sambil meredam gamang dalam sukmanya, si nona mala kini berdamai dengan baureksa setelah seharian bergelut dengan naas yang berkesimuk-persetan dengan num sarwa.dia takut laut dalam.
ditepis oleh realita dimana si nautikal punya banyak kesan yang lekat-melekat dalam sukmanya yang kelewat pasif.
seseorang ikut berkisah bersama dari belakang.
"nih minum."
melva mengulurkan tangannya, menerima sekaleng minuman yang pahit tertelan dosa. salivanya buta, tak peka dengan rasa.
darren mengikis sekat.
hanya nabastala yang mengerti.
cuma si adam yang paham, hidup merancu terombang-ambing gelombang layar hingga tenggelam membiru bersama dengan tirta bisu sang apatis yang paling bengis.
"kenapa keliatan sedih? kamu bisa cerita sama aku."
melva menoleh sedikit, menyerongkan empunya yang membuat rona jingga di barat sana bergerak masuk menusuk netra.
si gadis lebih memilih untuk menggeleng.
"beneran?"
sedikit bicara, darren lantas mengecup pipi si puan.
"jangan sedih lagi ya."
kelopak mata yang baru saja mengerjap tak enggan menatap dirgantara yang semu jingga dimakan temaram pilu. pancarona pijaran si bagaskara bagai reinkarnasi kembali dengan para manusia yang merintih tentang masing-masing darah yang sudah dibawa menjelajah.
darren menarik hasta si puan, menyeretnya mendekat ke tubir landai dan membaur dengan hempasan riak air laut.
beringat secuil sanubari nafara yang menggagas dirinya jadi si penakut laut.
disambut aristokratis si gelombang penguasa ujung senja. tangannya mengerat pada seragam milik nabastala yang lusuh dicakau.
"darren, kamu tau kan aku takut laut?!" sang nona puspa mengerang di rungu tuan. mencoba menjauh dari sentuhan dingin sekuasanya.
darren membalasnya dengan tawa, makin mengeratkan rengkuhan pada si hawa. menyalurkan dirinya lewat tautan hangat dengan intensi meredam gamang dalam sukma melva.
"iya tau. makannya diam."
melva menyangkal luluh, sesekali melempar layu yang mulai membekas dalam dalihan intuisi.
"terus kenapa ngajak aku ke tempat kayak gini?"
deruan kawan frekuensi yang silih berganti menampakkan diri lewat curahan senja si nabastala jingga di angkasa. soraknya hampir mencekat rongga bersamaan dengan hasta yang tak mau lepas bertaut beranjak menyela.
"biar aku yang jadi penyembuh buat hal-hal yang bikin kamu takut."
lagi-lagi melva meruntun asimilasinya. "darren."
"iya?"
dia menahan pilu di setiap sudut labium yang hampir memberontak berisak.
"angkasa bilang ke aku, kalau tadi siang kamu ngajak rena makan bareng.
aku nggak masalah.
tapi tadi, bukannya kata kamu lagi sibuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
abstrak.
Fanficau ft. huang renjun ❛gelibatnya abstrak dalam cerita si nona. ©jenossaurus, 2020