Sepulang sekolah, Delvin dan Alecia langsung pulang ke rumah. Tak perlu keluyuran kesana-kemari. Mereka segera masuk kekamar mereka masing-masing.
Delvin mengganti seragamnya menjadi kaos hitam dan celana pendek longgar ala pemain futsal. Diambilnya plastik putih dengan logo 'Gramedia' dari lemari yang berisi sebuah novel yang Alecia inginkan sejak dua minggu lalu. Delvin jarang memberi hadiah secara langsung kepada Alecia, sekalipun jika ingin memberi ia harus memiliki sebuah alasan. Delvin lebih memilih untuk menyuruh Sheila untuk memberikannya dan mengatasnamakan Sheila juga. Namun hari ini ia akan memberikan secara langsung, karna kini ia punya alasan untuk memberi novel itu.
Setelah mengganti baju, Alecia rebahan sambil memainkan handphonenya. Ia men-scroll instagram dan menonton video-video singkat. Saat sedang asyik-asyiknya, terdengar suara ketukan pintu.
"Ci, gue masuk ya." Tanpa menunggu jawaban apapun Delvin langsung masuk dan menutup kembali pintu tersebut. Ditangannya ada plastik Gramedia.
"Mau ngapain lo?" Alecia melihat Delvin lalu fokusnya teralihkan melihat plastik Gramedia ditangan Delvin.
"Buat lo," jawabnya singkat lalu meletakkan plastik yang dari tadi menjadi perhatian Alecia itu diatas meja belajar.
Alecia bangkit dan berjalan menuju meja belajarnya. "Plastik Gramed?" tanyanya bingung.
"Apa nih?" Alecia membuka plastik itu tanpa perlu izin dari Delvin. Betapa terkejutnya dia saat membuka plastik yang ternyata berisi novel yang dua minggu lalu sudah ia lirik.
"AAAHKKK!!" Alecia berteriak lalu memeluk novel itu riang. Ia tersenyum menatap novel itu lalu mengelus covernya lembut.
Delvin mencoba menahan senyumnya ketika melihat tingkah Alecia. Ia tetap memasang tampang diam dan terlihat cool. "Baik kan gue." Delvin tersenyum tipis dan menaikkan sebelah alisnya. Alecia mengangguk cepat kembali mencium aroma novel baru yang sangat khas.
Seketika kegiatan Alecia terhenti seperti ia tersadar akan sesuatu. "Tumben baik. Curiga gue." Alecia menyipitkan matanya tanda ragu atas perlakuan Delvin sekarang. "Pasti ada maunya ini." ditunjuk-tunjuknya Delvin dengan jarinya sambil menatapnya ragu.
"Tuh pinter." Delvin menarik kursi dekat meja belajar lalu duduk diatasnya diikuti Alecia yang ikut menarik satu kursi lainnya untuk diduduki.
"Mau apa? PR lo mau gue kerjain?" terka Alecia cepat masih mengusap-usap cover novel itu.
"Lusa si Edgar ulang tahun," mulai Delvin sedikit ragu-ragu. Edgar adalah teman se-ekskul Delvin dan orangtua Delvin sering bekerjasama dalam urusan bisnis bersama orangtua Edgar. Sehingga membuat mereka sangat akrab.
"Lah terus?" tanya Alecia, walau sebenarnya ia sudah tau topik ini mengarah kemana.
"Dia ngundang gue sama teman-teman. Dan lo pasti tau kalau gue harus bawa seseorang." tak sedetik pun Delvin melihat ke arah Alecia.
"Jadi ceritanya lo mau ngajak gue buat jadi cewek jadi-jadian lo. Kayak yang biasa lo lakuin setiap ada acara." Sudah dua kali Delvin menjadikannya pacar jadi-jadian hanya untuk menemaninya pergi ke acara ulangtahun temannya. Tak mungkin pula Delvin pergi seorang diri tanpa ditemani seseorang disaat temannya yang lain punya pacar untuk diajak. Alhasil, ia memanfaatkan keberadaan Alecia karna Delvin selalu menjomblo di sepanjang hidupnya.
"Iya," jawab Delvin singkat masih tak berani melihat Alecia.
"Kenapa lo gak cari pacar aja? Gue yakin whatsapp lo rame sama chat cewek tapi lo nya sok! Sok kegantengan. Balasin kek sekali-sekali. Manatau ada yang cocok." mendengar ucapan Alecia, sontak membuat Delvin melihat Alecia dengan tatapan sedikit tak suka
KAMU SEDANG MEMBACA
DELVIN
Teen FictionTinggal bersama Delvin memang merepotkan. Namun, seandainya bisa memilih antara tinggal dengannya atau tidak. Aku akan memilih untuk tinggal dengannya. Cover by Pinterest