Kisah Kelima

766 104 10
                                    

Hari ini merupakan akhir tahun. Banyak kembang api menghiasi langit. Meletup, menjadi titik-titik cahaya yang indah, lalu menghilang. Sebelum itu, lebih tepatnya tadi pagi, hujan membasahi kota. Di balik pintu kamarnya, Renjun memperhatikan buliran air yang membasahi jendela—juga memperhatikan bunga yang dibasahi oleh air hujan.

Renjun sangat menyukai saat di mana letupan kembang api terlihat, juga sangat menyukai hujan yang membasahi bunga tulip berwarna kuning yang dia tanam seorang diri. Di menyukainya, menyukai kedua hal tersebut.

Saat ini, lebih tepatnya malam ini, Renjun berdiri di antara puluhan orang yang menyaksikan perayaan akhir tahun. Menyaksikan kembang api yang meletup-letup. Menyaksikannya bersama sang kakek dan juga neneknya yang telah lama tidak ia jumpai. Renjun senang, ternyata masih ada yang mengharapkannya. Kedua orang tua dari ibunya itu kini tengah menggenggam cucu kesayangan mereka. Ketiganya tengah menyaksikan warna-warni kembanh api yang meletup di angkasa. Kali ini, senyum manis Renjun tampakkan. Dia dapat mendengar suara rintik hujan, dan dia dapar mendengar suara letupan kembang api. Dia senang, akhirnya dia dapat lagi mengetahui bagaimana rasanya mendengarkan, merasakan, serta melihat kedua hal tersebut secara langsung. Ditambah genggaman erat kakek dan nenekni di sisi kanan dan kirinya, seolah mengatakan jangan jauh-jauh dengan mereka. Mereka ingin Renjun bersama, agar merasakan kebahagiaan. Dan Renjun rasa, menyanggupi hal tersebut tidaklah buruk. Renjun hanya ingin sekali dalam hidupnya kembali merasakan apa itu kebahagiaan. Dia ingin dapat terbang seperti letupan kembang api di angkasa, juga ingin turun seperti air yang membasahi bumi.

Tanpa dia pahami betul, bahwasanya letupan kembang api tidak akan kembali lagi. Turunnya air hujan tidak akan kembali menjadi bulir hujan lagi, tanpa proses yang panjang. Kedua itu akan menghilang, tanpa bisa menjadi untuh kembali.

───※ ·❆· ※───

"

Jeno, Renjun itu orang yang baik. Dia sangat baik. Dia.."

Jaemin tak lagi dapat membendung air matanya. Sekarang ini dirinya bersama Jeno tengah berada di tempat terakhir Renjun berada. Tempat yang akan memberikan Renjun kenyamanan, juga ketenangan. Renjun tidak akan lagi merasakan sakit di telinganya atau tidak akan lagi harus kerja banting tulang. Renjun telah memutuskan. Memutuskan untuk pergi ke tempat ternyamannya. Memutuskan untuk meninggalkan Jaemin selamanya.

Jaemin berlutut di samping makam Renjun. Dia tak kuasa menahan berat badan, juga sesak di dada. Dipeluknya batu nisan orang yang dicintainya. Menangis dengan tersedu, memecahkan keheningan sekitar.

Tidak beda jauh, Jeno yang duduk di kursi roda menatap tempat terakhir orang yang telah menarik perhatiaannya sejak pertama kali berjumpa. Menatapnya dengan bendungan air mata yang siap tumpah. Dia masih tak percaya, bahwa sosok tersebut adalah Renjun, orang yang telah merebut hatinya. Sayang sekali saat pemakaman berlangsung Jeno tidak dapat menjumpai orang itu. Dia tidak dapat melihat Renjun untuk yang terakhir kalinya. Dia.. merasakan sesak yang teramat saat menerima fakta lainnya.

Saat itu, Jeno yang baru saja pulang dari rumah keponakannya dikejutkan seseorang yang berlari menyeberangi jalan. Pergerakan yang tiba-tiba itu membuat Jeno segera saja membanting setir, hingga berakhir dia tak sadarkan diri. Terakhir yang dia ingat, kedua matanya terasa sangat sakit saat benda asing menusuknya. Setelah itu, samar-samar Jeno mendengar suara orang-orang di sekitar mendekat ke arah mobilnya. Lalu, kesadarannya menghilang.

Setelah mendapatkan perawatan, kabar mengejutkan didapatkan keluarga Jeno, bahwa lelaki itu harus kehilangan penglihatan. Tangis pecah saat dengan berat hati dokter mengatakan berita duka tersebut. Jeno tidak tahu bagaimana bisa tiba-tiba dirinya yang tertidur selama seminggu, bangun dengan kegelapan yang menyapa. Saat dokter menghampiri, sesuatu di kelopak matanua dibuka perlahan. Jeno dapat kembali melihat dan hal tersebut membuatnya bingung. Seingatnya, saat dia tersadar walau tak lama, dokter mengatakan dia tidak lagi dapar melihat. Lalu saat kembali bangun, dia begitu heran saat dapat melihat wajah kedua orang tuanya yang tengah menangis haru. Jeno kira dirinya telah berada di surga, namun nyatanya sebuah fakta mengejutkan.

Seseorang yang hampir ditabraknya adalah Renjun. Kedua mata yang mengisi kekosongan di tempat yang seharusnya adalah milik Renjun.

Renjun memang selamat dari hantaman mobil Jeno, namun Renjun tidak dapat selamat dari truk yang menghantamnya.

Jaemin yang mengetahui Jeno merupakan salah satu orang yang mengalami kecelakaan, yang masih ada hubungannya dengan kepergian Renjun berkata bahwa perkataan terakhir Renjun adalah memberikan yang dia miliki untuk orang yang membutuhkan. Maksud di sini ialah semua yang ada di dirinya, termaksud matanya.

Jeno menangis mendengarnya. Dia tidak kuasa membendung aie mata juga menahan sesak di dada saat mengetahui itu. Renjun telah dimakamkan, dua hari sebelum Jeno tersadar.

Kepergian Renjun memberikan banyak kesedihan bagi orang-orang terdekatnya. Haechan, Hendery, Jisung, Jaemin, Jeno, bahkan kedua orang tuanya, Winwin dan Yuta beserta adiknya, Chenle, sangatlah merasakan kehilangan.

Winwin beteriak histeris, tidak menyangka anak sulungnyalah yang akan benar-benar pergi meninggalkannya. Dia.. lagi-lagi merasa gagal menjadi orang tua. Kabar mengejutkan itu membuat mental Winwin semakin memburuk, yang mana mengharuskannya mendekam di dalam rumah sakit jiwa. Winwin menjadi sangat depresi, hingga mentalnya terganggu.

Yuta.. sosok itu sangat terkejut dengan berita yang dia dengar. Dia merasa bukanlah ayah yang baik bagi kedua anaknya. Seharusnya.. Yuta mengajak sekalian kedua anaknya, agar ini semua tidak terjadi. Yuta sangat merasa kehilangan, hingga membuatnya benar-benar gila, jikalau saja sang istri—Hansol—tidak selalu ada di sampingnya, menguatkannya, memberikannya semangat hidup. Yuta merasa sudah sangat berdosa.

Tidak ada satu pun yang tahu di mana Chenle berada, sebelum akhirnya tiba-tiba kepolisian memberitahukan penemuan mayat yang mengapung di sungai. Jisung, selaku orang yang sangat mencintai Chenle lagi-lagi merasakan sakit yang mendalam, saat para kepolisian menyebutkan ciri-cirinya. Sosok yang ditemukan itu.. orang yang dikasihinya, orang yang dicintainya. Chenle pergi, menyusul Renjun menjemput kebahagiaan. Lelaki itu begitu terkejut dan bersalah saat mengetahui sang kakak telah tiada dan berakhir memutuskan turut pergi meninggalkan dunia. Berharap dapat bertemu sang kakak di dunia yang berbeda.

Kisah menyakitkan tidaklah akan selalu berakhir menyenangkan. Juga sebaliknya, kisah menyenangkan tidaklah selalu menyakitkan. Ada kalanya rasa senang dan ada kalanya kesedihan melanda. Hidup Renjun yang sangat menyakitkan, rupanya bertahan hingga akhir. Semua orang hanya berharap.. kebahagiaan akan menjadi abadi, di tempat Renjun kini berada. Meskipun semua terasa kehilangan, semuanya tetap memberikan senyum. Berharap Renjun dapar melihat senyum mereka di atas sana. Renjun kata, dia sangat membenci air mata. Maka dari itu, semuanya menahan pertumpahan air mata saat pemakaman berlangsung. Semua demi Renjun. Demi senyum kebahagiaan anak itu.

"Renjun.. sekarang saatnya kamu benar-benar hidup bahagia di sana."

"Aku menyanyangimu. Aku.. mencintaimu.."

"Selamat tinggal."

—TAMAT

Ps; ini kupublish kembali, tetapi tidak kuperbaiki penulisannya, jadi ya maaf kalau banyak ejaan atau tanda baca yang sangat mengganjal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ps; ini kupublish kembali, tetapi tidak kuperbaiki penulisannya, jadi ya maaf kalau banyak ejaan atau tanda baca yang sangat mengganjal.
(yg meskipun sangat risih melihat tulisan sendiri yang sebenarnya masih banyak salah, tapi memang lagi belum ada kesempatan untuk revisi, so mianhae).

ꜱᴜɴʏɪ ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang