Bicara soal kehidupan, kalian semua tahu itu tidak semulus kulit glowing perempuan zaman sekarang. Kehidupan itu keras! Sekali kita berbuat kesalahan, maka akan membekas seumur hidup. Layaknya aku, walaupun dulu hanya seorang pelajar, tapi aku sudah terlalu jauh jatuh kedalam jurang kehidupan. Mencuri, memakai narkoba, semua sudah pernah kulakukan. Padahal, saat itu usiaku baru menginjak 15 tahun. Pergaulan adalah salah satu faktor terjerumusnya diriku.
Semua itu bermula saat aku masuk SMA. Namanya juga laki-laki, pasti tak peduli siapapun orangnya, selalu di temani. Dan itulah kesalahanku, tidak memilih-milih teman.
Aku Ukkasyah Dafala. Sulit ya, namaku? Tenang, tak usah panggil Ukkasyah, tapi panggil saja aku Dafa atau Dapa. Teman-temanku selalu memanggilku dengan sebutan itu.
Saat itu, masih masa MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Dan itu awal aku bertemu dengan Sandi. Kupikir, dia adalah seorang anak nakal yang seperti biasanya. Ternyata aku salah besar.
Sandi menepuk pundakku saat kakak pendamping tengah menjelaskan acara MPLS yang akan dilakukan 2 hari ke depan di depan kelas.
"Woy! Diem-diem bae lo!" serunya dari belakang. Aku pun refleks berbalik.
"Cuma menghargai orang yang lagi jelasin di depan."
Sandi menyunggingkan bibirnya, "sok iye lo!"
"Serius gue."
Terlihat Sandi melirik kursi yang ada di sebelahku. "Lo duduk sama siapa?"
"Sendiri, pan gue jomlo." Jawabku sembari bercanda.
"Njirrr ... ngapa jadi curhat?"
"Eh ... itu yang di belakang, dari tadi saya liat kalian asyik banget ngobrolnya. Keluar kalian!" seruan itu berasal dari seorang perempuan, dia adalah kakak pendampingku saat MPLS. Jangan pernah ganggu dia, karena orangnya galak.
"Bangsat lu! Jadi dikeluarin 'kan kita," umpatku kepadanya.
"Selo aja ngapa sih!"
Sumpah! Kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatku cengo. Bagaimana bisa hari pertama MPLS sudah membuat masalah? Sudah kupastikan, kedepannya aku akan selalu terikat dengannya. Dia bangkit lalu berdiri sejajar di sampingku.
"Yok!" Aku menghela kasar. Akhirnya aku mengikuti Sandi berjalan keluar dari kelas itu. Sandi hanya santai berjalan melewati mereka semua dengan tampang tak bersalah. Aku hanya menggelengkan kepala.
Tanpa sadar, aku terus mengikutinya sampai kebelakang sekolah. "Ngapain kesini?"
"Ya terserah gue lah. Lagian lo ngapain ngikutin?"
"Gue juga bingung."
"Stres lo kayaknya."
Sandi duduk di bawah pohon. Sepertinya jarang sekali orang melewati tempat ini. Karena sudah tak terurus. Banyak rumput-rumput liar, kursi dan meja yang sudah tak terpakai karena rusak lalu dibuang kesini, dan banyak lagi. Sepertinya tempat ini sebagai tempat nongkrongnya anak-anak nakal di sekolah ini. Lihatlah, banyak sekali puntung rokok disini. Aku berjalan mendekati sebuah botol kaca yang sudah kosong, dan itu sangat menyita perhatianku.
Aku mengambil botol itu, dan aku sangat terkejut karena botol itu adalah bekas minuman keras. Aku melemparnya ke sembarang arah dan kembali kepada Sandi yang tengah santai menyembulkan asap ke udara.
"Lo perokok?" tanyaku sambil berkacak pinggang.
"Seperti yang lo liat," jawabnya santai. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala, kemudian kembali melihat sekitar.
"Kenapa? Lo gak perokok emang?" tanya Sandi.
Aku berbalik dan duduk disampingnya, "gue perokok, cuma gak terlalu aktif. Paling kalo pengen aja atau gak buat nenangin diri."
"Oh, lo mau?" tawar Sandi sambil menyodorkan sebuah kotak rokok dan pemantik
Aku menggeleng keras"Enggak deh."
"Kenapa?"
"Gak mau aja. Ngomong-ngomong kok lo tau tempat ini?"
"Udah sering gue kesini. Dulu waktu SMP gue jarang berteman sama yang sebaya. Temen gue kebanyakan anak SMA, termasuk SMA Laskar Gemilang."
Aku bersekolah di SMA Laskar Gemilag, sekolah dengan ribuan penghargaan yang disematkan.
"Emang jarang ada yang lewat ya?"
"Menurut lo aja, siapa sih yang mau lewat di tempat gak keurus kek gini."
Daffa terlihat berpikir, "jangan bilang itu botol, punya anak SMA Laskar Gemilang?"
"Emang, kemarin gue pesta sama temen-temen gue."
"Ngeri juga permainan lo."
"Nikmati aja dulu dunia, tua baru tobat."
"Anjay ... kalo lo matinya besok gimana bego? Lo kira malaikat bisa nego,"
"Kalo bener, itu berarti bukan keberuntungan gue!"
"Ada aja balasan lo, bangsat!"
"Yakin lo gak mau?"
"Boleh deh."
Aku pun mengambil sebatang rokok dari sebuah kotak dengan merek yang tak asing bagi kalian, dengan simbol huruf A di depannya. Kemudian dia memberikan pemantik api kepadaku. Aku dengan senang hati menerimanya, karena menurutku tak apalah, hitung-hitung perkenalan dengan teman baru. Ya walaupun caranya salah.
Aku menghisapnya dan menyembulkan asap ke udara. Tiba-tiba jantungku berdetak dengan tak karuan. Bukan karena aku melihat orang yang kusukai, tapi aku juga tak tau alasannya. Ada rasa euforia di tubuhku. Akhirnya aku bertanya pada Sandi. "Kenapa gue jadi aneh?" Tanyaku sembari memegang pelipis.
"Kayaknya gue salah kasih deh, Itu ganja!"
"Bangsat,"
"Udah lo rasain aja"
Aku ingin menyudahinya, tapi entah kenapa aku ingin menghisapnya lagi dan lagi. Sampai-sampai aku tertidur dengan bersandar di sebuah pohon.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Selamat Pagi, Siang, Sore, malam, dan terima kasih buat kalian yang udah baca cerita aku 🙏🏻Jangan lupa vote dan komen yakk!!!
Jangan lupa follow Ig diatas ya👆 Untuk cast bakal aku up diInstagram pribadi aku.
Salam dari Pohon👽
Wattpad: PohonBeringin123
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukkasyah Dafala
Teen Fiction"Ku kira setelah keluar dari jurang kehancuran itu, kehidupanku berubah. Ternyata hanya berkurang, karena selalu menjadi goresan yang sulit dihapuskan dari ingatan seseorang" ~Ukkasyah Dafala