Terekam

1.3K 46 0
                                    

Aku melepas pelukan Misty. Kudengar dia sudah berhenti menangis, tidak ada suara sesenggukan lagi.

Di dalam kegelapan ini, aku benar-benar tidak bisa melihat apapun. Rasanya seperti buta.

Tanganku mulai meraba-raba benda di sekitarku. Mulai dari kursi, lalu meja, tv, hingga malah menabrak dinding.

"Misty" aku memanggilnya, daritadi aku sama sekali tak mendengar suaranya.
"Hmm" terdengar suara berdeham sebelum aku mendengar suara kursi yang bergeser.

Akhirnya..setidaknya rasa takutku berkurang. Tadi kukira Misty menghilang...

Kali ini aku harus menggunakan indra peraba dan pendengarku dengan baik. Aku mulai meraba-raba lagi benda yang ada di sekelilingku, mencari Misty.

"Aku tau kau disana, jangan main petak umpet disaat seperti ini dong! Aku tidak bisa melihat sama sekali" kataku yang berharap Misty membantuku. Tapi malah terdengar suara cekikikan yang membuatku berdecak sebal.

Aku masih berdiri, diam tak bersuara. Entah dimana aku sekarang..di depan kamar, disebelah tv, di samping meja makan, atau dimana aku tak tau(?)

Hanya seling beberapa detik, terdengar suara pintu berderak.

"Misty, kau mau kemana??" Aku langsung panik.
"Aku barusan meminta lilin dari tetangga sebelah, tidak mau kemana-mana" jawabnya yang berdiri di ambang pintu sambil membawa lilin.

Rasanya lemas mengingat siapa yang bersamaku tadi disini(?)

"Misty, cepat masuk dan letakkan lilinnya...aku takut"

Dia masuk, kemudian mengajakku duduk disebuah sofa hangat. Keheningan ini terjadi lagi. Yang bisa kudengar hanyalah detik jam, dan hewan malam yang saling bersautan.

"Sudah berapa lama kau meninggalkan rumah?" Tanyaku.
"Sudah agak lama...sejak lampu mati, lalu kau melepas pelukanmu" jawabnya santai.
"Kenapa memang?" Misty malah bertanya.
"Ah...anu..tidak apa-apa, hanya takut ditinggal sendirian. Apalagi tadi kau tidak bilang jika mau pergi"
"Soal itu aku minta maaf.." Misty menggenggam tanganku yang dingin.
"Tidur yuk!" Ajak Misty akhirnya.

Ini dia saat yang kutunggu-tunggu...melepas lelah diatas kasur. Untuk sementara melupakan masalah-masalah di dunia nyata, dan hidup di dunia mimpi yang jauh lebih indah.

Kami berdua tidur bersebelahan di atas kasur reot yang lumayan besar. Aku dan Misty sama-sama menatap lurus ke dinding atap dengan cat yang sudah memudar. Satu lampu hias yang tidak begitu besar digantung disana, membuat kamar ini terlihat makin indah.

Waktu terus berjalan. Aku terus-terusan gelisah, tak bisa tidur. Suara gadis yang kudengar tadi terekam jelas dikepalaku, dan rekaman itu seperti diputar terus-terusan.

Tidak enak jika membangunkan Misty yang sudaha tidur lelap, apalagi dia mendengkur..sudah dijamin dia sudah ada di negeri mimpinya.

Aku harus mengalahkan rasa takutku, bagaimana caranya rekaman di otakku itu harus hilang. Aku tak bisa takut terus seperti ini.

Aku mencoba menutup mataku, membayangkan sebuah lapangan berisi domba dengan bulu tebal. Aku mulai menghitungnya satu persatu. Dari baris paling depan hingga ujung belakang, semuanya kuhitung.

Kuulangi lagi. Membayangkan lagi semuanya. Sama persis. Semuanya kuhitung lagi, satu-persatu. Tiba-tiba semuanya hilang, berubah menjadi satu titik hitam yang akhirnya membesar dan membawaku ke alam mimpi.

Horror AddictTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang