Kita ini sahabat, 'kan?
* * *
Jika tak ada Lion, maka Flower akan menghabiskan jam makan siangnya seorang diri. Seperti saat ini, kesepian dalam keramaian telah menjadi hal yang terlalu sering dirasakan olehnya. Bukannya Flower tak punya teman. Hanya saja, di era modern seperti ini mencari seseorang yang benar-benar tulus dalam berteman itu memang sangat sulit untuk dilakukan.
Sewaktu ia masih menjadi pelajar di sekolah menengah atas, Flower sempat mempunyai beberapa teman yang menyenangkan. Mereka beberapa kali menghadari pesta ulang tahun bersama, hangout di beberapa tempat viral pada zamannya, atau bahkan belajar bersama di rumahnya. Akan tetapi, seiring berjalan waktu Flower akhirnya menyadari sebuah hal penting. Nyatanya, selama ini mereka tak pernah benar-benar tulus ketika berteman dengannya. Mereka memanfaatkan kepintaran yang Flower miliki, menyuruhnya untuk mengerjakan banyak tugas pribadi atau bahkan melepaskan beberapa tugas kelompok untuk Flower kerjakan seorang diri.
Flower menyadari hal itu dengan kesadaran yang teramat besar. Karena bagi mereka, miskin dan kaya adalah pilihan yang paling utama. Seharusnya sejak dulu Flower tak perlu berharap terlalu banyak kepada mereka. Hingga sampai saat ini, Flower memutuskan untuk melakukan banyak kegiatan seorang diri.
Namun, hari ini ada sebuah hal aneh yang terjadi tepat di depan matanya. Dari kejauhan dia menemukan Ava dan Avery yang berjalan ke arah mejanya. Avery tersenyum lembut──tarikan bibir yang tampak teduh seperti biasanya──sementara tidak dengan Ava. Kegiatan menyendok sesuap kuah seblak ke dalam mulutnya pun terhenti. Flower mengernyit bingung, lantas semakin tak paham ketika Ava bertanya kepadanya.
"Boleh kita duduk di sini?"
"Bo─boleh. Duduk aja gapapa. Kursi ini kosong, kok."
"Makasih, ya," ucap Avery setelahnya.
"Kalian gak makan?" Flower bertanya demikian dikarenakan sejak tadi matanya tidak menemukan makanan apa pun di tangan mereka, kecuali kopi dingin milik Ava yang kemudian diletakkan di atas meja.
"Oh, udah tadi di meja sebelah," jawab Avery dengan lembut.
Satu hal yang dapat Flower pahami dengan jelas. Bahwa Avery sangat suka menebar senyum ketika berbicara. Baginya, Avery itu adalah gadis yang lembut, elegan, dan memiliki pembawaan yang tenang. Dia pantas dijadikan ratu karena sifat dan kecantikan yang ia miliki. Rambut hitam legam yang panjang terurai, kulit bersih bebas jerawat dan flek hitam, serta bibir merah yang tampak merona. Avery juga memiliki mata besar dengan bulu yang sangat lentik. Jika tengah tersenyum seperti ini, maka akan terlihat dua dimple yang menghiasi pipinya. Avery adalah definisi dari bidadari sejati. Bahkan setahu Flower, gadis ini juga bekerja sebagai seorang model di luar sana. Wajahnya selalu terpampang cantik pada beberapa sampul majalah. Flower sendiri pernah melihatnya.
"Tumben sendirian aja? Biasanya sama Lion terus."
Lamunan Flower terputus seketika. Ia tampak melotot karena terkejut lalu cepat-cepat menormalkan ekspresi wajahnya untuk kemudian menjawab, "Lagi ada rapat dia. Bentar lagi juga balik."
"Kalian berdua pacaran gak, sih, sebenarnya?"
Saat ini, tatapan Flower beralih ke arah Ava. Gadis yang semula diam itu kini terlihat santai sewaktu menyedot kopi dinginnya. Arah matanya terlihat balas memandangi Flower dengan salah satu alis yang terangkat tinggi. Flower tahu bahwa gadis ini tengah menunggu jawaban darinya. "Kita gak pacaran, kok. Cuma sebatas sahabat doang."
Ava tertawa rendah, meletakkan bekas kopi dinginnya yang telah tandas ke atas meja. Seraya melipat rapi kedua tangannya di depan dada, gadis itu bertanya lagi dengan suara yang sama rendahnya, "Beneran ini? Lo gak lagi nipu kita, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
20.12
RomansaKatanya, euphorbia adalah lambang keberuntungan. Ketika Flower memutuskan untuk merawatnya, dia berharap keberuntungan itu benar-benar nyata. Harapannya tidak banyak, semoga Tuhan menghapus hari keduapuluh pada bulan Desember dalam hidupnya. Lantas...