Pagi telah tiba, pria berambut coklat itu tersenyum secerah matahari. Ini adalah saat yang dia tunggu-tunggu, momen yang akan menjadi sejarah dalam hidupnya.
"Para dewa, tolong berikanku keberuntungan." ucapnya sembari membawa tas biolanya menuruni tangga.
"Apakah lombanya akan segera dimulai? Nanti ayah akan berjualan disana." ucap ayah Hyunjae sembari menyiapkan roti.
"Sebentar lagi, aku akan segera bantu ayah ketika selesai registrasi ulang." ucap lelaki itu lalu pergi meninggalkan tokonya.
————
Juyeon telah sampai pada depan gedung opera, itulah yang Chanhee minta. Gedung inilah yang pernah menjadi tempat favorit Juyeon dikala masih remaja. Tetapi, itu dulu.
Ia melihat sekeliling bingung apa yang ingin ia lakukan, matanya terfokuskan terhadap lelaki berambut coklat dengan hidung yang mancung sedang membawa tas biolanya, bibirnya tersenyum ceria. 'Manis' itulah satu kata yang ada dibenak Juyeon. Dia teringat pernah berjumpa dengan lelaki itu di sebuah toko roti.
'Drttt Drtt..'
Suara getaran telfon yang ada pada handphone membuyarkan lamunannya. Dan setelah diliat ternyata panggilan dari Chanhee.
"Ada apa?"
"Oh, kau sudah sampai? Bisa kah kau masuk kebelakang gedung? Ada yang ingin aku katakan." ucap chanhee pada saluran telfon.
Tanpa basa-basi Juyeon lalu menutup saluran telfonnya dan segera pergi ke belakang gedung opera tersebut. Juyeon masih ingat, ia selalu pergi ke belakang gedung ini disaat dia telah selesai lomba. Gedung ini tidak pernah berubah.
"Permisi, ada keperluan apa disini?" tanya seorang penjaga gedung itu.
"Aku Lee Juyeon, ingin mencari Choi Chanhee." ucapnya.
"Oh, Lee Juyeon seorang pianis terkenal itu ada ap-"
"Hei disini!" putus Chanhee tiba-tiba.
"Biarkan dia masuk," ucapnya menatap penjaga itu sinis.
Penjaga itu akhirnya membiarkan Juyeon memasuki backstage. Lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Sekarang apa yang harus kulakukan?" tanya Juyeon tanpa basa-basi.
"Putuskan senar biola yang ada dalam tas itu." bisik Chanhee lalu memberinya sebuah cutter.
"Tapi.., aku kan ti-"
"Lakukan saja, atau tidak akan kuberi tau sama sekali!" seringai Chanhee.
Akhirnya Juyeon menuruti apa kata Chanhee, mengendap-endap membuka tas biola entah siapa pemiliknya, serta memutuskan salah satu senarnya. Lalu pergi meninggalkannya.
———
Hyunjae baru saja selesai membantu keluarganya membuka stand toko roti miliknya. Ia lalu bergegas menuju ke gedung opera, sebentar lagi lomba akan dimulai.
"Atas nama Lee Jaehyun, kan? Silahkan menuju ke panggung." ucap panitia tersebut.
Hyunjae segera membuka tas biolanya, dan dilihat nya sebuah senar yang terputus. Hyunjae membulatkan matanya, siapa orang yang tega melakukan itu. Dan bagaimana ia bisa tampil hanya dengan tiga buah senar yang ada pada biolanya.
"Peserta nomor tiga, Lee Jaehyun." seru pembawa acara yang membuatnya terkejut.
Akhirnya Hyunjae segera pergi menuju panggung tangannya bergetar. Semua orang menyadari bahwa biola yang Hyunjae bawa hanya memiliki tiga senar. Hyunjae lalu memberi hormat kepada dewan juri, serta mengejamkan matanya.
"elohim essaim i implore you."*
————
"Membosankan." ucap Juyeon ketika melihat para kontestan tersebut.
Lagu yang membuat para penonton mengantuk, sama sekali tidak ada yang menarik.
"Peserta nomor tiga, Lee Jaehyun." seru pembawa acara tersebut.
Juyeon lantas terkejut melihat biola yang akan orang itu mainkan hanya memiliki tiga senar, itu pasti ulahnya. Tidak bukan ulahnya, tetapi itu ulah Chanhee yang merintahnya seperti itu. Apakah ia bisa membawakan lagu Beethoven Virus seperti yang ada pada daftar tersebut. Pikiran Juyeon kembali kacau.
————
Hyunjae memulai sebuah permainan biolanya, ia mulai memainkan twinkle twinkle little star. Persetan dengan pelanggaran yang ia lakukan, ia hanya tidak ingin harga dirinya jatuh begitu saja.
Tangannya sangat cekatan dalam memainkannya membuat para penonton sangat terpukau, tidak ada penonton yang tidak kagum padanya. Semua mata terfokuskan pada pria tampan berambut coklat tersebut. Irama yang sangat kuat ini menunjukkan bahwa ia bukan seorang violin biasa. Hingga ia mencapai sebuah klimaks nya. Matanya terbuka, sorak penonton serta tepuk tangan menghiasi gedung opera tersebut.
"Peserta selanjutnya, Choi Chanhee."
————
Semua penampilan pun telah selesai. Kini Juyeon menunggu Chanhee, ia berhutang penjelasan padanya. Suasana yang sangat ramai ini membuat Juyeon kesusahan untuk mencari Chanhee.
"Juyeon di sini!" seru lelaki itu melambaikan tangannya yang segera disusul oleh Juyeon.
"Sekarang apa?" tanya Juyeon tanpa basa-basi lagi.
"Duh jangan di sini, terlalu ramai." ucap Chanhee menarik lengan Juyeon menjauh dari keramaian.
"Oke, sekarang apa?" tanya Juyeon.
"Jadi, orang yang senar biolanya kau putus itu Lee Jaehyun atau biasa dipanggil Hyunjae, orang yang kamu temui di sebuah toko roti."
"Udah tau, lalu?"
"Dia adalah sahabat dari adikmu, Lee Minho."
"S-sahabat?"
"Dan dia adalah orang terakhir yang bersama adikmu, sebelum Minho tewas." lanjut Chanhee.
"Jadi, dia tau semuanya?"
"Aku tidak menjamin, karena kabarnya dia terkena amnesia dan belum sembuh total."
"Lalu, apa yang harus kulakukan?" tanya Juyeon pasrah.
"Hapuslah air matanya, aku akan segera menjemput kemenanganku." bisik Chanhee lalu pergi meninggalkan Juyeon.
————
Sebuah pengumuman terpajang lebar, tertulis bahwa Choi Chanhee adalah pemenangnya. Tidak diragukan lagi pemainan biolanya sangat lah bagus. Dan semua pun pasti sangat setuju dengan hasil tersebut.
Mengetahui hal tersebut lantas Juyeon pergi mencari Hyunjae. Banyak sekali hal yang ia ingin katakan padanya. Ia berlari mencarinya disetiap sudut gedung tersebut. Hingga ia melihat seorang lelaki tengah menangis di roof top gedung opera.
Pandangan ini membuat ia teringat pada sebuah kejadian beberapa tahun yang lalu. Kejadian ini membuat dada Juyeon semakin sesak. Ia menghampiri lelaki itu, dan diberinya sebuah sapu tangan.
"Sudah, jangan menangis lagi."
————
*elohim essaim i implore you : Tuhan Yang Mahatinggi, Dewa Mahatinggi, aku mohon padamu.
.
.
.don't forget to vote!♡
KAMU SEDANG MEMBACA
CLANDESTINE || JuJae [The Boyz]
Fanfiction[𝐂𝐋𝐀𝐍·𝐃𝐄𝐒·𝐓𝐈𝐍𝐄] /klanˈdestən,ˈklandesˌtīn/ kept secret or done secretively, especially because illicit. "A lump of steel, like a shooting star. Just seeing the same sky as you makes familiar scenery look different. I swing between hope an...