah, tentu saja kamu nggak ingat aku. Saat itu, kan, kamu nggak sadar." Jung Ruda tersenyum. Terlihat aneh. "Aku Jung Ruda kalau kamu lupa namaku. Sepertinya, kamu melupakan segala hal. Itu pasti karena kamu gelisah, surat dari kawanmu itu nggak datang-datang, 'kan?"

"Kawan?"

"Iya. Ha ha. Kawan." Jung Ruda bergerak mendekat dan duduk bersila di sebelah Yeonjun. "Kawan yang cantik. Ah, tapi jangan khawatir, aku nggak menyukainya seperti itu, kok." Ruda tertawa, kumpulkan seluruh atensi narapidana yang berada dalam satu sel yang sama. "Jangan melihatkan kegelisahanmu di sini, Choi Yeonjun. Itu akan membuatmu terlihat lemah," bisiknya.

Lantas, setelah bilang begitu, Jung Ruda bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh, sambil bersiul.

"Jung Ruda," panggil Yeonjun.

"Ya?"

Yeonjun menelan ludah. "Kamu bilang kamu mengenalku, kan?"

Ruda menoleh. Bibirnya tersenyum bagai nggak ada hari esok.

DAVYJONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang