iii

157 39 7
                                    

menjamu afeksi seraya mengemban luka yang ditorehkan oleh si anak manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

menjamu afeksi seraya mengemban luka yang ditorehkan oleh si anak manusia. celah jarinya ia tautkan, menopang dagu sambil memejamkan netra. sesekali terlintas banyak guratan-guratan maya yang bernaung lewat angan. ia mendengus napas kasar. riuh frustasi tertangkap nyata di rungu, lepas pulang sekolah ini dia masih terpaku di tanah, belum beranjak mencurahkan beban kepada si dirgantara yang semu abu di atas pelataran sekolah.

hastanya meraih tas yang berisi buku-buku tebal, sebagian besar berisi soal-soal latihan ujian. lusuh menghiasi tiap pinggir lembarannya, cocok sekali sore ini untuk sendu menatap mereka yang belum pernah disinggahi guliran kisahnya.

melva masih tenggelam dalam lagu yang beralun kala si taruni itu memasang earphone di telinganya. playlist yang didominasi nada-nada pilu selalu jadi opsi utama dengan resonansi teramat pelan-hingga ia masih bisa menangkap suara yang baru saja datang berlabuh, "selamat sore, nona."

tatapannya layu kala sosok familiar dengan garis lengkung di piguranya muncul menghalangi awangannya.

"sore, darren."

si tuan menampilkan binar di manik yang makin mengiris sukma. binar yang selalu ada di setiap cerita bahagia. bagi melva, semua tentang darren semu dalam sketsa, aksaranya selalu mati tiap kali dia menyapa gatra dalam prosa, katanya selalu bisu tiap kali dia menimbulkan si tuan nabastala di isi kepala.

"masih marah sama aku?"

melva mengulum labium, mendengus kasar seraya melepaskan earphone yang menyumpal telinga. sulit sekali bersuara, lautan berawainya tak kunjung reda dalam tasdik, sayap-sayap yang ia jadikan tumpuan untuk terlihat baik-baik saja perlahan mulai patah terbalut rasa yang semakin kelu dirundung sayu. "masih."

"maaf ya."

hastanya ditautkan dengan sang adam, jujur-melva setuju kalau darren sangat pengertian. darren selalu luar biasa, termasuk meninggalkan lara dalam atma. dia bisa semuanya, sungguh. "kamu ada apa ke sini?"

"mau ketemu kamu, hari ini aku nggak lihat kamu hampir seharian. tadi mau pulang, kebetulan lihat kamu masih di sini. pulang sama aku ya?"

"nggak makasih, aku duluan ya." si gadis lantas menampilkan senyum segaris, melepaskan tautannya dengan berat hati. ia beranjak dari kursi namun masih termangu kala nabastala menahannya bergulir meninggalkan bayangan semu.

"kita nggak selesai kan?"

"menurut kamu?"

distraksi yang terkunci dalam diri, darren benar-benar tidak bisa mengalihkan tema dalam untaian yang sempat tersusun dan hilang tanpa titik, "nggak. kita baik-baik aja."

"bahkan setelah aku tau kamu pernah nge-date sama rena diam-diam?"

"kita nggak ada masalah."

nafara merotasikan bola matanya, legam. dia makin keruh kalau masih enggan untuk mengalah. dia menghela napas menanggapi dengan setengah hati. menahan isak yang sudah mencekik rongga, dalam hatinya setengah percaya dengan ucapan si tuan barusan. "terserah kamu, darren."

dia mulai membuat jarak, melangkahkan tungkainya bagai berjalan tanpa atma. garis-garis yang tersusun oleh titik perkara skenario nan sempat hilang ikut beriringan tertunduk di bawah kuasa realita.

lumrah, hakikat tak selalu selaras dengan nafsi.

celah-celah kata yang terjeda dicuri oleh si taruna dengan gugatannya sebelum bayangan si puan tenggelam dengan bumantara yang bertamu dengan kelabu.

"kita cuma break. kita rehat, bukan selesai."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

abstrak.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang