「6」

2K 191 26
                                    

Sebelumnya saya mau bilang, kalau fanfic ini adalah lanjutan dari akun saya yang deryxx bagi yang belum pernah baca chapter sebelumnya, silahkan cek disana, terima kasih.





Masa berburu telah dimulai; mencari makanan. Sangat sulit bagi yuta dan sicheng untuk tinggal di pulau yang jarang ditemui makanan tersebut. Sekalinya dapat, tidak ada satupun yang bisa dimakan. Beberapa tumbuhan di pulau ini mengandung racun berbahaya.

Keduanya keluar goa dengan perasaan takut. Walaupun matahari telah menunjukkan sinarnya, tetap saja—rasa was-was akan kemunculan kumpulan kanibal itu menyelimuti mereka.

"Kau yakin akan turun ke bawah?" Tanya sicheng mengikuti yuta yang berdiri di bibir tebing.

Yuta menolehkan wajahnya, ia menatap sicheng sinis. "Tentu saja. Jika kau mau memakan kelabang yang ada didalam goa silahkan saja, tidak perlu turun."

Bergidik ngeri. Ingatan sicheng kembali pada kejadian semalam; dimana saat ia tidur, tubuhnya digerayangi oleh kelabang yang cukup besar. Untungnya, sicheng terbangun dan berteriak saat melihat hewan mengerikan itu mulai menaiki tangannya. Dengan cepat yuta mengambil batu untuk menyingkirkannya dari tangan sicheng dan membunuhnya.

"Huft! Baiklah.. Aku ikut turun." Ucap sicheng dengan memajukan bibirnya. Rasa takut itu masih ada, sicheng takut jika dirinya dan yuta bertemu kumpulan kanibal itu.

Namun sayang—mereka tidak langsung turun. Tak mudah untuk menuruni tebing ini. Menaikinya saja sudah cukup susah, salah pijakan saja, maka nyawa salah satunya akan melayang.

"Aish!"

"Tidak ada alat bantu untuk turun dari tebing ini." Ucap yuta lesu.

Raut wajah sicheng berganti; menjadi putus asa. Jika tak ada alat bantu, tidak jadi turun—dirinya dan yuta akan mati kelaparan. Oh, sungguh pulau yang sangat indah, saking indahnya sicheng ingin mengebom pulau ini menggunakan nuklir. Tempat ini seperti neraka kedua baginya.

"Jadi.. Apa kita akan mati disini?" Sicheng menatap yuta sendu, bibirnya ia majukan, terlihat sangat menggemaskan di mata yuta.

Yuta mendekati sicheng, lalu mengacak surai milik kekasihnya itu. "Tentu saja tidak sayang." Ucapnya terkekeh. "Kita harus mencari cara agar bisa turun."

Keduanya mulai mengelilingi area tebing. Yuta memutuskan untuk berpencar, ia memerintahkan sicheng untuk pergi ke sisi kanan, sementara dirinya di sisi kiri. Rerumputan terlihat jarang saat sicheng berjalan ke sisi kiri, hingga akhirnya sicheng sampai pada sebuah pohon yang terletak di bibir tebing; terlihat ada mayat yang tergeletak disana.

Sicheng mendekati mayat yang mulai terlihat tengkoraknya itu. Terdapat luka tusukan di dadanya-mayat itu sepertinya meninggal karena kehabisan darah. Dan disampingnya, terdapat botol minum serta gulungan tali tambang.

"YUTAAA!"

"Kemarilah!" Seru sicheng dengan raut berbinar.

Tak lama setelah sicheng berteriak, yuta datang menghampiri. Didekatinya sang kekasih dengan raut penuh tanya di wajah tampannya.

"Lihatlah." Sicheng menunjuk kearah mayat itu. "Aku menemukan tali." Ucapnya sembari tersenyum.

Yuta mendekati mayat tersebut; untuk mengambil tali tambang. Diajaknya sicheng kembali ke goa. Saat tiba disana, yuta mengikat tali tersebut pada sebuah batu yang cukup besar, lalu memastikan jika tali tersebut telah terikat dengan kuat dengan cara menariknya berulang kali.

"Kau bisa turun menggunakan tali?" Yuta menolehkan wajahnya pada sicheng.

"Tentu." Sicheng tertawa. "Aku pernah melakukannya saat berlibur bersama ayah dua tahun lalu." Ucapnya dengan nada santai.

Merasa tak ada masalah lagi, yuta mengangguk. Ia turun terlebih dulu, barulah sicheng menyusulnya setelah ia hampir mendekati tanah. Jaga-jaga saja, jika sicheng terjatuh, yuta bisa menangkapnya.

---

Xiaojun masih berada diatas pohon. Pria mungil itu tidak mau turun. Padahal-hendery telah berada dibawah sembari membujuknya agar turun dan menghilangkan rasa takutnya. Tapi tetap saja, xiaojun tak mau, ia takut bertemu kumpulan kanibal itu lagi.

"Ayolah sayang.." Bujuk hendery dengan lembut. "Jika kau terus merasa takut, maka kau tidak akan mendapatkan makanan." Suara hendery sedikit meninggi karena kesal.

Bibir xiaojun mengerucut. Dengan ragu, ia melepas pelukannya pada dahan pohon tersebut. Perlahan, xiaojun turun, lalu memeluk lengan hendery saat ia tiba dibawah.

"Tenanglah." Hendery mengusap lembut surai xiaojun. "Aku yakin kumpulan itu tak akan kemari." Ucapnya menenangkan.

Mungkin benar. Jarak desa mereka terlalu jauh dari tempat hendery dan xiaojun berlindung. Rasanya tak mungkin—jika kumpulan kanibal itu kemari untuk mencari mangsa.

Xiaojun mengangguk setelah hendery menenangkannya. Ia melepas pelukannya pada lengan hendery. Namun xiaojun tetap meletakkan kedua tangannya pada bahu hendery sembari memulai perjalanannya mencari makanan.

"Ahahaha! Kita sedang mencari makanan xiaojun.. Bukan bermain kereta api."

"Diamlah!"

Sedetik kemudian hendery mengaduh. Kekasihnya itu baru saja memukul lengannya. Pukulan itu cukup kuat, membuat lengannya berdenyut sakit.

"Hei!" Seru hendery sembari memegangi bahunya. "Tak perlu memukul." Ucapnya pada xiaojun, lalu mengusap lengannya yang masih berdenyut.

"Aku tidak peduli! Kau menyebalkan aheng!"

Sreekk!

Krek!

Raut wajah xiaojun berubah. Sementara hendery terdiam. Baru saja keduanya mendengar suara gesekan dedaunan, disusul dengan bunyi ranting yang terinjak. Hendery berharap; yang membuat suara tersebut adalah yuta dan sicheng, bukan yang ada di pikirannya saat ini.

Jari telunjuk hendery berada di bibirnya. Ia mengisyaratkan xiaojun untuk diam. Xiaojun mengangguk sembari menelan ludah, sementara hendery—dengan perlahan ia mendekati semak-semak didepannya. Tanpa ragu, tangannya menyibak semak tersebut.

"SHIT!"

Mata hendery terbelalak. Pikirannya benar; ada 2 kanibal di balik semak-semak itu. Dengan cepat hendery mendekati xiaojun—menarik tangan kekasihnya untuk lari. Entah apa yang terjadi pada mereka, namun hendery merasakan langkahnya cukup lambat.

Kanibal itu berhasil menangkap mereka. Tubuh 2 kanibal itu jauh lebih besar dari kumpulannya yang lain. Hendery memberontak, tangannya mencekik kuat leher kanibal yang mencoba mengunci pergerakannya. Sedangkan xiaojun, tangannya mencoba meraih anak panah kanibal yang menutup alat pernapasannya.

"H-hegh!"

Xiaojun berhasil mendaratkan anak panah itu pada leher si kanibal. Kedua kanibal itu tumbang ke tanah; yang satu mati karena lehernya tertusuk anak panah, dan satunya lagi mati kehabisan nafas.

"Sebaiknya kita harus mencari tempat berlindung lagi." Ucap hendery seraya mencabut anak panah yang menempel pada jasad si kanibal.

Benar. Pohon tempat mereka berlindung sebelumnya terasa tak aman lagi. Kanibal lainnya bisa muncul kapan saja di sekitar area pohon itu.

.

.

.

TBC

Starve ❮yuwin & henxiao❯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang