Sejak waktu itu, aku menjadi sering memakainya. Aku menggunakan uang jajanku untuk membeli barang-barang haram itu.
Sekarang aku sudah beralih dari ganja, aku memakai metafetamina atau yang sering kalian sebut sabu-sabu. Dan ya, aku memulainya karena ajakan dari Sandi. Sebenarnya aku tak mau terjerumus seperti ini. Tapi apalah dayaku, nasi sudah menjadi bubur. Dan sulit untuk kembali ke semula. Aku hanya berharap, Tuhan mendatangkan seseorang yang bisa menuntunku keluar dari jurang ini.
Aku pernah sakau saat tak mendapatkan barang-barang itu. Dan akhirnya aku dan Sandi menghalalkan segala cara agar dapat mengkonsumsinya.
Sandi mengajakku untuk mencuri di sebuah rumah besar nan megah. Itu pertama kalinya aku mencuri. Dan tentu saja, upaya yang kami lakukan berjalan dengan mulus. Sandi menjual barang-barang yang kami curi berupa perhiasan yang aku tidak tahu berapa beratnya ke seseorang yang ku pikir adalah penadah.
Dengan mencuri di rumah itu, kami berhasil mendapatkan sekitar 50 juta. Sandi pun memberikanku uang sebesar 25 juta. Ya, Sandi membagi 2 hasil saat kami mencuri tadi.
Dengan uang itu, aku membeli sabu-sabu, dan sisa uang itu aku simpan. Malam itu aku merasa nyaman, tenang, karena malam itu kami berpesta narkoba. Kami memakainya melebihi dosis biasanya.
Aku tak tahu, setelah ini aku akan mati atau tidak. Tapi, aku sudah siap jika Tuhan langsung memasukkan ku ke neraka.
Aku kira uang senilai puluhan juta itu cukup untuk biaya beberapa bulan ini. Ternyata aku salah, uang itu habis dalam waktu 2 minggu saja. Karena aku rutin setiap harinya memakai benda haram itu.
Jangan salah sangka aku memakainya di rumah. Tidak! Walaupun aku nakal, aku tak ingin membuat ibuku khawatir. Setelah mencuri aku meminta izin kepada ibuku agar aku bisa menginap di rumah Sandi. Padahal, kami pergi ke basecamp tempat dimana kami aman mengkonsumsi barang itu.
Jangan kira kami hanya berdua yang tinggal di rumah itu. Karena di sana juga terdapat teman-teman Sandi yang sama seperti kami.
Suatu hari, Sandi kembali mengajakku untuk mencuri. Hatiku mengatakan tidak, tapi Sandi tetap berusaha membujukku.
"Ayolah, lumayan untuk ntar malam."
Aku mulai berfikir, "enggak enak perasaan gue, njir."
"Kebanyakan gak enak lo! Jadi kapan enaknya? Namanya juga maling, pasti selalu merasa gak enak, goblok!"
"Yaudah deh, ayo. Tapi, aman kan? Gini-gini gue gak mau nyakitin perasaan ibu gue."
"Santuy, apa sih yang gak Sandi tau di dunia ini."
"Kebanyakan lo!"
Kami pun mengendarai sebuah sepeda motor. Jangan kira kami menggunakan motor sport seperti tokoh-tokoh cerita yang sering kalian baca, kami bukan anak orang kaya. Bahkan kami menggunakan motor bodong ---- motor yang dibeli dari seorang penadah curanmor tanpa kelengkapan surat. Ibaratnya kami hanya membeli motor dan kuncinya saja.
Sandi menunjukkan rumah yang akan kami masuki. Tapi, kami harus mengintainya terlebih dahulu. Mungkin sekitar 3 kali kami melewati depan rumah itu. Setelah terasa aman, Sandi memarkirkan sepeda motor itu di bawah pohon.
"Saatnya beraksi cuy!" Seru Sandi dan langsung memakai penutup wajahnya. Aku pun menyunggingkan senyum tipis dan langsung memakai penutup wajah milikku. Tak lupa, aku membawa linggis sebagai alat jika sewaktu-waktu di perlukan.
Kami berjalan mengendap-endap dengan sesekali melihat sekeliling, takut-takut jika ada yang melihatnya. Sandi pun memanjat pagar, melihat sekilas rumah yang akan kami masuki. Setelah dirasa aman, Sandi pun langsung turun. Dari balik pagar, Sandi menginterupsiku agar ikut masuk. Dan ya, aku pun dengan segera memanjat pagar tersebut.
Dimana-mana maling tak mungkin masuk lewat pintu, jadi aku dan Sandi berusaha mencari jendela yang tepat agar dapat kami masuki. Sandi berjalan ke jalan yang cukup sempit disamping rumah tersebut. Akhirnya dia mendapatkan satu jendela tanpa besi pelindung di dalamnya. Dengan gerakan cepat kami menggunakan linggis agar dapat merusak sedikit jendela tersebut agar kami dapat masuk ke dalamnya.
Kreak. Tak perlu menunggu lama, akhirnya jendela itupun terbuka. Aku dengan cepat masuk disusul oleh Sandi. Kami mulai berjalan perlahan, karena ruangan ini agak gelap. Walaupun mereka dapat berjalan dan memandang, tapi bisa saja mereka tak sengaja menyenggol sesuatu dan membuat benda itu terjatuh.
Aku membuka salah satu pintu kamar yang menurutku kamar utama. Dan ya, pikiran ku benar. Kamar itu milik suami istri yang tengah lelah dan tertidur di sana. Aku membuka lemari mencari beberapa perhiasan yang mungkin saja di simpan di sana. Sedangkan Sandi berusaha membuka laci-laci kecil di nakas tersebut.
Setelah kami mendapatkannya, aku dan Sandi dengan cepat keluar dari kamar tersebut dan bersiap-siap untuk kabur dari sini. Kami berjalan mendekati jendela tempat kami masuk sebelumnya. Tiba-tiba saja lampu ruangan itu menyala. Dengan cepat kami berbalik, sepertinya keberuntungan tidak berpihak kepada kami saat itu. Seseorang yang kami lihat saat dikamar tengah tidur kini berada dihadapan kami dengan mengacungkan senjata api kearah kami.
"Angkat kedua tangan kalian atau saya tembak kalian sekarang!" seru laki-laki itu sembari menodongkan pistolnya.
Laki-laki itu sedikit demi sedikit mendekat seraya menyunggingkan senyum tipisnya, "Kalo mau maling tuh, dipikir dulu. Ini rumah siapa? Berani sekali kalian mencuri di rumah polisi."
Aku yang sudah tak tahu harus berbuat apa. Tubuhku pun, melemas. Perhiasan yang ada ditangan ku pun jatuh berhamburan dilantai. Tak butuh waktu lama, polisi pun datang meringkus kami berdua. Aku tak tau apa yang akan aku katakan pada ibuku kelak. Aku tak ingin dia khawatir, aku tak ingin dia marah padaku.
Dengan cepat kedua tangan ku diborgol oleh seorang polisi yang menggunakan pakaian santainya. Begitupun dengan Sandi yang kini diam membisu. Kami pun digiring keluar dari rumah tersebut. Diluar, sudah banyak kerumunan masa sedang melihat kami. Aku hanya menunduk menyembunyikan wajah ku yang kini sudah tak pakai penutup wajah. Aku takut ada seseorang yang mengenaliku dan dia akan memberitahukan semuanya pada ibuku.
"Masuk kalian!" Seru polisi tersebut menyuruh kami untuk masuk ke dalam mobil tahanan.
Aku hanya menurutinya, aku tak tahu harus berbuat apa. Yang kuinginkan hanya satu, jangan sampai ibuku tahu. Sudah itu saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Selamat Pagi, Siang, Sore, malam, dan terima kasih buat kalian yang udah baca cerita aku 🙏🏻Jangan lupa vote dan komen yakk!!!
Jangan lupa follow Ig diatas ya👆 Untuk cast bakal aku up diInstagram pribadi aku.
Salam Dari Pohon👽
Wattpad: PohonBeringin123
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukkasyah Dafala
Teen Fiction"Ku kira setelah keluar dari jurang kehancuran itu, kehidupanku berubah. Ternyata hanya berkurang, karena selalu menjadi goresan yang sulit dihapuskan dari ingatan seseorang" ~Ukkasyah Dafala