BAGIAN 7

216 17 0
                                    

Kedua bola mata Rangga kontan jadi terbeliak dengan mulut ternganga. Seakan tidak dipercayai apa yang disaksikan ini. Bramasati yang dikenal berjuluk Singa Gurun dan selalu mengenakan kain selubung hitam itu, kini membuka kain hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya. Hingga kini tampak jelas seperti apa raut wajahnya. Inilah yang membuat Rangga jadi terperanjat setengah mati. Tidak disangka kalau kepala dan wajah Bramasati bukan kepala dan wajah manusia, melainkan kepala dan wajah seekor singa yang sangat menyeramkan.
Meskipun seluruh tubuhnya berbentuk manusia. Hanya sebentar saja Bramasati membuka kain hitam yang menyelubungi seluruh kepala dan wajahnya yang mengerikan. Kembali dikenakannya kain hitam itu untuk menutupi wajahnya. Tapi itu sudah membuat Rangga jadi terpana, tidak bisa lagi mengeluarkan kata-kata sedikit pun.
Hingga untuk beberapa saat, Pendekar Rajawali Sakti jadi terdiam membisu. Dan terus memandangi Singa Gurun ini, seakan masih belum percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya tadi. Sungguh sukar diterima akal pikiran manusia biasa. Bramasati yang bertubuh manusia dan memiliki kepandaian seperti layaknya manusia, tapi kepala dan wajahnya adalah seekor singa mengerikan.
"Sekarang kau sudah tahu, kenapa aku selalu menghindari orang, Rangga. Wajahku yang tidak seperti layaknya orang kebanyakan inilah yang membuatku tidak bisa hidup layak," kata Bramasati datar.
Sedangkan Rangga hanya bisa diam membisu. Dia tidak tahu apa yang akan dikatakannya, karena sama sekali tidak menduga kalau Bramasati adalah manusia setengah singa. Semula Rangga hanya menduga kalau julukan Singa Gurun hanya berupa julukan belaka, seperti layaknya para tokoh rimba persilatan. Tapi rupanya julukan itu karena memang seluruh kepala dan wajah Bramasati adalah berbentuk kepala singa yang sangat mengertikan.
"Kelainan yang ada pada diriku inilah yang membuat semua orang memusuhiku. Mereka menganggap, aku ini jelmaan iblis yang akan menghancurkan dunia. Padahal aku sama seperti mereka. Aku hanya manusia biasa. Hanya kepalaku saja yang berupa kepala singa," sambung Bramasati, seakan mengeluh dengan keadaannya yang tidak wajar ini.
"Aku bisa merasakan penderitaanmu, Ki," desah Rangga pelan.
"Sebenarnya aku ingin seperti manusia wajar. Aku juga tidak ingin mempunyai kepala singa seperti ini," keluh Bramasati lagi.
"Tapi itu sudah takdir, Ki. Baik maupun buruk, kau harus menerimanya."
"Ya! Aku memang harus menerima kenyataan ini. Dengan kepala singa, aku harus bisa bertahan hidup. Walaupun tidak ada seorang pun yang mau menerimaku. Tapi aku punya harapan untuk bisa kembali wajar seperti orang lain, Rangga," kata Bramasati lagi.
"Kau bisa merubah wajahmu, Ki...?"
"Ya.... Dengan bantuan Raja dari Karang Setra," sahut Bramasati mantap.
"Raja Karang Setra...?" Entah kenapa detak jantung Rangga tiba-tiba jadi lebih cepat dari semula. Dan seluruh aliran darahnya terasa berdesir cepat mendengar penuturan Singa Gurun.
"Raja Karang Setra hanya manusia biasa, Ki. Rasanya tidak mungkin bisa merubah wajahmu," kata Rangga, dengan dada masih berdebar.
"Tapi ayah angkatku mengatakan, kalau wajahku ini bisa berubah dengan bantuan Raja Karang Setra, Rangga. Dan aku harus menemuinya, sebelum mati tercincang oleh orang-orang yang membenciku," kata Bramasati tegas.
"Dengan cara apa dia bisa merubah wajahmu, Ki?" tanya Rangga jadi ingin tahu.
"Menurut ayah angkatku, memang bukan Raja Karang Setra sendiri yang melakukannya. Tapi gurunya yang sudah meninggal seratus tahun lalu," sahut Bramasati.
"Orang yang sudah mati tidak akan bisa berbuat apa-apa, Ki."
"Tapi dia tidak, Rangga. Dia seorang manusia sakti laksana dewa. Kalau aku sudah bertemu Raja Karang Setra, aku akan memintanya untuk membawaku pada makam gurunya di Lembah Bangkai."
"Ah! Tampaknya kau sudah tahu banyak tentang dia, Ki," desah Rangga.
"Tidak begitu banyak, Rangga."
"Lalu, apa kau tahu namanya?" tanya Rangga lagi.
Bramasati menggeleng sambil menghembuskan napas panjang terasa begitu berat. Beberapa saat dia terdiam. Sementara Rangga masih menunggu jawaban dari pertanyaannya tadi.
"Sayang, ayah angkatku tidak mengatakan siapa namanya. Tapi aku tahu, dia bukan hanya seorang raja. Dia juga seorang pendekar yang tangguh dan digdaya. Kalau tidak salah dengar, julukannya Pendekar Rajawali Sakti," kata Bramasati, agak ragu-ragu.
Saat itu Rangga jadi terdiam. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini. Tapi yang jelas, terbetik tekad untuk membantu Singa Gurun ini mewujudkan impiannya. Hanya saja dia sulit menentukan, apakah akan membawa Singa Gurun ini ke makam Pendekar Rajawali yang sudah meninggal seratus tahun lalu...?
Sedangkan selama ini, tidak ada seorang pun yang tahu. Dan Rangga sendiri tidak pernah menceritakan tentang makam di Lembah Bangkai pada siapa pun juga. Dia terus merahasiakannya sampai saat ini, karena tidak ingin ada tangan-tangan kotor yang merusak kedamaian makam gurunya. Sedangkan dia sendiri, memperoleh ilmu-ilmu Rajawaii Sakti tidak langsung dari pemiliknya. Rangga hanya mempelajari dari kitab-kitab yang ditemukannya di dasar Lembah Bangkai. Dan hanya seekor burung rajawali raksasa saja yang menjadi pembimbingnya.
"Ki Bramasati.... Bila kau memang benar percaya kalau Raja Karang Setra mau mengantarkanmu ke Lembah Bangkai, tentunya kau sudah memiliki persiapan cukup," ujar Rangga berhati-hati.
"Apa pun yang diinginkannya, aku bersedia melaksanakan, Rangga," sahut Bramasati mantap.
"Tapi yang kutahu, tidak mudah untuk bisa sampai ke sana, Ki. Sedangkan selama ini, tak ada seorang pun yang bisa mencapai dasar Lembah Bangkai," kata Rangga menjelaskan.
"Rintangan apa pun akan kuhadapi, Rangga. Berbulan-bulan aku menjelajah, hanya untuk bertemu Raja Karang Setra. Dan aku tidak ingin mati di tengah jalan. Aku sudah bertekad harus berhasil..."
"Kalau memang itu tekadmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi sebaiknya kau tidak perlu menemui Raja Karang Setra, Ki," ujar Rangga.
"Kenapa...?" tanya Bramasati.
"Sekarang, dia tidak ada di istananya. Dia sedang mengembara entah ke mana. Tapi kalau kau memang ingin ke Lembah Bangkai, aku bisa mengantarkanmu ke sana. Hanya saja, aku tidak bisa terus mengikutmu menuruni lembah itu," kata Rangga lagi.
"Aku akan berterima kasih sekali, kalau kau bersedia mengantarkanku ke sana, Rangga. Bagiku, siapa pun yang tahu letak Lembah Bangkai, tidak menjadi persoalan. Asalkan aku bisa sampai ke sana dan merubah wajahku yang memuakkan ini," kata Bramasati mantap.
"Baiklah, Bramasati. Ayo, kuantarkan kau ke sana," ajak Rangga agak mendesah suaranya.
Dan mereka kembali melangkah tanpa berbicara lagi. Tapi terlihat kening Rangga sedikit berkerut, pertanda sedang memikirkan sesuatu. Entah apa yang menjadi beban pikirannya saat ini. Sedangkan Bramasati juga tidak berbicara lagi, dan terus berjalan mantap. Keyakinannya begitu kuat untuk bisa mengembalikan wajahnya agar seperti orang sebagaimana mestinya. Tidak dengan wajah singa seperti sekarang ini.

136. Pendekar Rajawali Sakti : Singa GurunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang