((Enam))

11 6 1
                                    

"Nggak semua orang itu bisa disamain sama dirimu sendiri. Jangan mengkotak-bulatkan apa apa yang bahkan kamu tidak tahu kebenarannya."

.

"Yejiii gimana nih minta tanda tangan siapa?" Kayla sudah pusing. Ia bingung harus meminta tanda tangan formulis Osis kepada siapa lagi. Ayah dan ibunya itu anak tunggal. Mereka tidak mempunyai sanak saudara.

"Sini-sini gue kasih solusinya." Yeji merampas formulir Osis dari tangan Kayla. Kemudian Yeji berlari keluar kelas disusul Kayla dibelakangnya.

"Mau dibawa kemana lagiiii." Kayla berteriak tapi tidak dihiraukan oleh Yeji.

Yeji tetap berlari hingga kedua kaki putihnya membawa ia ke pintu kantin. Kayla masih tak mengerti maksud Yeji membuat ia berlari maraton pagi-pagi begini.

"Huhh," Yeji membungkuk, meletakkan tangannya di lutut. Lumayan juga aksi lari lariannya tadi. Pemanasan membuang lemak, pikirnya.

"Mang Jajaaa," Yeji memanggil penjaga stan kantin itu dengan bias suara riang. Kayla yang baru sampai ke kantin itu langsung menuju stan Mang Jaja.

"Ngapain l-lo ngajak lari-larian anjing." Kayla ngomel dengan napas terputus putus akibat berlari se antreo sekolah.

Yeji hanya menjulurkan lidah kemudian beralih ke tujuan awalnya. Ia ingin Mang Jaja menandatangani formulir Osis milik Kayla. Gadis gila.

"Mang tanda tangan disini dong." Ucap Yeji dengan wajah yang dibuat se melas mungkin.

"Itu apa atuh, neng?" Si lawan bicara menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Formulir Osis Mang. Pokoknya yang baik-baik mah. Kalau Mang Jaja tanda tangani ini surat nanti temen sekelas Yeji suruh makan disini deh." Tawar Yeji. Merasa bau bau dagangannya akan ludes, Mang Jaja pun mengangguk mantap dan mengambil bulpoint dari tangan Yeji.

"Sinting lo, Ji." Ujar Kayla disamping Yeji.

"Daripada gue yang tanda tangan. Mending Mang Jaja. Ye gak Mang!" Balas Yeji menyebalkan.

"Iya neng." Mang Jaja menyerahkan formulir yang sudah tertanda tangani itu.

"Makasih, Mang. Yeji pastiin temen-temen kelas bakalan makan disini." Ucap Yeji kemudian menyerahkan formulir yang setengah lusuh itu kepada Kayla.

"Makasih, Ji. Gatau lagi gue sama lo." Ucap Kayla kemudian memeluk gadis bermata sipit itu.

"Paan si lo kek sama siapa aja." Walaupun ngomel tetapi Yeji tetap membalas pelukan Kayla.

"Saya teh kagum liat kalian berdua sahabatan adem ayem. Saya teu pernah liat kalian  bertengkar kaya geng nya neng neng lain. " ucap Mang Jaja sambil mencuci piring piringnya.

Bukan tidak pernah, tapi belum.

.

Kayla berjalan sembari memegang selembar kertas setengah lusuh itu. Langkahnya terasa berat karena ia ragu. Segala persepsi buruk selalu memenuhi kepalanya.

Kayla membuka pintu aula dengan gerakan melambat, berharap Guanlin sedang hilang ditelan bumi. Kayla sedang anti dekat dekat dengan Guanlin.

Mungkin Dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepadanya. Jelas sekali dimeja panitia terdapat Guanlin dan Seongwoo yang sedang bermain ponsel. Seongwoo yang main game dan Guanlin yang sepertinya hanya membuka tutup aplikasi sosial medianya. Hhh dasar gabut!

"Permisi kak mau nyerahin formulir." Ucap Kayla sesopan mungkin, mencoba tidak menjadi bar-bar.

"Taruh aja dek. Nanti pulang sekolah kumpul disini buat pengumuman seleksi besok." Itu suara Seongwoo. Mana mungkin Guanlin mau ngomong panjang-panjang. Reaksi Guanlin hanya melirik Kayla kemudian kembali fokus ke hp nya. Padahal ia tak melakukan apapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kakak Kelas ·Lai GuanlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang