8. Bisakah Kita Lebih Dekat?

48 11 0
                                    

Aku ingin menjadi angin yang menyentuh wajahmu atau lipstik yang setiap hari dipakai untuk menambah warna di bibirmu.

Aku ingin dekat ... sangat dekat denganmu.


* * *

"Pusing sedikit. Mungkin karena tadi gak sarapan."

"Aku bantu jalan, ya?" Lion baik hati menawarkan, tetapi Flower dengan halus memberikan penolakan.

"Aku bisa sendiri. Gapapa, kok."

Lion menurut, melepaskan Flower dan membiarkannya jalan tanpa bantuan. Begitu memasuki rumah, Flower langsung menuju sofa dan merebahkan diri di sana.

Lion ikutan duduk di sebelah Flower. Syukurnya sofa berwarna biru ini berukuran besar. Jadinya Flower tetap merasa nyaman.

"Muka kamu pucat banget. Aku bikinin sarapan, ya? Biar bisa minum obat."

Flower membuka mata yang entah mengapa terasa semakin berat. Walaupun sulit, dia tetap memaksa untuk tersenyum.

"I'm okay. Jangan cemasin aku."

"Jangan keras kepala, Flower. Jangan sampai kita berdebat gara-gara ini."

Flower tak bisa mencegah Lion yang sedang menuju dapur. Dia membuka kulkas, mencari bahan makanan yang bisa dijadikan sarapan. Tentunya yang sehat dan berkhasiat. Jadi mi instan dan makanan cepat saji dilewatkan.

"Kok, kamu keras kepala banget, sih? Udah tau gak tahan sama hujan, tapi masih aja sok-sokan basah-basahan. Suka banget sakit atau gimana, sih?"

"Orang lagi sakit itu diobatin. Bukan malah dimarahin."

Genta yang saat itu tengah mengaduk bubur spontan mengangkat kepala. Dengan mata yang super tajam dan bibir setipis silet ia berkata, "Oh, pinter. Udah salah, ngejawab lagi. Minta dimarahi terus?"

Flower berdecak, sedangkan Genta kembali mengaduk bubur dalam mangkuk. Dia mengangkat sendok dan mengarahkan ke mulut Flower. "Nih, makan sampai abis. Setelahnya minum obat."

"Kalau abisin buburnya aja boleh gak? Obatnya nanti-nanti aja, ya?"

"Gak ada nanti-nanti, Edelweiss. Coba aja kamu tau diri dengan gak mandi hujan sore kemarin. Pasti kamu gak bakalan sakit dan gak akan minum obat kayak gini."

Sekali lagi, Genta memberikan suapan yang sama kepada gadis tidak berdaya. Ia sempat menolaknya pada suapan kelima. Namun, saat Genta melotot, cepat-cepat Flower membuka mulutnya.

"Mas, abis ini buatin aku teh hijau, ya?"

Genta menggeleng. "Gak minum obat, gak ada teh hijau."

Pagi itu, Flower akan mengingat tentang seberapa jahat Genta kepadanya. Saat sedang marah, laki-laki yang tak suka jika rambutnya disentuh itu akan berubah menyebalkan. Namun, pagi ini juga, Flower memaksa kedua mata untuk terbuka lebar saat Genta bersikap sabar menghadapi keras kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat meninggalkan, bahkan terus menyuapi Flower sampai suapan terakhir.

20.12 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang