1

22 3 1
                                    

Christa melambaikan tangannya kepada ayahnya di depan rumah. Punggung lelaki paruh baya bersepeda itu masih nampak kokoh sampai ujung jalan itu—batas penglihatan Christa. Namun, tiba-tiba ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah kanan sepeda itu. Dan mobil itu menggilas tubuh ayah Christa bersama sepedanya hingga hampir remuk, sebelum kemudian menabrak pembatas jalan dan masuk ke jurang.

Tubuh Christa mematung seketika, jantung berdegup kencang, kaki lemas, dan pupil mata membelalak.

Aneh, tak ada orang di sekitar sini yang membantu mereka. Padahal suara tabrakan cukup keras.

Beberapa menit kemudian Christa sadar, lalu menjerit histeris ketika kepala ayahnya menggelinding dari tanjakan itu ke arahnya. Ia berlari ke rumah-rumah tetangga-tetangganya. Namun, yang ia temukan lebih sadis.

Lion—temannya—gantung diri di kamarnya. Ibu-bapaknya terbaring di atas lantai dengan mulut berbusa. Rumah berlantai dua itu berantakan, pecahan kaca di mana-mana, sofa robek, dan sebuah kaset lagu yang masih terputar pada TV.

Sunday is gloomy
My hours are slumberless

Suara itu menusuk telinga. Pandangan Christa kacau, kepalanya sakit, dadanya sesak. Kemudian tubuhnya ambruk ke lantai, tangannya sibuk memegangi kepalanya yang serasa berdesing.

"Jangan, please, stop!"

Anak-anak sebayanya menginjak-injak tubuhnya. Beberapa melempari batu dari belakang tubuh anak-anak itu. Beberapa lagi hanya menonton sambil memaki. Orang-orang dewasa yang melihat hanya melewat. Kadang-kadang ikut menyumpah serapahi anak yang diinjak itu, "Kalau anak itu melawan, sepertinya gak akan separah itu." Kadang-kadang bergidik ngeri, sambil berkata, "Anak-anak itu terlalu gila untuk ukuran 13 tahun."

Ada seorang kakek tua yang cukup baik hati, menghampiri Christa.

"Anak-anak tolong hentikan!"

Bersama kalimat itu habis terucap tubuh kakek tua roboh ke tanah. Jatuh tak berdaya. Dikencingi.

"Kakek, tahu gak kesalahan Christa?" Sang kakek meringis, kesal.

"Kasih tau, Ra!" lanjut Ian, anak laki-laki yang kini sedang jongkok di depan kakek tua itu.

Rachel, anak yang ditunjuk Ian maju. Air matanya bercucuran. "Ibunya pel*cur, keluargaku hancur. Daddy setiap hari pulang bersamanya."

Dearest, the shadows
I live with are numberless

Christa menghela napas panjang. Menatap hampa jam yang terus berdetak. Mendengarkan pertengkaran-pertengkaran ayah dengan ibunya.

"Kau tahu? Hari ini aku dipanggil wali kelas Christa, katanya anak sialan itu sering bolos!"

"Harusnya kau mendidiknya, itu sudah tanggung jawabmu!" ucap ayahnya nyaring, "dan apanya yang sialan? Kau yang bilang bersedia mengurusnya saat mau menikah denganku."

"Cih, tanggung jawab? Memangnya kau sudah memenuhi tanggung jawabmu?" balas ibunya tak kalah nyaring, "yah, anak itu juga kecelakaan."

"Jangan lupa, aku tak pernah mempermasalahkan profesimu."

Little white flowers will
Never awaken you
Not where the black coach

Reinar, lelaki paruh baya itu terduduk kaku di depan sofa. Terus meminum alkohol, sampai begitu banyak botol di sampingnya.

Sementara, Christa meraih obat tidur bekas ibunya. Ia mengeluarkan isinya. Lalu meleguknya cepat.

Of sorrow has taken you
Angels have no thought of
Would they be angry
If I thought of joining you
Gloomy Sunday

***
Hello, readers;) author udah lama gak nulis nih, jadi maklumi part yang super pendek ini ya:v
***

The Song of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang