1

355 52 34
                                    

"Lun, aku rindu kamu. Lelah nggak, sih, pulang-pergi ke penjara?" Yeonjun terkekeh setelah luncurkan candaan yang ironis. Mungkin karena Yeonjun sedang pening. Pening setengah mati, sampai rasanya seperti kepalanya butuh pengeboran. Apalagi setelah sadar kalau ada pembatas kaca setebal satu setengah inci di depan wajahnya. Seperti menampar, padahal kaca itu nggak bergerak.

"Aku juga, Jun. Makanya aku pergi ke sini, kan?" Luna tertawa, jauh lebih lembut dibanding Yeonjun tadi. "Nggak lelah. Sama sekali nggak. Aku senang bisa menemuimu, Jun. Apa kamu juga begitu?" Luna tersenyum, meski ada kaca setebal satu setengah inci yang membatasinya dari Yeonjun.

Sedang Yeonjun nggak bisa tersenyum. Bibirnya kaku. Otot pipinya ngilu. Nggak, nggak. Nggak bisa tersenyum sekarang. "Jangan terlalu memikirkan aku. Kamu sudah punya banyak hal untuk dipasung di otak. Biar aku saja yang habiskan waktu di sini dengan pikiranku tentang kamu, Lun. Jaga kesehatan untukku, ya."

Luna terlihat cantik meski ada pembatas satu setengah inci di antara mereka. Luna masih terlihat cantik walau kantung matanya menghitam. Luna cantik sekali. Jadi, Yeonjun merasa jelek.

"Tentu saja. Ketika kamu keluar dari sini, kesehatanku akan menyambutmu. Siapkan dirimu, ya, Yeonjun." Luna nggak berhenti tersenyum. Ya, kan? Cantik sekali, kan? Apakah Yeonjun yang bercela ini layak melihat Luna?

Sabit muncul di bibir Yeonjun. Ini pertama kalinya Yeonjun tersenyum sejak beberapa minggu terakhir.

"Yeonjun ... akan keluar dari sini, kan?"

"Aku nggak tahu, Luna."

Padahal Yeonjun tahu.

DAVYJONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang