17. One step of break?

33 33 0
                                    

Agustus 2018

♫ Perfect - Simple Plan

memiliki akhir bahagia, sepertinya tidak pantas untukku ya?

''Kaeno hilla athanasi?''

Reno menyeringan tajam, tertawa puas karena dapat menemukan lelaki itu lagi dihadapannya. ''Gimana rasanya koma tiga hari?''

Kaeno menampilkan wajah datarnya sebelum menjawab. ''Enaknya, karena gak perlu ketemu dunia . . . yang isinya manusia sampah kayak lo.''

Reno tersenyum miring, menatap Kaeno dengan wajah murkanya, tidak ada alasan lagi karena sudah jelas, hari ini Kaeno akan menjadi pelampiasan telak oleh Reno. Membayangkan bagaimana reaksi Griffin setelahnya, sudah pasti, lagi-lagi Reno akan selalu unggul darinya.

''Gue mikir, kalau hari ini lo mati ditangan gue, apa jadinya Griffin?''

''Gak jadi apa-apa, kan yang mati gue.''

Reno berdecak puas. ''Jadi, udah beneran siap ya?'' Kaeno menaikan alis bingung. ''Siap mati maksud lo?''

Kaeno tertawa pelan, Reno memang manusia tidak berguna. Terang-terangan sekali ingin berbuat hal keji kepada orang lain. Kaeno berpikir, mungkin memang kurang iman manusia satu itu, oh, atau bahkan kurang otak? Jika kepintarannya bisa sedikit dibagi, ingin sekali Kaeno sedekah sedikit. Meskipun tidak memiliki otak yang bisa dibilang jenius, setidaknya Kaeno cukup waras banyak dibandingkan Reno.

''Mending berdoa dulu, biar bangun-bangun langsung ada di surga.'' Kaeno menaikan alis bingung. ''Tuhan lo? optimis banget gue bakal mati sekarang.''

''Lo mau nusuk gue seratus kali, kalau emang belom jatah gue mati . . . ya sia-sia.'' Kaeno melanjutkan dengan senyuman miringnya.

Reno menggertakan giginya menahan amarah, sebelum di detik selanjutnya, memukul wajah Kaeno dengan keras tanpa aba-aba. ''Bangsat lo, gak jauh beda sama Griffin.''

Kaeno yang tersungkur di aspal refleks menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Sial sekali hari ini, karena harus berhadapan lagi dengan Reno. Mungkin ini karma, karena sudah lompat gerbang Serphan tanpa izin guru terlebih dahulu. Meskipun tahu akan begini akhirnya, Kaeno tetap tidak ingin merubah apapun sih, jika harus kembali ke masa lalu, ia akan tetap memilih berdiri di Selona untuk sore ini, sungguh, ini hanya kesialan saja karena harus mendapati Reno juga di waktu sekarang.

Kaeno menaikan bahu acuh. ''Seenggaknya, gue sama Griffin masih punya otak?''

Tanpa basa-basi lagi, Reno memberi kode kepada teman-temannya untuk cepat menghabisi Kaeno sekarang juga. Tidak, Kaeno tidak akan berdiam diri layaknya manusia lemah yang hanya berharap pada pertolongan seseorang yang entah darimana pasti akan muncul.

Kaeno cukup pandai bela diri, seringkali mendapatkan beberapa mendali hingga jenjang internasional juga, sayang saja, ia tidak akan menunjukannya untuk sekedar membully orang lain. Tetapi, melihat situasi yang terjadi, setidaknya cukup membuat Kaeno paham kali ini, ia akan bertindak untuk membela dirinya sendiri.

Perkelahian cukup sengit, lima lawan satu, bayangkan saja, sudah ditambah dengan seluruhnya yang memiliki senjata berupa pisau lipat, sungguh, Kaeno dibuat menghela napas karenanya. Kelompok yang benar-benar bodoh.

''Curang lo, gak bisa satu lawan satu aja, anjing?'' Kaeno menangkis beberapa pukulan lelaki di sampingnya, sebelum akhirnya menarik napas lelah karena telah membuat mereka semua tersungkur seraya mengaduh kesakitan di aspal.

Reno yang menyaksikan hanya tersenyum puas. ''Lumayan buat gue terkejut . . . kemampuan lo ternyata lebih dari Griffin.''

''Perduli setan.'' Kaeno berdecak kesal dibuatnya. ''Mau lo apa sih? gue gak punya waktu, untuk ngabisin bareng manusia kurang kerjaan kayak lo.'' Reno melangkahkan kaki dengan wajah merah padam menuju Kaeno, berniat akan menikam Kaeno lagi dengan pisau yang ia bawa.

a moment to be honest, amtbh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang