Kakak

5 1 0
                                    

Pukul 05.15 Morya sudah bersiap untuk bekerja. Ia menuruni anak tangga rumahnya. Sudah telihat Ragel dan Nandas duduk dikursi makan. "Nak, gak sarapan dulu?" tanya mamanya ketika Morya berjalan keluar mengabaikan mereka. Morya membalikkan badan dan menjawab, "Sejak kapan aku sarapan dirumah?" lalu berlalu pergi meninggalkan Ragel dan Nandas.

"Pak, saya bawa mobil sendiri aja" ucap Morya kepada supirnya sambil memakai kacamata hitam. Morya bersiap berjalan menuju kantornya. "Ada suatu hal yang harus diberi keadilan" ucapnya dengan senyum tipis.

~

Azura sedang menyiapkan sarapannya sebelum berangkat sekolah. Menuang susu dan memakan serealnya. Ia juga membawa bekal untuk dimakan di sekolahnya nanti. Azura melihat jam dinding untuk memastikan waktunya belum telambat.

Tok! Tok! Tok!

Azura membukakan pintu. Terlihat Morya bediri dengan senyum tipisnya. "Hai Azura" ucapnya sambil tersenyum sinis. Azura memalingkan wajah sambil memutar bola mata. "Mau apa ke sini? Kalo mau ceramah gue gak ada waktu deh. Kalo gak ada apa-ap...." belum selesai mengakhiri kalimatnya, Morya sudah menerobos masuk. Ia menuju dapur dan mengambil roti yang sudah disiapkan Azura untuk bekal sekolahnya. "Ngapain sih lu!!!" bentak Azura kesal. "Mau makan" ucap Morya santai sambil mengangkat roti lalu melahapnya. "Kuker banget tau gak lu?!" Azura mengambil kembali roti yang baru.

"Heh, lu tau gak kemaren bokap lu ngapain?" tanya Morya dengan tenang. Azura yang sedang sibuk membuat sarapan baru, kini berbalik dan menatap Morya. "Apapun yang dilakukan bokap gue, terserah dia. Lagian udah beda rumah kan gara-gara lu" Azura kembali membuat roti lapis dan membelakangi Morya. Morya mendekati Azura dan membalikkan badan dengan cepat lalu menamparkan hingga Azura terjatuh. "Awww!!!" pekik Azura kesakitan. Azura memegang ujung bibirnya yang bedarah. Morya mendekati telinga Azura lalu membisikkan sesuatu. "Itu yang bokap lu lakuin ke gue, dan itu terserah gue juga kan?" ucapnya pelan dengan senyum sinisnya. Morya berdiri dan membelakangi Azura, "Akhirnya hal penting telah selesai" belum selengkah Morya beranjak, Azura kembali bekutip "Hal penting? Ini hal penting yang lu maksud?! Menurut lu balas dendam itu penting?!" "Hmmm gak bales dendam juga sih, gue emang dah lama mau nampar lu. Kebetulan banget bokap lo nampar gw, yaa sekarang yang kena imbasnya anaknya deh. Upss sorry" jawab Morya dengan candaan.

"Ternyata lu termaksud anak kampung ya, heeh!" Azura membuang nafas kasar. Tawa Morya seketika hilang diganti dengan tatapan tajam dan datar. "Mau gimana pun attitude lu kampungan tau gak! Bisa-bisanya pagi buta dateng cuma untuk nampar orang sembarangan. Gak semua perlakuan orang ke lu bisa lu bales" "IYA! Iya emang gak semua perlakuan orang ke gue, bisa gue bales!! Contohnya lu!!! Sampe sekarang gue belom nyingkirin lu. Belom gw bunuh aja lo!!!" pekik Morya yang makin menggelegar. "Yaudah kalo gitu bunuh aja gue sekarang" jawab Azura tenang sambil mengambil pisau. "Bunuh gue sekarang sebelum gue sekolah. Sebelum gue ketemu temen-temen gue. Bunuh gue sekarang!!!" Azura mengulurkan pisau kepada Morya dengan air mata. Morya menatap terkejut dan bingung dengan apa yang di depan matanya. "Tadi lu dah nampar gue, kenapa gak bunuh gue aja sekalian?" Azura masih mengulurkan pisau kepada Morya, tapi Morya belum memberi pelakuan. Morya menelan ludah. "Kenapa? Takut?" tanya Azura dengan wajah datar. "Gue bukan takut, gue cuma gak mau apart gue jadi buruan polisi dan reportasi gue turun cuma karena nyingkirin lu" jawab Morya dengan tenang namun dihatinya gelisah. "Gimana kalo diluar apart. Lu bisa bunuh gue di gudang kosong kok" tawar Azura tanpa ketakutan. "Dan gue gak mau jadi pembunuh" jawab Morya sambil memalingkan wajah. Azura menarik pisau itu dan meletakannya di dekat lehernya, "Kalo gitu lu jadi saksi kematian gue aja. Gue akan mati dengan tangan gue sendiri, jadi lu gak akan disalahin" Morya terlihat panik ketika Azura sudah meletakkan pisaunya tepat di samping lehernya. "Gak usah gila deh lu!" ucap Morya yang mulai ketakutan dan mengeluarkan air mata. Azura yang sudah menangis sejak tadi hanya bisa pasrah dengan keadaan. "Dah lama gue pengen liat lu sebagai saksi kematian gue. Dan kayaknya sekarang waktunya" Azura sudah siap menyilet lehernya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PASTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang