First love, Mr. Tetangga

36.6K 614 8
                                    

Aku mengintip dari jendela kamar, melihat tetangga sebelahku yang sangat sangatlah tampan, bak dewa yunani. eitss, tapi itu sepertinya berlebihan.

Ketampanan Deni itu pas untuk standar orang indonesia, apalagi campuran banjar - manado kulit putih nya buat banyak orang iri.

Deni adalah seorang pengacara muda yang cukup digemari, jika perkiraan kalian kalau pengacara itu pengangguran kalian salah. Deni memiliki sebuah perusahaan yang bernaung dibidang properti. Perusahaan itu ahli waris dari mendiang ibunya. Karna ayah Deni telah menikah lagi, maka seluruh aset harta apapun itu jatuh ketangan Deni.

Oke cukup, balik keawal.

Aku telah mengagumi Deni sejak SMP kelas 9. Aku selalu berhalu kelak Deni akan jadi suamiku. Suami idamanku.

Tapi halu tetaplah menjadi halu.
Kemarin sore aku melihat ia membawa seorang perempuan cantik, namun kelihatannya perempuan itu lebih tua sekitar tiga atau empat tahun di atasnya.

Ada rasa cemburu melihat kejadian itu. Entahlah mungkin aku akan menjadi pengaggum rahasia saja.

"Karin! makam malam sudah siap!" teriak mama Karin.

"iya, ma!!"

Aku menutup kembali seperti semula tirai jendela kamar, aku merasa hilang semangat. huftt!!

"sayang, kok makannya ga semangat? masakan mama ga enak ya?" tanya mama lembut.

aku menggeleng.

"lagi ada masalah? kuliah?" tanya papa pelan.

aku mengangguk namun sedetik kemudian menggeleng.

mama papa menatapku bingung, dan mengangguk seakan paham keadaanku yang tidak mau cerita.

"kalo kamu udah siap cerita, kami siap mendengarkan." ujar papa seraya menggenggam tangan kiriku yang bertengger diatas meja.

"makasi, ma pa."

***

Pagi ini aku ada jadwal kuliah, jadi tepat pukul delapan aku udah siap untuk berangkat. Mama membawakan aku bekal, karna tak sempat sarapan.

"jangan lupa dimakan ya, sayang" pesan mama.

"siap mama." balas ku.

Saat aku hendak masuk kedalam mobil. Seseorang dari depan gerbang menyapa mama, aku langsung mengurungkan niatku tadi.

"selamat pagi, tante."

"ehh nak Deni, pagi juga." mama tersenyum lembut.

" pagi Rin." sapa nya kepada ku.

"he-h p-pagi." sial, aku jadi salah tingkah.

"ada apa nak Deni, tumben pagi pagi udah mampir aja." kata mama.

" ini tante, Deni cuma mau kasih undangan tunangan." Deni menyodorkan sebuah kertas bermotif.

"kamu yang tunangan, Den?"

Deni hanya tersenyum tipis.

Jderrr!

Bagai disambar petir aku sudah berpikiran yang tidak tidak. Benarkah? Tunangan?  Apa perempuan kemarin itu calon tunangannya? jika iya maka sangat beruntung sekali perempuan itu mendapatkan seorang Deni.

Mata ku mulai berkaca kaca tak kuasa menahan kristal bening yang akan jatuh ini. Aku menarik nafas pelan menahan perasaan ini.

"m-ma, a-ku berangkat ya udah telat." suara ku agak tercekat karna menahan tangis.

"iya sudah. Kamu yang hati hati ya."

aku mengangguk.

Tanpa menyapa Deni aku langsung melajukan mobilku. Menepikan mobil ku ditempat yang sepi, tumpahlah air mata yang kutahan ini. Pupus sudah harapan ku selama ini, tak ada lagi cela. sungguh menyakitkan menjadi pengagum rahasia seseorang yang tidak pernah tahu perasaan kita. Betapa bodohnya aku menaruh hati keseseorang yang jelas jelasnya sudah memiliki tambatan hati. Perih sekali hatiku. Tapi ini semua salahku yang membuat diriku sendiri terluka, aku salah menaruh letakkan hati maka dari itu hatiku menjadi retak tanpa terjatuh sedikitpun.

"kenapaa... hiks... kenapa sakit sekali... hikss... Karin bodoh.. bego tolol...hikss.."

Aku menangis sekuat kuatnya tak perduli keterlambatanku, masa bodoh. Aku memukul dada ku, hatiku terasa terjepit diantara gumpalan yang besar.

"sakitt....hiksss..."

***

Acara tunangan itu digelar tiga hari lagi, aku tahu dari mama.

Mama menyuruhku untuk datang, tapi aku enggan singkatnya menolak. " aku ga ikut, ma." ucapku sekenanya saja.

"ya sudah kalo itu mau kamu, biar mama sama papa aja yang kesana." ujar mama yanh diangguki oleh papa.

Aku hanya berdehem saja.

"ma, pa. aku mau ngomong sesuatu."

"ngomong apa sayang?" tanya papa.

Aku menarik nafas. " Karin, mau pindah ketempat oma opah aja. Disana juga ada universitas yang bagus, jadi Karin mau pindah kesana." Ya, ini keputusan yang tepat. Menjauh untuk melupakan. Bukan hal yang gampang melupakan seseorang yang selama ini kita kagumi. Semua butuh proses, keadaanku sekarang butuh proses. Entah berapa lama proses ini akan selesai.

"kok mendadak gitu sih, Rin. Kamu udah semester 5 loh, lumayan nanggung." kata mama.

"kamu kenapa, sayang? tiba tiba mau pindah tempat oma opah. Apa ada alasan yang kuat untuk papa pertimbangkan?" tanya papa.

"hm, aku kasihan sama oma opah mereka cuma tinggal berdua disana. Kalau ada Karin kan pasti mereka seru." alasan ku seadanya.

"mama papa juga tinggal berdua disini kalau kamu pindah." sela mama cemberut.

"kan mama bisa produksi buat adik nanti sama papa. haha" muka mama langsung merah merona, sedangkan papa tertawa terbahak bahak.

Melihat tingkah kedua mama papa membuatku sedikit melupakan rasa sakit itu.

"Karin di izinin ga?"

Masih dengan sisa sisa tertawanya, papa mengangguk memberikan izin. "papa izinkan, tapi janji kamu selesai kuliah langsung pulang kerumah ini. Janji?"

Aku tersenyum sangat lebar dan langsung memeluk papa erat. "aku janji, pa." ucapku.

"papa aja nih yang dipeluk? mama nya enggak gitu?!" sindir mama.

Aku dan papa tertawa melihat ekspresi mama yang lucu. " sini Karin peluk semua.."

Jadilah acara peluk berpelukan malam itu, malam terakhirku berada dirumah ini. Karna seseorang itu aku yang harus menjauh dari orang tersayangku.

***

2 tahun kemudian,

"happy graduation, sayang." mama mengecup lembut keningku.

"thank you, ma."

"selamat ya, nak. Papa bangga sama kamu. Oiya kamu ga lupakan sama janji kamu sama papa?" tajam sekali ingatan papa ini.

"jelas ga lupa dong, pa." aku tertawa.

***

Aku merebahkan tubuhku keatas ranjang yang selama 2 tahun kutinggalkan.

"Akhirnya..."

Akhirnya aku bisa menerima semua kenyataan itu, selama itu aku tidak tahu menahu lagi tentang nya. Mungkin dia sudah bahagia dengan keluarga kecilnya, aku tidak tahu. Biarkan itu menjadi urusan mereka, aku tidak mau ikut campur sedikitpun karna itu juga bukan hak ku. Aku berdoa semoga mereka bahagia dan aku juga bisa bahagia, entah kelak Tuhan mungkin akan memberikan ku seseorang dimasa akan datang.

Tok.. tok..

"Karin, ada tamu dibawah!"

"siapa ma?"

"udah kamu liat aja sendiri."

huh! aku menghembuskan napas kasar.

Aku menuruni tangga, lalu melihat seorang pria membelakangiku. Siapa dia?

"hai" sapaku.

Saat pria itu membalikkan tubuhnya, aku merasa duniaku seperti berhenti. Aku memang sudah menerima, namun bertemu dengannya aku belum siap. Aku takut jika pertahananku selama ini hancur sia sia.

"halo, apa kabar?"

Deni.

Tbc...

masih tbc nihh..








Shortstory - 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang