Rong Warna

7 2 1
                                    

Seorang pria yang biasa disapa Ragel sedang gelisah memikirkan anaknya yang kini berada jauh dari pengawasannya. Ia mondar-mandir di depan teras rumahnya dengan cemas.

Sebuah mobil memasuki garasi rumahnya dengan perlahan. Keluarlah Morya dari dalam mobil itu. "Morya, gimana keadaan anak saya, Azura?" tanya Ragel ayah dari Azura. "Dia baik, dan akan lebih baik kalau dia meninggalkan kota ini" setelah mengakhiri perkataanya, Morya berjalan melewati Ragel sambil mendongakkan wajah. "Maksudnya?" Morya terhenti ketika Ragel kembali bekutip. "Kira-kira kota apa yang cocok untuknya?" tanya Morya yang masih tidak membalikkan badan. Perlahan Morya membalikkan badan sambil membuka kaca mata hitamnya sambil berkata. "Bali? Surabaya? Jogja? Atau Bandung?" ucap Morya dengan senyum tipis. "Kayaknya Bandung telalu dekat deh hahaha," tambahnya lagi dengan tawa tipis. Beberapa saat wajahnya kembali datar menatap Ragel yang telihat makin bingung. "Kamu usir?!" tanya Ragel dengan sedikit menaikkan nada. "Gimana kalau anda ikut?" tanya Morya makin tidak karuan. "Anda mau ikut?" senyum jahat Morya mengembang.

Plak!!!

Satu tamparan melayang ke pipi Morya. Morya menyentuh pipinya yang habis digampar. "Heeoh, berani sekali gelandangan ini menampar pipi pemilik rumah yang ditempatinya." Morya kembali mengangkat wajahnya, kini tatapan matanya benar-benar tajam. "Jahat banget kamu ya sudah mengusir adikmu, sekarang mau kamu buang juga ke luar kota?! Tega banget kamu!!" bentak Ragel dengan suara sangat tinggi. "Ehh ada apa ini ribut-ribut, sampe kedengeran ke dalem" tiba-tiba Nandas istri Ragel datang dengan cemasnya. "Kenapa sih? Ada apa?" tanya Nandas lagi semakin cemas. "Ini anak kamu ngusir Azura dari kota ini! Jahat banget dia sama adeknya begitu!" jelas Ragel masih dengan amarah. "Iya Morya, kamu ngusir Azura dari kota ini, bener?" tanya Nandas memastikkan. Morya hanya menaikkan alis pertanda cuek sambil mengangguk. "Kok kamu bisa kefikiran begitu sih? Kok kamu setega itu?" "Lebih tega mana mama yang selingkuh dibelakang papa sama gelandangan ini?!" ucap Morya ikut tebawa emosi sambil menunjuk Ragel. Nandas membungkam dan menunduk. "Masih untung aku kasih kalian tempat tinggal ya! Masih untung papa gak nyuruh aku buat bunuh mama dan geladangan ini! Kalo aja papa bukan orang baik, dah dibawah tanah kalian semua!" mereka berdua berdiam dan membungkam mendengar ucapan Morya. "Lagian ya, aku cuma nyuruh dia pindah kota, bukan mati. Dia masih bisa hidup dikota lain!" lanjut Morya. "Dan lagi satu, saya bukan kakaknya Azura, dan anda tidak sepantasnya menampar saya yang memberi anda tumpangan rumah ini" wajah dan arah bicara Morya berbalik menuju Ragel. "Anda tetap lebih tua dari saya, tapi bukan berati anda orang tua saya. Saya masih menghormati anda, tapi bagaimana dengan anda yang segampangnya menampar saya, apakah itu pantas?" tanya Morya sambil memiringkan wajah dengan mata yang membesar. Morya berbalik kemudian masuk ke dalam rumah meninggalkan mereka berdua di teras. Nandas dan Ragel saling menatap kacau.

~

Malam pukul 20.39 Azura telah memasuki lift apartemennya menuju kamarnya. Ia baru pulang dari kumpul bersama temannya.

Ting!

Pintu lift terbuka. Azura melangkah keluar lift dengan perlahan. Pas tadi aku liat Teya, aku rasa diaaa... "Ehh maaf, saya gak senga....ja" ucapan Azura terjeda sedetik setelah ia melihat mata merah menyala dalam sekejap. Pria yang tak sengaja tersenggol Azura itu memakai hoodie hitam dan masker hitam. Ia juga memasukkan tangan ke kantung celananya, dan hanya telihat matanya yang tajam. Azura mengangguk perlahan sebagai tanda maafnya lagi. Setelah pria itu menatap Azura, ia pun berbalik meninggalkan Azura tanpa sepatah kata pun. Azura melirik kebawah sambil memperhatikkan langkah kaki pria itu berjalan.

~

"Apa perlu sampai kayak gitu? Kita gak berlebihan kan?" ucap Portala sambil memegang segelas minuman bewarna merah. Menatap Teya yang juga terduduk anggun dengan segelas minuman yang sama. "Emang kita abis ngapain? Kalau dia mau tau jawabannya, bukannya wajar dia cari tau sendiri? Itu kan tentang dia" jelas Teya dengan santainya. "Permainan baru saja dimulai Teya." "Belum. Gue pengen liat sejauh apa dia behasil nemuin semuanya" ucap Teya dengan senyum licik.

PASTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang