Asahi (Matahari Pagi) #1

58 8 0
                                    

Rumah Keluarga Nakano, Taito-ku, Tokyo ....

"Tadaima (aku pulang)," salamku.

Aku melepas sepatu lalu mengenakan sandal rumah.

"O-kaeri (selamat datang)." Terdengar satu balasan.

Langkahku terhenti di dekat pintu. Suara ini ....

"Baru pulang, Mayuhime?" tegur pemilik suara itu lagi.

Panggilan ini ... aku sangat mengenalnya ....

"Kenapa? Kaget, ya?"

Langkah-langkah kaki seseorang mendekatiku.

Aku tertegun. Tubuhku terpaku. Sosok itu berdiri di hadapanku. Benar! Itu Kak Shun. Tapi, bagaimana mungkin? Rasanya antara percaya dan tidak.

"Kakak ..." gumamku ragu.

"Iya, Mayuhime, kagetnya sudah cukup, ya?"

Itu memang Kak Shun! Dia tidak berubah. Dia satu-satunya yang memanggilku Mayuhime, maksudnya Putri Mayu.

Sudah lama kami tidak bertemu sejak Kak Shun pergi ke Inggris sekitar lima tahun lalu untuk melanjutkan pendidikannya. Jadi, Kak Shun sudah kembali ke Jepang, ya?

Sebenarnya aku rindu sekali kepadanya. Memang selama berpisah, kami terus berkomunikasi. Kemajuan teknologi informasi telah memudahkan setiap orang untuk melakukan komunikasi jarak jauh. Namun, rasanya tentu tetap berbeda dengan bertatap muka langsung. Ingin sekali aku menghambur memeluknya, tapi tidak jadi kulakukan karena teringat perkataanku sebelum Kak Shun berangkat ke Inggris dulu. Saat itu aku berkata bahwa aku tidak akan sedih walaupun Kak Shun pergi jauh untuk waktu yang lama.

"Aku mau pergi jauh. Boleh, tidak?"

"Boleh."

"Aku pergi cukup lama, lho ...."

"Tidak masalah!"

"Kalau aku pergi, jangan nangis, ya?"

"Tidak! Aku tidak akan menangis!"

Kenyataannya, begitu Kak Shun berangkat, aku langsung bersembunyi di kamar dan menangis lama sekali. Aku jadi geli jika mengingat betapa konyolnya tingkahku waktu itu.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Kak Shun tiba-tiba.

Anganku segera terbebas dari ingatan masa lalu. Rupanya tanpa sadar aku sudah tersenyum sendiri.

"Iie, betsu ni (tidak, bukan apa-apa)." Aku menggeleng. "Oh, iya. Kapan Kakak datang?" aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Baru saja," jawabnya enteng.

Aku langsung mengomel, "Kenapa tidak memberi kabar dulu? Terakhir kali menghubungiku, Kakak juga tidak bilang apa-apa. Kalau aku tahu Kakak akan datang, aku akan menjemput Kakak di bandara. Aku, kan ...."

"Kejutan!" seru Kak Shun memotong ocehanku.

Kata-kataku langsung terhenti. Aku merengut.

"Sudah, jangan cemberut!" Kak Shun mengeluarkan tangannya yang sejak tadi tersembunyi di balik punggung, lalu mengulurkan sesuatu ke arahku. "Ini, ada oleh-oleh untuk adikku tersayang. Cokelat kesukaanmu."

Aku hampir melompat karena terlalu senang. Segera kusambar bungkusan di tangan Kak Shun.

"Terima kasih, Kak!" ujarku sambil menimang-nimang cokelat yang masih terbungkus kertas kado itu.

Kak Shun tertawa melihat tingkahku.

"Sudah pulang, Mayumi?" Tiba-tiba ibu melongokkan kepalanya dari dapur. "Kau pasti masih ingin bersama dengan kakakmu, tapi tolong bantu ibu dulu, ya?" pintanya.

"Hai (iya)," jawabku.

Setengah berlari aku menuju dapur untuk membantu ibu. Tidak lupa kuucapkan terima kasih sekali lagi kepada Kak Shun sembari mengacung-acungkan cokelat pemberiannya.

***

AkatsukiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang