2. Too late ?

7 1 0
                                    


"Kumohon jangan lagi...."

Aku tersentak bersamaan dengan air mata yang tidak kuat lagi bertahan di bendungan.

Menetes keluar menuruni kedua belah pipiku dengan cepatnya..

Ketika mendapati Jimin membuyarkan lamunanku dan sudah merebahkan diri disebelah kiriku.

Kedua tangannya yang dijadikan bantal. Jangan lupakan juga matanya yang ikut memejam.

"Kumohon jangan lagi Yerin-ahh"

Ini kali kedua Jimin mengatakan kalimat yang sama namun yang ini terkesan lebih mendalam.

Suara parau milik Jimin itu semakin membuatku tersadar dan....bingung.

Aku tidak berniat menyingkirkan air mataku, toh memang sejatinya mataku akan selalu banjir jika ke tempat ini.

Dan mungkin aku dilahirkan untuk kesedihan tak berujung sepanjang hidupku.

"Apa yang membuatmu melakukan ini?"

"Apa yang membuatmu selalu mengajakku ke tempat ini?"

"Jimin jawab aku"

Jimin yang mencoba berpura-pura tuli, kini menyerah lantas bangun dari sikap rebahannya dan duduk menyamaiku.

"Aku hanya ingin kau mendengarkanku"

Aku tidak mengerti jawaban yang Jimin lontarkan kali ini semakin membuatku bingung.

"Aku bahkan sampai dua kali mengatakannya, kumohon jangan lagi . Tapi kamu tidak menurutiku"

Aku tidak mengerti, bukan itu jawaban yang ku inginkan.

Tapi atensiku mulai merubah ketika Jimin yang sebelumnya menatap laut, kini beralih menoleh kesamping dan menatap mataku yang juga tengah menatapnya.

Sangat canggung tapi seakan menuntut sesuatu yang lebih. Sesuatu yang bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan bodoh dikepalaku.

"Aku tidak tau sejauh mana rasa sakit yang kamu rasakan, tapi bisakah kau hentikan tangis bodohmu itu? Jangan lagi Yerin-ahh jangan menangis lagi, setiap kali ku ajak ke tempat ini kau selalu saja menangis. Bisakah kamu tidak lagi memikirkan si brengsek itu? "
Ucap Jimin selagi menatapku dalam, tanpa mengalihkan pandangannya barang hanya sekali.

"Jika kamu tau aku pasti menangisi tempat ini. Kenapa terus mengajakku kesini Jim? Tidak bisakah kamu mengajakku ke tempat lain? Setidaknya agar aku tidak mengingat tempat ini dan melupakan seisi kenangan di dalamnya."

Entah kenapa aku begitu emosional dan air mata tak mau berhenti berseluncuran dipipiku.

Selalu saja seperti ini, berujung bertikai dengan Jimin atau malah dengan perasaanku sendiri.

"Aku hanya ingin kamu mengingat satu saja hal indah lainnya yang perlahan sedang kamu singkirkan selagi memikirkan kesedihan atas tempat ini. Apa kamu benar-benar sudah melupakannya?"

"Bukan ini tujuan aku mengajakmu, bukan air mata Yerin-ahh. Aku hanya ingin mengajakmu ke dermaga diujung sana. Tapi kamu selalu berhenti dan memilih untuk mengingat kesedihanmu." Lanjutnya.

Dermaga?

Sampai pada saat kedua tangan Jimin menangkup kedua pipiku, menyibakkan jempol kecilnya dan menghapus air mataku. Tapi sayangnya, rasa sedihku tidak turut terhapus dan malah semakin membekas disini.

"Hentikan.. Semuanya sia-sia jika kau terus mengingatnya sepanjang hidupmu. Kupikir mengagumi bunga cantik diatas pemakaman akan lebih baik daripada meratapi siapa yang terkujur dibawah sana" Lanjut Jimin.

PARDON'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang