⚠️ trigger warning: Gang-raped scene and a lot of harsh words.
Felix terus berlari tanpa arah dengan baju piyama putih polos miliknya. Beberapa kancingnya dibiarkan terbuka begitu saja. Kaki telanjangnya sudah dipenuhi luka lecet karena tidak dibalut apapun namun terus dibawa lari tanpa henti. Wajahnya pun begitu pucat karena terlalu lama berlari.
Ia terus mempercepat langkah kakinya sambil sesekali melihat ke arah belakang. Memastikan tak ada yang mengikuti. Setelah cukup jauh, ia berhenti. Jatuh terduduk pada aspal jalanan yang terasa kasar dan dingin. Jalanan saat itu begitu lenggang dan sepi. Lagipula ini masih dini hari, belum banyak orang yang terbangun.
Felix duduk dan terus menerus menghirup oksigen sebanyak mungkin. Ia tidak tau apakah dia sudah cukup berlari atau belum, namun ia sudah terlalu lelah. Ia pikir ia bisa berhenti sejenak sampai tenaganya terisi kembali nanti dan ia akan melanjutkan "pelariannya".
Felix bersender pada sebuah tiang tinggi yang ada di sekitar jalanan itu. Sepertinya ia berada di kawasan perumahan kumuh yang berlokasi lumayan jauh dari rumahnya.
Ia menatap langit yang terlalu gelap saat itu. Tak ada bulan maupun bintang yang menemaninya.
Apa benda-benda di langit pun terlalu jijik untuk sekadar muncul dan menemaninya barang sebentar?
Padahal niatnya ingin membuat sebuah permohonan pada bintang jatuh. Tapi apa? Bintang saja tidak sudi mempelihatkan dirinya, apalagi memohon pada bintang jatuh?
Ahh..Felix lupa jika dirinya tak pantas untuk membuat sebuah permohonan. Bahkan pada satu bintang jatuh sekalipun.. Ia sudah terlalu berdosa dan begitu menjijikan. Ia yakin dosanya sudah tak bisa diampuni. Seringkali Felix merasa tak pantas untuk berdoa menghadap pada sang Maha Kuasa.
Bagaimana caranya untuk memantaskan diri jika dunia sudah tak berpihak lagi pada pendosa sepertinya?
Semilir angin berhembus menembus piyama tipis milik Felix. Dinginnya begitu menusuk namun Felix hanya abai. Ia terlalu lelah untuk bisa merasa dingin saat itu. Yang ia inginkan saat ini hanyalah tidur.
Matanya mulai terasa berat. Namun sepertinya ia belum diizinkan untuk memejamkan kedua matanya saat ini.
Felix kembali terjaga saat mendengar sepasang langkah kaki. Ah bukan sepasang. Ini...bunyi beberapa langkah kaki. Sepertinya ada sekelompok orang yang mendekat.
Ia berusaha berdiri dan pergi dari sana. Namun sepertinya terlambat. Orang-orang asing itu sudah melihatnya.
Ah, Felix sangat mengetahui apa arti pandangan sekelompok orang-orang itu. Pandangan melecehkan yang paling ia benci.
Jika kalian pikir mereka adalah sekelompok laki-laki paruh baya berkumis dengan perut buncitnya, maka kalian salah. Sekelompok orang di hadapannya adalah remaja kelebihan hormon yang masih berani berkeliaran di jam segini dengan masih menggunakan seragam sekolah mereka.
Salah satu orang dari kelompok itu mendekat ke arah Felix. Tangannya dengan kurang ajar mengusap pipi Felix dengan gerakan yang sensual.
"Wahh... indah sekali.." Ucap lelaki itu menatap Felix dengan intens.
Felix tau ia tidak bisa melakukan apapun. Ia sudah menganalisis keadaan saat itu, dan tak ada celah sedikitpun untuknya bisa kabur dari sana. Sekelompok remaja itu membuat lingkaran mengelilingi Felix. Menatapnya dengan tatapan lapar. Jika mereka hanya sekelompok remaja biasa berjumlah lima orang, itu tak akan jadi masalah bagi Felix. Felix yakin ia masih bisa menghajar para berandal kelebihan hormon itu.
Tapi tidak. Ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun di saat sekelompok orang yang mengelilinginya saat ini berjumlah lebih dari itu.
Tidak, Felix tidak boleh terlihat lemah di saat-saat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vicious || HyunLix (HIATUS)
Fanfiction"Ada apa dengan mulutmu itu Lee? Perlukah aku membungkam mulutmu dengan bibirku?" "Kalau begitu lakukan, Inspektur." "Oh ya, aku lebih menyukai cara kasar ketimbang sekadar kecupan manis Inspektur Hwang Hyunjin yang terhormat." Tantang Lee Felix den...