07. Can i leave you again?

66 33 1
                                    

Mei 2018

♫ Love - Keyshia Cole

karena luka selalu bertahan lebih lama dari bahagia

''Boleh ngomong sebentar?''

Hari kamis, hari penting untuk sekedar membolos pelajaran fisika seperti biasanya. Atau sekedar menyibukan diri dengan segala kegiatan pertemuan untuk membahas program kerja yang tiada habisnya. Terkadang, hal itu yang bisa sedikit demi sedikit menjadi penyemangat Aeera untuk pergi ke sekolah, dibalik rumitnya hidup ketika harus tetap terjaga untuk sepuluh jam tiap harinya.

Tidak menjadi masalah sama sekali untuk memiliki jeda di sepanjang waktu tersebut bukan? Namun berbeda dari hari kamis sebelum-sebelumnya yang pasti menempatkan Aeera karena terlanjur bosan dengan pembelajaran dan memilih untuk mengistirahatkan diri dengan banyak alasan yang relevan, entah untuk mengatur jadwal pelaksanaan kegiatan sekolah atau bahkan cara rumit dengan meminta izin guru piket agar dapat keluar sekolah untuk menjelajahi sibuknya kota ketika siang.

Hari ini hari kamis yang cukup berat untuk Aeera. Bahkan untuk beberapa hari sebelumnya. Bukan karena tugas yang tiba-tiba menumpuk menjelma menjadi setinggi pohon mahoni yang punya kemungkinan tinggi untuk rubuh seketika. Lebih dari itu, ini melibatkan pikiran yang kelam disertai rumitnya sebuah perasaan. Hirarkia Griffin. Bahkan untuk menyebut namanya saja membuat Aeera lagi-lagi menerka-nerka. Dan untuk kali ini, Aeera akan berani mengambil langkah sedikit untuk itu.

Mungkin waktu berpihak kepadanya siang ini, karena dengan tiba-tiba membawa Griffin yang kini berada tepat di hadapannya sekarang. Seperti memang harus begitu, menempatkan mereka berdua di tengah-tengah hiruk-piruk manusia lain yang selalu berlalu lalang, menyadarkan bahwasanya di luasnya kehidupan mungkin selalu ada waktu untuk bertemu sejauh apapun salah satunya bertekad untuk pergi?

Aeera menarik napas lelah, bergantian mengamati Griffin dengan seksama. ''Kali ini, apa boleh gue pake waktu lo sebentar?''

''Gue, gak bisa nolak kan?'' Aeera melangkahkan kaki untuk duduk di bangku koridor. Memainkan sepasang sepatunya di lantai untuk menunggu Griffin beranjak duduk di sampingnya. ''Lo kenapa? gue buat salah ya?"

Griffin menoleh sesaat sebelum mengalihkan pandangan ke depan, menatap beberapa ranting pohon yang bergerak perlahan disapu angin. ''Lo gak suka sama gue kan?''

Aeera tersenyum pahit mendengarnya. ''Harusnya gue yang tanya, lo gak suka sama gue?''

''Gue gak pernah gak suka sama lo.'' Griffin tersenyum pahit, menunduk sesaat dengan penuh rasa bersalah. ''Tapi, lo jauhin gue dengan tiba-tiba.''

Griffin menoleh menatap Aeera. ''Terkesan klasik kan, kalau gue bilang lo terlalu baik buat gue?'' Griffin menghela napas panjang. ''Bahkan gue ragu sama diri gue sendiri, karena mau diputar balik gimanapun, pernyataan gue akan selalu sama.''

''Gue suka lo dari awal kak, bahkan buat semua orang iri karena pada akhirnya, orang yang gue suka punya pikiran sama.'' Aeera tersenyum samar. ''Gue selalu mikir, mutusin buat deket sama lo aja ibarat mecahin soal fisika.''

''Ketika gue terus lari, gue pun harus tetap balik lagi karena tau, jawabannya gak akan pernah ketemu kalau gue pergi.'' Griffin terdiam, mencerna setiap kalimat Aeera dengan penuh pikiran yang tidak bisa diterka. ''Ketika sedikit lagi selesai, ternyata ada orang lain yang lebih dulu mecahin jawabannya.''

''Gue gak bisa sama lo.'' sanggah Griffin dengan tiba-tiba.

Tanpa menoleh, Aeera terdiam pilu. Rasanya cukup menyesakan untuk tetap tinggal ketika pemiliknya bahkan menyuruhnya untuk berbalik pergi.

''Bahkan hanya lo doang satu-satunya yang masih anggap gue manusia, Ra.'' Griffin menatap langit-langit koridor dengan sendu. ''Sekeras apapun gue suka sama lo, gue gak akan pernah bisa,''

a moment to be honest, amtbh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang