vii. ini bukan akhir

585 123 21
                                    

[ eksistensi pelipur lara ]

⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

⠀⠀
﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋

“udah baikan sekarang?”

daru masih menemaniku, dia yang ingin. selepas menerima undangan yang berhasil mengejutkanku, daru sepertinya tau bahwa aku butuh dia. aku butuh mengumpulkan seluruh kekuatanku untuk mulai berjuang lagi.

damar, secepat itukah kamu melupakanku? padahal perjalan untuk menghapusmu dari benakku belum ada setengah jalan. tapi kamu sudah melangkah jauh ke depan.

harusnya aku senang, kan? bukankah dengan begini aku sudah mendapat alasan untuk melupakan? bukankah dengan begini aku mendapat sebuah kepastian?

damar, kamu akan menikah. sebuah tujuan yang kamu janjikan padaku dulu, sebelum akhirnya relasi kita sudah kehilangan arah. entah siapa pemudi beruntung itu. tapi semoga saja kamu tidak mengulangi kesalahanmu di masa lalu, damar. semoga kamu tak lagi mendua dan semoga kamu bisa memahami istrimu kelak yang tak bisa kau lakukan padaku dulu.

aku menghela nafas kemudian mendongakkan kepala. netraku langsung bertubrukan dengan netra daru yang menyiratkan sorot khawatir. dalam hati merasa beruntung, kalimat yang pernah dikatakan ibuku kembali mengudara dalam benakku,

Tuhan akan menggantikan seluruh sedihmu dengan hal baik ke depannya. Dalam setiap proses untuk tumbuh, pasti ada penghadang di tiap jalan. Penghadang itu hanya sebagai perantara ujian tuhan. Itu untuk sekadar membuktikan, bisakah kamu bertahan atau bahkan mundur secara perlahan?

aku memasang kurva di pigura, “aku sudah baikan. terima kasih sudah mau membuang waktumu untuk menemaniku, daru.”

mungkin alasan tuhan mengakhiri ceriteraku dengan damar karena masih ada pemuda tulus yang mau mengerti aku. nyatanya masih ada sesosok pemuda yang bersedia menyediakan bahu untukku bersandar dari segala keluhan, dan pemuda itu tak lain adalah daru.

aku telah membuang waktu dengan terpaku dengan damar, yang bahkan sudah menyingkirkan namaku dari benaknya. aku telah menyia-nyiakan daru yang bahkan tak pernah mengeluhkan perihal kebiasaanku melamunkan damar saat bersamanya. namun selagi aku belum terlambat, aku ingin membalas seluruh ketulusan yang dilakukan padaku.

ini bukan akhir, luna. ini adalah awal yang baru, dan kamu akan memulai lembar pertama ceriteramu dengan daru.

﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋





end.

eksistensi pelipur lara, hendery ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang