Dalil-Dalil Tentang Adanya Karamah Wali

9 2 0
                                    

Ketetapan adanya karamah para wali dinyatakan oleh dalil-dalil dari Al-Qur’an, khabar, atsar, dan dalil aqli (rasio).
1. Dalil Al-Qur’an
Ada banyak ayat yang dijadikan pegangan mengenai hal ini:

Dalil 1
Kisah Maryam dalam QS Ali ‘Imran [3]: 37 di atas, sebagaimana telah dijelaskan di muka maka tidak akan kami ulangi lagi di sini.

Dalil 2
Kisah ashabul kahfi yang tertidur selama 309 tahun, namun tetap selamat dari malapetaka. Allah melindungi mereka dari panas matahari, seperti termaktub dalam firman Allah, Dan kamu mengira mereka itu terjaga, padahal sebenarnya mereka tidur (QS Al-Kahfi [18]: 18). Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong ke arah kanan gua (QS Al-Kahfi [18]: 17).

Sebagian orang menetapkan adanya karamah wali berdasarkan firman Allah, Berkatalah seorang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Padahal orang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab dalam ayat tersebut adalah Nabi Sulaiman a.s., maka tidak benar mengambil dalil dengan ayat ini.

Al-Qadhi menanggapi masalah ini, “Di antara ashabul kahfi atau pada zaman mereka pasti ada seorang nabi, karena tidur mereka yang begitu lama bertentangan dengan kebiasaan manusia, sebagaimana seluruh mukjizat yang ada.” Menurut saya, tidurnya ashabul kahfi yang begitu lama mustahil merupakan mukjizat salah seorang nabi, karena tidur bukanlah kejadian yang luar biasa untuk disebut sebagai mukjizat.

Banyak orang tidak mempercayai kejadian ini, karena mereka tidak mengetahui bahwa ashabul kahfi adalah orang yang jujur dalam pengakuannya kecuali bahwa mereka tinggal di dalam gua selama itu. Orang-orang mengetahui bahwa mereka yang datang pada masa itu telah tertidur selama 309 tahun. Keseluruhan syarat ini tidak terpenuhi, jadi tidak mungkin mengklasifikasikan kejadian tersebut dalam kategori mukjizat salah satu nabi, cukuplah dianggap sebagai karamah dan ihsan para wali.

2. Khabar Nabi Saw.
Khabar 1
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Saw. bersabda,

“Hanya ada tiga bayi yang bisa bicara, yaitu Isa a.s., bayi pada masa Juraij (seorang ahli ibadah), dan seorang bayi lainnya.” Kisah Nabi Isa a.s. telah diketahui secara luas. Sementara Juraij adalah seorang ahli ibadah di kalangan Bani Israil yang memiliki seorang ibu. Pada suatu hari ketika Juraij sedang shalat, sang ibu mengetuk pintu dan memanggilnya, “Juraij!” Juraij kebingungan, “Tuhan, manakah yang lebih baik, melanjutkan shalat atau menjawab panggilan ibu?” Juraij memutuskan untuk tetap melanjutkan shalatnya. Sang ibu lalu memanggil untuk kedua kalinya, tetapi Juraij tetap melanjutkan shalatnya. Sampai panggilan ketiga, Juraij tetap kukuh melanjutkan shalatnya dan tidak menghiraukan panggilan ibunya.

Sang ibu marah, lalu berdoa, “Ya Allah, jangan biarkan dia mati, sampai ia bertemu seorang pelacur.” Di tempat Juraij tinggal, ada seorang pelacur yang berkata pada beberapa orang, “Aku akan menggoda Juraij, sampai ia mau berzina denganku.” Pelacur itu mendatangi Juraij tetapi ia tidak mampu berbuat apa-apa. Suatu malam, seorang penggembala beristirahat di gubugnya. Ketika lelah, pelacur itu merayu penggembala, dan terjadilah perzinaan antara keduanya. Pelacur itu kemudian melahirkan seorang bayi dan mengaku, “Ini anak Juraij.” Bani Israil lalu mendatangi Juraij, menghancurkan rumahnya dan mencaci-makinya. Kemudian Juraij shalat dan memanjatkan doa, hingga bergeraklah bayi itu.

Abu Hurairah berkata, “Sepertinya aku melihat Nabi Saw. bercerita dengan mengacungkan tangan ketika beliau berkata, “Hai bocah, siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Penggembala itu.” Akhirnya Bani Israil menyesali perbuatan mereka terhadap Juraij dan mengucapkan janji, “Kami akan membangun rumahmu dari emas atau perak.” Akan tetapi Juraij menolak tawaran mereka dan membangun rumahnya seperti semula.

Bayi lain yang bisa bicara adalah seorang bayi yang sedang menyusu kepada ibunya. Lalu lewatlah seorang pemuda tampan berparas elok. Sang ibu berdoa, “Ya Allah, jadikan anakku seperti dia.” Kemudian bayi itu menyahut, “Ya Allah, jangan jadikan aku seperti dia.” Lewat lagi seorang perempuan yang diisukan sebagai pencuri, pezina, dan residivis. Sang ibu berdoa, “Ya Allah, jangan jadikan anakku seperti dia.” Bayi itu menimpali, “Ya Allah, jadikan aku seperti dia.” Sang ibu bertanya-tanya tentang celoteh anaknya. Si bayi berkata, “Pemuda itu orang yang suka bertindak sewenang-wenang, aku tidak ingin jadi seperti dia. Sementara perempuan yang diisukan sebagai pelacur itu bukanlah seorang pelacur, ia diisukan sebagai seorang pencuri, padahal ia bukan pencuri, dan ia hanya berkata, “Cukuplah Allah sebagai pelindungku.”

Jami'karamatul Auliya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang