Empat

24 2 0
                                    

Fika menangis histeris, ia mengacak- acak semua benda yang ada di dekatnya. Bi Inah kelimpungan, ia takut Nyonya besarnya berbuat hal yang nekat. Pernah suatu hari, Fika marah besar karena Salsya hilang entah kemana. Sampai- sampai ia akan bunuh diri, untungnya Salsya cepat ditemukan dan Fika tidak jadi bunuh diri.

Semua barang habis di lemparkan Fika. Gelas, piring dan alat- alat elektronik berserakan dimana- mana. Keadaan rumah sangat kacau- balau bak kapal pecah. Bi Inah membersihkan sisa- sisa pecahan kaca tersebut dan membuangnya ke dalam wadah plastik besar.

Jam menunjukkan pukul 12.00 WIB. Fika berjalan ke dalam kamarnya dan kembali menangis dengan keras. Tidak puas, ia kembali mengacak- acak barang yang ada di dalam kamarnya sendiri. Ia mengambil sebuah figura yang didalamnya ada gambar Salsya, Revan, Sinta, Hendra dan dirinya sendiri tengah tersenyum lebar menatap kamera.

Lantas, apakah hal itu yang membuat Fika berubah dari Fika yang baik hati menjadi Fika yang egois dan juga keras kepala? Jawabannya adalah Iya.

Lima tahun yang lalu, Sinta, kembaran Salsya hilang di bawa oleh penculik. Saat itu keadaan rumah sedang sepi, hanya ada Salsya dan Sinta. Sedangkan Hendra sedang bekerja dan Revan belum pulang sekolah. Fika tengah mengambil makanan ringan di dapur, begitu kembali Sinta sudah tidak ada, hanya ada Salsya yang menangis sesenggukan.

Fika menjatuhkan wadah berisi makanan itu dan langsung berlari sambil berteriak dengan keras,"Sinta? Kamu dimana nak? Sinta?"

Hendra kemudian melaporkan kejadian itu ke Polisi dan sampai saat ini belum juga terkuak, siapa dalang di balik penculikan Sinta.

Sejak saat itu Sinta tidak pernah ditemukan dan hal itu membuat Fika frustasi.

Fika menangis, sedetik kemudian bibirnya membentuk lengkungan, ia tertawa lebar menyentuh permukaan kaca figura itu.

"Sinta? Kamu kemana aja? Mama kangen sama kamu. Pulang ya, Mama mohon," ujarnya tertawa sambil meneteskan air mata.

Ia kembali meletakkan figura itu dan beranjak membuka jendela kamar yang berada di lantai dua. Dari balkon rumahnya terlihat seorang lelaki muda dengan dua orang wanita tengah bergandengan tangan menuju rumahnya.

Fika menghapus jejak air matanya secara kasar dan langsung turun ke lantai bawah.

Cklek...

Revan membuka pintu utamanya dengan hati- hati. Ia melirik kedua wanita itu dan tersenyum,"Ayo masuk!" titahnya kemudian.

Salsya mengangguk," Ayo Ra," ujarnya menggandeng tangan wanita yang bernama Rara.

Rara mengangguk pelan, keduanya berjalan memasuki rumah tanpa melirik Fika. Sebelumnya, Fika mencekal pergelangan tangan Rara sambil tersenyum nanar.

"S- Sinta?" Air di pelupuk matanya kembali menggenang,"Ini Mama Nak, ini Mama," Fika menggenggam tangan Rara dengan sangat erat.

Rara tersenyum kikuk,"Maaf Tante, saya Rara bukan Sinta," jelasnya menunduk.

"Enggak ... enggak, kamu itu Sinta, anak saya yang hilang!" tegas Fika. Ia berusaha memeluk Rara, namun ia urungkan karena Rara ditarik paksa oleh Salsya.

Sorot mata Fika berubah menjadi tajam seperti elang. Melihat hal itu Rara kembali menunduk, ia takut dengan wanita paruh baya itu. Sementara, Salsya bersikap acuh, ia kembali menarik tangan Rara dengan sedikit paksaan.

Salsya membawa Rara ke dalam kamarnya, ia merebahkan diri ke atas kasur queen sizenya. Rara diam mematung,"Ra, oi!" Salsya menimpuk kepala Rara dengan bantal soft miliknya.

"Eh, iya?" Rara tersentak saat sebuah benda lembut mendarat di atas kepalanya. Ia tersenyum kikuk memainkan kakinya yang terbalut kaos kaki.

"Ayo sini, duduk," kata Salsya menepuk- nepuk kasur itu dengan agak keras. Rara mengangguk dan duduk di samping Salsya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SALSYA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang