2. Awan Dirga Bagaskara

179 99 97
                                    

Keringat yang bercucuran tak membuat lelaki bertubuh tinggi itu berhenti. Ia terus menendang samsak yang ada di depannya tanpa menggubris seseorang yang sedari tadi menunggunya sambil berteriak meminta lelaki itu untuk berhenti.

"Oy, Dirga! besok lagi 'kan bisa, ini udah jam lima sore."

Ya. Awan Dirga Bagaskara. Seorang atlet Taekwondo yang tengah mendapat beasiswa penuh di salah satu universitas negeri. Lelaki jenius dengan bakat beladiri nya yang banyak disegani orang-orang. Tak terkecuali oleh gurunya sekalipun.

Ia juga lumayan terkenal dikalangan perempuan karena parasnya yang tampan. Bahkan mendekati sempurna. Alis tebal, hidung mancung, tatapan mata yang selalu menyorot tajam, dan bibir indah yang membuat siapapun pasti terpikat. Dirga adalah potret lelaki jenius dengan visual yang sempurna.

"Yaudah, balik," ucap Dirga akhirnya.

Ia memukul samsak sekali lagi sebelum melangkah mendekati temannya yang sudah menunggunya sejak lama.

"Lo selalu dapat juara, terus ngapain capek-capek latihan kalau ujung-ujungnya lo yang menang juga?"

Dirga memukul kepala temannya itu, "Woy, Pon, Bukan berarti gue jadi sok jago dan akhirnya nggak latihan!"

"Ah, lo merendah mulu," balas Popon lalu berdiri dari duduknya. "Gua cabut dulu."

Popon beranjak meninggalkan Dirga. Padahal ia sendiri yang menunggu Dirga sampai selesai latihan. Namun, ia juga yang akhirnya pulang lebih dulu. Dasar.

"Hm," Dirga hanya menjawab seadanya.

Lelaki itu kemudian melepas atasan Dobok (pakaian taekwondo) lalu mengenakan kaos putih polos yang tadi ia letakkan diatas tasnya sebelum latihan.

Matahari mulai tergelincir dan menghilang. Langit yang redup kebiruan menandakan hari akan segera berganti. Dirga menyampirkan tas di bahunya lalu keluar dari aula latihan. Ia menyapa satpam yang tengah sibuk membenarkan tali sepatu, sebelum akhirnya lelaki jakung itu sampai di parkiran dan menghampiri sepeda tuanya.

ಥ⌣ಥ

Lampu-lampu jalanan mulai menyala. Seperti menyambut kepulangan Dirga yang tengah mengayuh sepedanya dengan santai. Sambil bersenandung kecil, ia melihat-lihat sekitar. Nampak beberapa toko pinggir jalan sudah mulai tutup. Namun, Beberapa pedagang Mie ayam dan nasi goreng baru saja membuka warungnya.

"Astaga!"

Dirga mengerem sepedanya secara mendadak. Namun, karena terlalu mendadak lelaki itu kehilangan keseimbangan. Alhasil, ban belakang sepedanya bergesekan dengan aspal hingga timbul suara berdecit dari ban tersebut dan berakhir sepeda itu menimpa Dirga yg terjatuh terlebih dahulu.

"Aw!" pekiknya.

Seorang gadis yang hampir saja ditabrak oleh Dirga terkejut lalu segera menghampiri lelaki itu.

"Eh, maaf, mas!" kata gadis itu. Ia membantu Dirga berdiri.

Lelaki itu sudah bangkit dan menoleh kearah gadis yang hampir saja ia tabrak dengan kesal. Lututnya terasa perih karena mencium aspal dengan mesranya. Untung saja jalanan cukup sepi saat itu, hanya sebagian orang yang sibuk menutup kedainya dan orang-orang yang sepertinya baru saja pulang dari kerja. Dan, sepertinya gadis di hadapannya ini pun sama seperti orang-orang kebanyakan.

"Lain kali kalau mau nyeberang liat-liat dulu. Jangan langsung jalan aja." celetuk Dirga.

Lelaki itu segera mengambil sepedanya yang tergeletak dijalan. Ia menatap kearah gadis itu sejenak sebelum menaiki sepedanya.

"Iya, mas. Kamu nggak apa-apa, kan?" tanyanya khawatir.

Terdengar suara medok dari mulut gadis itu. Matanya nampak menyapu kearah sepeda untuk melihat bagaimana kondisi sepeda yang Dirga naiki. Sejurus kemudian ia menghela nafas, nampak lega karena sepertinya tidak ada yang lecet.

"Sekali lagi, maaf. Aku bakal lebih berhati-hati lagi."

Hei, suara gadis itu terdengar lucu di telinga Dirga. Kenapa ia baru menyadarinya?

Dirga melirik dan menatap gadis yang ternyata tengah menatapnya juga. Gadis tersebut langsung tersenyum ketika Dirga menatapnya. Membuat getaran hebat yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Aneh. Ini pertama kalinya Dirga bertemu dengan gadis itu. Namun, rasanya seperti ia akan merindukannya.

ಥ⌣ಥ

Dirga merutuki dirinya sendiri. Merasa menyesal mengapa hari itu ia terlalu gengsi untuk bertanya siapa nama gadis di perempatan jalan yang hampir saja Ia tabrak. Seharusnya ia membuang rasa gengsinya itu jauh-jauh dan menanyakan nama serta alamat gadis itu tinggal.

Tapi, apa itu terdengar sopan jika ia langsung menanyakan alamat? Akkhh, Dirga mengacak-acak rambutnya frustasi.

Lagipula, seorang Dirga tidak pernah menanyakan nama seseorang terlebih dahulu. Selama ini, dirinya lah yang selalu diajak berkenalan dan bukannya mengajak seseorang berkenalan. Jadi, wajar saja ia merasa gengsi.

Namun, akhirnya Dirga merasa kesal juga karena gadis perempatan itu tidak bertanya siapa namanya. Harusnya, dugaan Dirga tentang gadis itu yang akan bertanya terlebih dahulu itu benar. Namun, dugaannya salah total. Gadis perempatan itu benar-benar pergi begitu saja tanpa menghiraukan Dirga yang bingung saat itu.

Eh, tunggu Sebentar. Apa Dirga sudah menjuluki gadis itu? Gadis perempatan? Kenapa harus repot-repot menjuluki gadis yang hanya Dirga temui sekali? Ini membuatnya gila.

Semenjak hari itu, Dirga tidak pernah lagi bertemu gadis perempatan tersebut. Gadis yang memenuhi pikirannya hanya karena senyuman yang membuatnya seperti tersengat aliran listrik.

RADIO [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang