Tidak terasa, Renjun sudah dua bulan bekerja dengan Kun. Dan sudah dua bulan itu juga Renjun dekat dengan Jaemin. Rupanya, lelaki itu orang yang berada. Bahkan bisa dikatakan orang kaya. Jaemin bekerja menjadi badut karena dia sangat menyukai anak-anak, maka tak heran Jaemin sangat senang sekali setiap berangkat hingga pulang kerja. Upah dari keringat Jaemin biasanya dia gunakan untuk membeli makanan untuk yayasan sosial yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Selain gemar anak-anak, Jaemin juga sangat peduli terhadap sesama. Di waktu kosong, dia akan pergi ke yayasan sosial sebagai sukarelawan. Terkadang, dia pergi ke rumah sakit pula—ke rumah sakit jiwa milik keluarganya.
Iya, keluarga Jaemin memiliki rumah sakit, bahkan banyak. Tidak hanya rumah sakit jiwa, beberapa juga ada rumah sakit umum. Selain Jaemin, dibeberapa kesempatan, Renjun sering bertemu dengan Jeno. Jeno si paman dari keponakan yang pernah Renjun dan Jaemin hibur saat ulang tahun. Entah kebetulan atau apa, takdir seakan gemar sekali mempertemukan mereka. Dari yang bertemu di jalan, sampai bertemu di tempat-tempat tertentu seperti taman dan toko milik Hendery. Berbeda dengan Jaemin, Jeno itu jika bertemu dengannya selalu saja mencari masalah, marah-marah tidak jelas, dan lain sebagainya. Bahkan tak jarang lelaki itu menyinggung dirinya yang tak mau berbicara. Renjun tak sakit hati saat Jeno bertanya dia bisu atau tidak, ataupun saat lelaki itu bertanya dia tuli atau tidak karena jika dipanggil dari kejauhan tidak pernah menoleh, Renjun justru senang. Jeno yang selalu mengusiknya itu sangat lucu, berbeda dengan teman-temannya dahulu yang mengusiknya untuk menjatuhkannya. Karena Renjun tahu, Jeno mengusiknya hanya untuk mencoba mendekatkan diri. Mendekatkan diri dengan caranya sendiri.
Sekarang ini, Renjun dan Jaemin tengah tidak ada kerjaan. Lebih tepatnya, pekerjaan kedua orang itu telah selesai sejak siang tadi. Sekarang keduanya tengah berada di kedai yang terletak tak jauh dari sekolah Chenle. Bukan atas usul Renjun memilih makan di sana, melainkan Jaemin lah yang mengajaknya. Jaemin kata, "berhubung aku sudah terlalu lapar, lebih baik kita makan di kedai itu saja," sembari menunjuk bangunan kecil di pinggir jalan. Selain itu, sangat kebetulan sekali rumah orang yang menyewa jasanya memang di kawasan itu, yang mengharuskan keduanya melewati sekolah adiknya Renjun untuk kembali ke kantor.
Keduanya tengah menikmati makan siang—yang bisa dikatakan sudah sangat lewat, karena waktu sudah menunjukkan pukul tiga kurang dua puluh menit. Menikmatinya sesekali diselingi oleh obrolan ringan atau canda tawa. Menurut Renjun, Jaemin itu lelaki yang baik dan lucu. Saat Renjun murung sehabis dimarah-marahi oleh ibunya—tentu tanpa alasan yang jelas—Jaemin akan menghiburnya dengan lelucon yang mampu membuat Renjun mengembangkan senyum. Selain itu, lelaki yang satu itu juga sangat baik—bahkan sangat, sangat baik sekali. Jaemin sering membawakannya makanan untuknya, adiknya dan ibunya, dengan dalih orang tuanya baru saja pergi dari luar kota dan makanan yang diberikannya itu merupakan oleh-oleh untuk rekan kerjanya. Setiap mendengarkan yang Jaemin katakan itu, Renjun hanya dapat tersenyum dan menerima makanan yang diberikan sembari mengucapkan terima kasih. Dia tahu Jaemin berbohong, karena tidak mungkin kedua orang tuanya selalu pergi keluar kota setiap dua hari sekali, padahal yang Renjun tahu kedua orang tua Jaemin merupakan seorang dokter. Keduanya memikiki rumah sakit sendiri, tidak mungkin dipindahtugaskan, bukan? Jikalau iya mereka mengunjungi rumah sakit lain milik mereka yang berada di luar kota, tidak mungkin setiap dua hari sekali, bukan?
"Wah, kebetulan macam apa ini aku bertemu dengan pasangan badut?" perkataan dari orang yang sama, yang selalu mengganggu Jaemin dan Renjun, membuat rekan kerja Renjun itu mendesah keras. Terlalu lelah menghadapi lelaki yang awalnya dia kira baik, ternyata sebenarnya menyebalkan.
"Wah, kebetulan macam apa ini kita bertemu orang aneh sepertimu, Tuan Jeno." Mendengarnya, Jeno terkekeh. Dia tahu Jaemin sangat tidak suka saat dirinya tiba-tiba muncul, merusak momen Jaemin dengan rekan kerjanya.
Tanpa di suruh, lelaki itu menarik kursi yang berada di samping Renjun. Duduk dengan tenang, tidak memperdulikan tatapan tak suka yang Jaemin berikan. "Oh, jaga bicaramu itu, Tuan Jaemin. Aku tidak aneh. Aku hanya tidak sengaja bertemu sepasang kekasih yang ternyata aku kenal." Kali ini, Jaemin menghela napas. Berada di jarak dekat dengan Jeno itu sangat berbahaya, apalagi saat ini Renjun ada di samping lelaki itu. Sebenarnya.. jika diperhatikan, Jaemin akan bertemu dengan Jeno saat tengah bersama Renjun saja. Tidak tahu kebetulan atau memang disengaja oleh lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ꜱᴜɴʏɪ ☑️
Short Storyᴿᵉⁿʲᵘⁿ ᵗⁱᵈᵃᵏ ᵖᵉʳⁿᵃʰ ᵗᵃʰᵘ ˢᵉᵖᵉʳᵗⁱ ᵃᵖᵃ ˢᵘᵃʳᵃ ˡᵉᵗᵘˢᵃⁿ ᵖᵉᵗᵃˢᵃⁿ ᵃᵗᵃᵘᵖᵘⁿ ˢᵘᵃʳᵃ ᵍᵉᵐᵉʳⁱᶜⁱᵏ ᵃⁱʳ ʰᵘʲᵃⁿ. ᴰⁱᵃ ᵐᵉⁿʸᵘᵏᵃⁱ ᵏᵉᵈᵘᵃ ⁱᵗᵘ⁻ᵐᵉⁿʸᵘᵏᵃⁱ ˢᵃᵃᵗ ᵏᵉᵐᵇᵃⁿᵍ ᵃᵖⁱ ᵐᵉˡᵉᵗᵘᵖ ᵈⁱ ᵘᵈᵃʳᵃ, ʲᵘᵍᵃ ᵐᵉⁿʸᵘᵏᵃⁱ ʰᵘʲᵃⁿ ʸᵃⁿᵍ ᵗᵘʳᵘⁿ ᵐᵉᵐᵇᵃˢᵃʰⁱ ᵇᵘᵐⁱ. ᴰⁱᵃ ᵃᵏᵃⁿ ˢᵉⁿᵃⁿᵍ ʰᵃᵗⁱ ᵐᵉⁿʸᵃᵏˢⁱᵏᵃⁿ ᵖᵉʳᵃʸᵃᵃⁿ...