BAGIAN 1

476 15 0
                                    

Seekor kuda hitam dengan tubuh tinggi gagah, berjalan perlahan-lahan membawa seseorang berbaju serba hitam juga. Kepala orang itu diselubungi kain hitam, hingga menutupi seluruh wajahnya. Dia duduk terangguk-angguk di punggung kuda hitamnya, seakan tidak peduli ke mana arah yang akan dituju. Sedikit pun dia tidak memperhatikan sekitarnya.
Sementara siang ini matahari bersinar teramat terik. Seakan dengan sinarnya seluruh makhluk yang hidup di atas permukaan bumi ingin dibakarnya. Begitu terik dan menyengatnya hingga pepohonan tampak mengering. Rerumputan terlihat meranggas, seperti tak akan pernah lagi tumbuh di atas tanah yang mulai merengkah karena tak tersentuk air.
"Hieeegkh...!" Entah kenapa, tiba-tiba saja kuda hitam itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi ke atas. Dan pada saat itu juga, tangan kiri orang berbaju serba hitam yang menunggang kuda mengibas, tepat di saat terlihat sesuatu yang bercahaya kuning keemasan melesat cepat bagai kilat ke arahnya.
Bet!
Lengan baju yang besar dan longgar, mengibas benda kunjng keamasan itu seperti kipas. Sehingga benda kuning keemasan itu terpental ke samping kiri, dan langsung menghantam sebongkah batu yang berada tidak jauh di sebelah kiri penunggang kuda hitam itu. Lalu...
Glarrr...!
Seketika itu juga, terdengar ledakan dahsyat menggelegar. Kontan saja kuda hitam itu terkejut, langsung meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi ke atas. Akibatnya orang yang menunggangi terpaksa harus melompat ke atas, langsung berputaran beberapa kali di udara. Dan dengan gerakan begitu indah, kedua kakinya menjejak di atas tanah berdebu yang merekah terbakar. Sedangkan kuda tunggangannya sudah melesat cepat meninggalkannya.
"Keparat...!" geram orang berbaju hitam itu kesal. Orang itu langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari orang yang tiba-tiba menyerangnya tadi. Tapi tidak seorang pun terlihat di tempat ini, selain dirinya sendiri. Hanya bebatuan dan pepohonan yang meranggas saja terlihat di sekitarnya. Tapi ketika wajahnya yang tertutup kain hitam itu tertuju lurus ke depan, mendadak saja....
Wusss...!

"Hap!" Cepat orang berselubung kain hitam itu melenting ke atas, ketika tiba-tiba saja terlihat sebuah benda bercahaya kuning keemasan kembali melesat begitu cepat bagai kilat, menerjang ke arahnya. Dan benda itu melesat, lewat sedikit di bawah kedua lelapak kakinya. Beberapa kali tubuhnya berputaran di udara, kemudian dengan gerakan manis sekali kedua kakinya kembali menjejak tanah.
Pada saat itu juga, terlihat sebuah bayangan berkelebat cepat tidak jauh di depannya. Tanpa membuang-buang waktu lagi, orang besbaju longgar serba hitam itu, cepat melesat dengan kecepatan tinggi. Langsung dikejar bayangan yang terlihat hanya sekilas itu. Cepat sekali gerakannya, hingga bentuk tubuhnya lenyap seketika. Dan yang terlihat hanya bayangan hitam berkelebat begitu cepat, melewati sebongkah batu sebesar kerbau.
"Hap! Yeaaah...!" Sambil berteriak nyaring, orang itu melesat ke atas sebongkah batu besar. Lalu hanya dengan menotokkan sedikit ujung jari kakinya saja di atas permukaan batu, tubuhnya kembali melesat cepat mengejar bayangan hijau yang berkelebat di depannya.
"Hiyaaa...!" Kembali orang itu berteriak keras. Kekuatannya langsung dikempos, hingga melesat ke atas. Cepat sekali lesatannya, hingga akhirnya mampu melewati bayangan hijau yang berkelebat cepat pula, melintasi beberapa buah batu besar menuju sebuah hutan yang meranggas kering. Tampak orang berbaju hitam longgar itu melakukan beberapa kali putaran di udara, lalu manis sekali menjejakkan kedua kakinya di tanah.
"Hap!"
"Oh...?!"
"Siapa kau?! Kenapa kau menyerangku tanpa alasan...?!" Begitu dalam dan dingin nada suara orang berbaju serba hitam yang tidak terlihat wajahnya.
Sedangkan di depannya berdiri seseorang bertubuh ramping, terbungkus baju ketat berwarna hijau. Wajahnya sulit dikenali, karena mengenakan sebuah cadar wama hijau yang agak tebal. Hanya kedua bola matanya saja yang terlihat, karena tidak tertutup cadar. Tapi dari bentuk tubuhnya, sudah bisa dipastikan kalau dia seorang wanita yang berkulit putih halus.
Sedangkan orang berpakaian serba hitam yang seluruh kepalanya ditutupi kain hitam seperti penderita penyakit kusta, sudah bisa dipastikan adalah laki-laki. Itu bisa diterka dari suaranya yang besar dan berat.
Untuk beberapa saat, kedua orang itu terdiam saling berdiri berhadapan berjarak sekitar lima langkah. Tidak ada seorang pun yang membuka suara. Bahkan pertanyaan dari orang berbaju hitam itu sama sekali tidak dijawab penyerangnya.
Sorot mata wanita bercadar hijau itu sangat indah, namun terlihat begitu tajam, seakan hendak menembus langsung ke balik kain kerundung hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajah orang di depannya. Dan perlahan wanita bercadar hijau itu menggeser kakinya ke kanan beberapa langkah. Namun sorot matanya masih tetap terlihat begitu tajam menusuk.
"Siapa kau, Nisanak? Kenapa menyerangku?" tanya laki-laki berbaju serba hitam itu lagi, masih dengan nada terdengar besar dan berat. Seakan-akan dari suaranya mengandung suatu penderitaan yang teramat berat.
"Hhh! Kau tidak perlu tahu, siapa aku. Serahkan saja dirimu. Atau, kau akan mati di sini!" ketus sekali jawaban wanita bercadar itu.
"Hm.... Aku tidak kenal denganmu, Nisanak. Kenapa kau ingin membunuhku?"
"Banyak omong! Hiyaaat...!" Tanpa banyak bicara lagi, wanita bercadar hijau itu langsung saja melompat menyerang. Pedangnya yang sejak tadi tergantung di pinggang cepat dicabut, dan langsung dikibaskan tepat mengarah ke batang leher yang tertutup kain hitam pekat itu.
Bet!
"Haiiit...!" Namun dengan gerakan yang indah sekali, orang berbaju serba hitam yang tidak kelihatan wajahnya ini, cepat menarik kakinya ke belakang sambil mengegoskan kepala. Hingga tebasan pedang lawannya hanya lewat saja di depan tenggorokannya. Dan pada saat itu juga, tubuhnya cepat merunduk sambil mengibaskan tangan kanannya ke depan. Seakan dia ingin memberi satu sodokan ke perut wanita ini.
"Hih!" Bet!
Untung saja wanita bercadar hijau itu cepat melompat ke belakang, sambil mengebutkan pedangnya ke depan perut. Tindakan itu membuat lawannya terpaksa harus cepat menarik tangannya. Dan tanpa diduga sama sekali, orang berbaju serba hitam itu memutar tubuhnya sambil melompat ke depan. Dan saat itu juga, dengan kecepatan bagai kilat diberikannya satu tendangan berputar yang begitu cepat, sehingga....
"Ikh...?!" Wanita itu memekik kaget. Dia berusaha menghindar dengan melompat ke samping, tapi tanpa diduga sama sekali laki-laki berbaju serba hitam itu sudah lebih cepat melepaskan satu pukulan lurus dengan tangan kiri yang begitu cepat Akibatnya, wanita itu tidak dapat lagi berkelit menghindar. Dan...
Begkh!
"Akh...!" Wanita itu kontan memekik keras agak tertahan dengan tubuh terpental ke belakang, begitu pukulan lurus tangan kiri lawannya bersarang tepat di dada sebelah kanan.
Dan pada saat itu juga, laki-laki berbaju serba hitam ini sudah melesat cepat mengejar sambil berteriak lantang menggelegar. Bagaikan kilat dilepaskannya satu tendangan menggeledek yang sangat keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat serangannya, membuat wanita bercadar hijau itu tidak sempat lagi berkelit menghindar. Terlebih lagi, tubuhnya saat itu tengah melayang di udara. Dan ini membuatnya tidak mungkin lagi menghindari serangan. Maka...
Begkh!
"Aaakh...!"
Kembali terdengar satu jeritan panjang melengking tinggi. Dan tubuh ramping berbaju hijau ketat itu seketika terpental semakin deras, hingga punggungnya menghantam sebatang pohon kayu kering. Pohon itu langsung hancur berkeping-keping, sementara wanita bercadar hijau ini ambruk bergelimpangan di tanah kering meranggas terbakar matahari. Terdengar lagi pekikan agak tertahan, saat tubuh yang ramping itu jatuh menghantam tanah dengan keras.
Sementara laki-laki berbaju serba hitam itu sudah berdiri tegak memandangi lawannya yang berusaha bangkit berdiri. Namun belum juga bisa berdiri, segumpal darah kental berwarna agak kehitaman sudah terlompat keluar dari mulutnya yang tertutup cadar kain hijau.
"Hoaaakh...!" Sambil memegangi dadanya yang terasa sesak, wanita itu berusaha bangkit berdiri. Dan baru saja bisa berdiri, lawannya sudah melompat bagai kilat sambil mengibaskan tangan kiri ke wajah yang tertutup cadar. Begitu cepat gerakannya, hingga wanita ini tidak sempat lagi menghindar. Dan....
Bret!
"Auwh...!" Hanya sekali saja mengibaskan tangan, laki-laki berbaju serba hitam itu sudah berhasil merenggut cadar yang dikenakan wanita lawannya. Dan saat itu juga, terlihat seraut wajah cantik bagai seorang dewi yang baru turun dari kahyangan. Laki-laki berbaju serba hitam itu tampak tertegun, melihat lawannya ternyata seorang wanita yang berparas begitu cantik. Hingga untuk beberapa saat dia terdiam, memandangi dari balik selubung kain hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya.
"Keparat..! Kubunuh kau, Iblis...!" geram wanita itu berang, karena wajahnya sudah dapat diketahui.
"Hiyaaat!" Tanpa banyak bicara lagi, wanita berbaju hijau ketat itu langsung melompat. Tidak dipedulikan lagi luka yang diderita dalam dirinya. Cepat sekali tubuhnya melesat, langsung membabatkan pedangnya ke batang leher laki-laki berbaju serba hitam longgar yang tidak kelihatan wajahnya.
"Haps!" Tapi hanya dengan mengegoskan kepala sedikit saja, laki-laki itu bisa mengelakkannya. Dan cepat sekali tangan kirinya bergerak menyodok ke a rah perut. Namun sebelum sodokannya sampai, wanita berbaju hijau ini sudah memutar pedangnya ke bawah. Sehingga lawannya terpaksa harus cepat menarik pulang sodokannya.
"Hiyaaa...!" Sambil berteriak nyaring, wanita cantik berbaju hijau itu melenting ke atas. Dan dengan kecepatan bagai kilat, dilepaskannya satu tendangan menggeledek yang disertai pengerahan tenaga dalam, tepat ke arah dada lawannya. Meskipun sudah mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya, tapi tendangan wanita cantik berbaju hijau itu masih juga dapat dielakkan hanya dengan mengegoskan tubuhnya saja.
"Hup! Yeaaah...!"
Dan sebelum wanita cantik itu bisa turun, cepat sekali laki-laki berbaju hitam longgar ini sudah melenting ke atas mengejarnya. Dan dengan gerakan cepat sekali, dilepaskannya satu pukulan keras menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi. Begitu cepat serangannya, hingga wanita cantik ini tidak dapat lagi berkelit menghindar. Dan....
Desss!
"Aaakh...!"
Kembali wanita itu menjerit, begitu dadanya terkena pukulan yang sangat keras dan mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu kerasnya, membuat tubuhnya yang ramping terpental jauh ke belakang, dan keras sekali menghantam tanah kering dan berdebu ini. Saat itu juga terdengar kembali pekikan tertahan. Tampak wanita itu bergelimpangan beberapa kali di tanah. Tubuhnya yang berkeringat, jadi kotor oleh debu yang menempel.
Sementara laki-laki berbaju serba hitam yang wajahnya tidak kelihatan itu, sudah kembali meluruk deras mengejar sambil mengeluarkan teriakan keras menggelegar. Sementara tangan kanannya sudah terkepal naik, hingga sejajar bahu. "Hiyaaat...!"
Tidak ada lagi kesempatan bagi wanita itu untuk berkelit menghindari serangan. Dan dia hanya bisa mendelik, melihat arus serangan yang begitu cepat dahsyat luar biasa. Begitu dahsyatnya, hingga kepalan tangan kanan laki-laki berbaju serba hitam itu terlihat jadi memerah seperti terselimut api. Namun di saat pukulan itu sedikit lagi menghantam tubuh wanita muda ini, mendadak saja terlihat sebuah bayangan putih melesat dengan kecepatan bagai kilat, menyambar tubuh wanita muda yang sudah tergolek tidak berdaya lagi. Dan....
"Keparat..!"
Laki-laki berbaju serba hitam itu jadi mengumpat geram setengah mati, melihat calon korbannya tiba-tiba saja lenyap bagai tersambar setan. Akibatnya pukulan yang sangat dahsyat itu hanya menghantam tanah kosong, tempat wanita itu tadi tergeletak tidak berdaya. Begitu dahsyatnya pukulan itu, membuat tanah yang terhantam jadi terbongkar hingga membuat lubang cukup besar. Debu langsung membubung tinggi ke angkasa, bersama gumpalan tanah yang terbongkar dan rerumputan kering.
"Setan! Ke mana kau, perempuan jalang...!" bentak laki-laki itu berang setengah mati. Tapi wanita itu bagaikan lenyap tertelan bumi saja. Sedikit pun tidak terlihat, ke mana perginya. Bahkan bayangannya sekali pun. Yang terlihat tadi hanya sebuah bayangan putih berkelebat, menyambar wanita itu dengan cepat. Sulit diketahui, dari arah mana datangnya bayangan itu. Dan ke arah mana perginya. Kepala yang terselubung kain hitam itu bergerak ke kanan dan ke kiri, sepertinya tengah mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Dia memang berusaha mencari wanita yang tadi hampir saja hancur terkena pukulannya yang sangat dahsyat itu. Tapi tidak terlihat seorang pun lagi di tempat ini. Hanya gundukan bebatuan dan pepohonan yang meranggas kering saja yang terlihat di sekitarnya. Laki-laki berbaju hitam ini semakin gusar saja. Sambil mengumpat dan memaki kesal, kakinya melangkah menghampiri kudanya yang sejak tadi menunggu agak jauh dari tempat pertarungan itu. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak saja....
"Berhenti kau, Singa Gurun...!"
"Heh...?!" Setengah mati laki-laki berpakaian serba hitam ini terkejut, ketika tiba-tiba saja terdengar bentakan keras menggelegar dari belakang. Cepat tubuhnya berbalik.
Pada saat itu juga, terlihat sebuah bayangan hijau berkelebat cepat ke arah laki-laki berbaju serba hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya dengan kain hitam. Begitu cepat bayangan itu berkelebat, sehingga orang berpakaian serba hitam yang tadi dibentak dengan panggilan Singa Gurun jadi tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan....
Plak!
"Akh...!" Orang berpakaian serba hitam itu jadi terpekik, ketika badannya terasa seperti dihantam sebuah palu godam yang beratnya ribuan kati. Seketika, Singa Gurun terpental ke belakang deras sekali. Dan punggungnya langsung menghantam sebongkah batu sebesar kerbau. Begitu kerasnya, hingga batu itu hancur berkeping. Sedangkan Singa Gurun terus jatuh bergelimpangan di antara pecahan batu.
Beberapa kali laki-laki berpakaian serba hitam itu bergulingan di tanah, kemudian cepat melompat bangkit berdiri. Dan pada saat kedua kakinya baru saja menjejak tanah, kembali terlihat bayangan hijau melesat bagai kilat menerjangnya. Tapi kali ini Singa Gurun tidak ingin lagi kecolongan untuk kedua kalinya. Cepat tubuhnya indenting ke kiri dan berputaran dua kali di udara, menghindari terjangan bayangan hijau itu.
"Hap!" Manis sekali Singa Gurun menjejakkan kedua kakinya kembali ke tanah, dan secepat itu pula tubuhnya berbalik Pada saat itu juga, bayangan hijau yang menyerangnya tadi juga bergerak berputar. Tapi melihat orang yang diserang langsung memasang sikap menanti serangan, orang yang berpakaian serba hijau itu jadi mengurungkan niat untuk kembali menyerang. Dan dia berdiri tegak dengan jarak sekitar dua batang tombak.
"Rampayak...," desis laki-laki berpakaian serba hitam dingin dan pelan. Begitu pelannya, hampir tidak terdengar telinganya sendiri. Dari balik kain kerudung yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya, Singa Gurun menatap laki-laki berusia setengah baya bertubuh tegap berotot, tengah berdiri tegak berjarak sekitar dua batang tombak di depannya.
Tampak di pinggang sebelah kiri, tergantung sebilah pedang berukuran sangat panjang. Dia juga menatap tajam, seakan hendak menembus kain kerudung hitam yang menutupi seluruh wajah orang di depannya. "Tidak ada gunanya kau menyamar seperti orang kusta, Singa Gurun. Ke mana pun pergi, aku tetap akan mencarimu untuk menagih hutang nyawa saudaraku!" terdengar dingin sekali nada suara laki-laki setengah baya yang berbaju warna hijau ketat dan dikenal sebagai Rampayak itu.
"Hm.... Aku tidak ada urusan denganmu, Rampayak," desis orang berpakaian serba hitam yang disebut sebagai Singa Gurun tidak kalah dinginnya.
"Phuah! Apa katamu, heh...?! Apa kau sudah melupakan perbuatanmu pada saudaraku di Gunung Katung...? Apa kau sudah melupakan semua perbuatan iblismu itu, hah...?! Buka kerudung jelekmu itu, Singa Gurun! Agar aku bisa melihat tampangmu yang jelek!" bentak Rampayak pedas.
Tapi Singa Gurun tetap saja diam membisu. Sedikit kepalanya diangkat ke atas, hingga cahaya kedua bola matanya terlihat di balik kerudung hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya. Begitu tajam berbentuk bulat seperti mata seekor singa berwarna kehijauan. Sorotan mata yang aneh ini terlihat sangat tajam. Seakan ingin melumat remuk seluruh tubuh Rampayak bulat-bulat.
Tapi tatapan mata yang sangat tajam itu malah dibalas Rampayak dengan sorot yang tidak kalah tajamnya. Hingga untuk beberapa saat, mereka saling berdiam diri membisu dan hanya saling bertatapan tajam. Seakan mereka sedang mengukur tingkat kepandaian yang dimiliki masing-masing.
"Dengar, Rampayak.... Semua yang terjadi di Gunung Katung bukan keinginan dan kesalahanku. Saudaramu sendirilah yang memulai. Dia menantang dan ingin membunuhku. Apakah aku salah kalau berusaha membela diri...?" datar sekali nada suara Singa Gurun.
"Aku tidak pandai bersilat lidah sepertimu, Singa Gurun. Kita tuntaskan saja urusan ini sekarang juga. Dan aku tidak akan berhenti mengejarmu, kalau belum melihat darahmu mengalir dan tubuhmu jadi santapan anjing-anjing liar!" bentak Rampayak kasar, sambil menyemburkan ludahnya dengan berang.
"Hm.... Kau belum pantas untuk berhadapan denganku, Rampayak! Pergilah.... Belajarlah dua puluh tahun lagi, sebelum benar-benar mampu untuk berhadapan denganku," ujar Singa Gurun tetap datar suaranya terdengar.
"Setan...! Rasakan pedangku ini! Hiyaaat..!"
Cring!
Kemarahan Rampayak langsung memuncak, saat dirinya direndahkan begitu rupa. Sambil membentak lantang diiringi teriakan keras menggelegar, pedangnya langsung saja dicabut sambil cepat melompat menyerang. Secepat kilat pula pedangnya dibabatkan langsung ke arah batang leher orang berpakaian serba hitam ini.
"Hap!" Namun Singa Gurun sama sekali tidak berusaha menghindari serangan. Dan tanpa diduga sama sekali, kedua telapak tangannya dikatupkan, tepat di saat mata pedang yang berkilatan tajam itu hampir menebas lehernya. Dan tepat sekali kedua telapak tangan yang langsung merapat itu menjepit mata pedang Rampayak.
"Keparat! Hih...!" Rampayak jadi geram setengah mati mendapati pedangnya sudah terkunci di antara kedua telapak tangan lawannya yang merapat di depan tenggorokannya sendiri. Dengan pengerahan seluruh kekuatan tenaga dalam, Rampayak mencoba menarik pedangnya.
Tapi sedikit pun pedang itu tidak bergeming. Bahkan tanpa diduga sama sekali, Singa Gurun menghentakkan kaki kirinya ke depan tanpa merubah sikap tubuhnya sedikit pun juga. Begitu cepat sentakan kaki orang berbaju serba hitam yang longgar ini membuat Rampayak jadi terbeliak kaget setengah mati. Maka cepat tubuhnya melenting ke atas, tanpa melepaskan genggaman pedang yang masih terjepit di antara kedua telapak tangan lawannya.
"Yeaaah...!" Saat tubuhnya berada di atas ini, Rampayak cepat berputar dengan bertumpu pada pedangnya sendiri. Lalu cepat sekali dilepaskannya satu pukulan berputar dengan tangan kiri, yang diarahkan langsung ke kepala lawannya.
"Haiiit..!" Namun hanya sedikit saja Singa Gurun mengegoskan kepala, serangan Rampayak dapat dihindari dengan mudah. Dan tiba-tiba saja kedua tangannya yang menjepit pedang dihentakkan ke atas. Begitu kuat tenaga dalamnya yang dikerahkan, hingga membuat tubuh Rampayak jadi terlempar tinggi ke angkasa. Sudah barang tentu Rampayak jadi tersentak kaget setengah mati. Tapi dia tidak sempat lagi menguasai keseimbangan tubuhnya yang melesat tinggi ke angkasa, bagai hendak menembus gumpalan awan di langit Dan pada saat itu juga....
"Hup! Hiyaaat..!"
Singa Gurun tiba-tiba saja melesat cepat bagai kilat ke atas, mengejar lawannya yang masih belum bisa menguasai keseimbangan tubuhnya. Dan sebelum Rampayak bisa menyadari, tahu-tahu Singa Gurun sudah melepaskan satu pukulan keras lurus dengan tangan kanan. Begitu cepat serangannya, hingga membuat Rampayak tidak sempat lagi menghindarinya.
Begkh!
"Aaakh...!"
Bruk! "Akh...!"
Rampayak kembali memekik keras, ketika tubuhnya mantap sekali terbanting di tanah. Dan tubuhnya bergulingan beberapa kali di tanah yang merekah pecah dan berdebu ini, sebelum bisa melompat bangkit berdiri. Tapi pada saat itu juga, segumpal darah kental berwarna agak kehitaman menyembur keluar dari mulutnya. Dan tubuhnya jadi limbung seakan-akan kedua kakinya tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya yang tegap dan berotot ini.
"Keparat...! Phuih!"
Rampayak menggeram sambil menyemburkan ludahnya yang bercampur darah. Tangan kirinya memegangi dadanya. Sungguh keras pukulan yang diterimanya tadi, membuat tulang dadanya sebelah kiri seakan remuk. Rasanya begitu nyeri, membuat mulutnya meringis kesakitan.

***

136. Pendekar Rajawali Sakti : Singa GurunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang