「11」

613 124 38
                                    

Tubuh kaku itu perlahan tertutup oleh pasir. Sebuah papan kayu kecil kini ditancapkan keatas gundukan pasir itu, 3 anak manusia berdiri disamping gundukan itu, menundukkan kepala; memberi penghormatan kepada yang baru saja mereka kuburkan.

Airmata tak dapat xiaojun tahan. Terus mengalir melalui pipinya tanpa isakan. Hendery—kekasihnya, kini tinggal nama. Pria tampan itu telah terbebas dari penderitaannya di pulau ini. Namun yang membuat xiaojun seperti ini adalah, rasa bersalah.

Rasa bersalah yang sangat besar. Yang mungkin tak dapat dimaafkan taeyeon saat xiaojun menjelaskan penyebab kematian putranya nanti.

"Ayo xiaojun," yuta mendekat, dirangkulnya tubuh mungil xiaojun. "Kita berangkat. Kita pergi dari pulau ini."

Menggeleng. Xiaojun hanya membalas perkataan itu dengan gelengan. Ia tak siap mendengar amarah dan cacian taeyeon yang akan wanita itu layangkan padanya. Pikirannya berubah, xiaojun tak ingin kembali. Xiaojun ingin menatap di pulau ini dan mati.

"Kenapa xiaojun?" Giliran sicheng yang bersuara. "Rakitnya sudah siap. Kita bertiga akan segera keluar dari pulau ini." Ucapnya disertai senyuman.

Lagi-lagi xiaojun menggeleng. Kali ini ia bersuara, "pergilah.." Ucapnya dengan suara rendah. "Tinggalkan aku disini. Pembunuh sepertiku tak pantas ikut bersama kalian." Lanjutnya; menatap yuta dan sicheng dengan mata yang berkaca-kaca.

Jawaban itu membuat yuta menghela nafas kasar. "Dengar!—" yuta berusaha mengontrol emosinya. "Kita terdampar bersama-sama di pulau ini. Keluar pun juga harus bersama-sama." Ucapnya dengan suara tegas. "Walaupun kita harus kehilangan salah satu.." Suara yuta memelan.

"Untuk sementara, lupakan fakta bahwa kau yang melukai hendery. Kita pikirkan lagi setelah tiba di kota nanti."

Xiaojun diam. Ia tak berucap satu kata pun. Hanya berjalan mengikuti yuta dan sicheng yang tengah menuju rakit. Setibanya di dekat rakit, xiaojun hanya berdiri; memandang kedua temannya yang sedang berusaha mendorong rakit ke laut. Seharusnya ia sedikit lega karena akan keluar dari pulau ini. Tetapi tidak, xiaojun semakin tak tenang jika keluar dari pulau ini. Ia tersiksa dengan rasa bersalahnya.

"Sedikit lagi sicheng!" Seru yuta. Sungguh, ia sangat senang. Sebentar lagi—mereka akan keluar dari pulau sialan ini.

Namun yang terjadi justru diluar dugaan. Perasaan senang berubah menjadi kesal. Rakit memang berhasil dibawa ke air, tetapi gagal untuk mengapung. Rakit itu seperti tenggelam. Pupus sudah harapan untuk keluar dari pulau ini. Jangankan satu, dua orang saja sudah membuat rakit itu benar-benar tenggelam.

"BRENGSEK!" Yuta menendang pasir hingga beberapa butir pasir berterbangan. "Kenapa bisa seperti itu?!"

Sedangkan sicheng berjongkok; pasrah. Usaha membuat rakit ternyata sia-sia. Laut tidak mau membuatnya mengapung, dan keberuntungan tak mau datang seolah mereka membuat kesalahan yang sangat besar.

"Haruskah kita membuatnya lagi?" Sicheng mendongak, bertanya pada yuta.

"Kau gila?!" Yuta membalas pertanyaan itu dengan membentak. "Aku tak mau masuk ke dalam hutan itu—tidak untuk yang ketiga kalinya!"

"LALU KAU MEMILIH MATI DISINI HUH?!" Sicheng berdiri. Suaranya tak kalah besar dari yuta. Keduanya sama-sama emosi saat ini.

Xiaojun hanya bisa memalingkan wajah. Jujur saja, ia lelah. Setelah dirinya dan hendery, kini dua orang itu yang bertengkar. Pulau ini benar-benar membuat seseorang berubah, entah menjadi iblis atau egois. Xiaojun hanya berharap, keduanya tidak saling melukai seperti yang ia lakukan pada hendery.

---

Menyedihkan. Satu kata yang menggambarkan ketiganya saat ini. Sudah 3 hari, baik yuta maupun sicheng tak mau membuat rakit lagi. Mereka terlalu takut memasuki hutan lagi. Sedangkan xiaojun, wajah pria mungil itu pucat. Tubuhnya lemas, wajar saja—belum ada satu makanan pun yang masuk ke dalam perutnya.

Yang paling menyebalkan, tanda SOS yang mereka buat lagi terlihat sia-sia. Seakan tim penyelamat tidak mau memasuki pulau ini.

Belum lagi rasa lapar yang kian menjadi. Terdampar, terkepung, lalu kelaparan, lengkap sudah penderitaan mereka. Buah kelapa pun telah habis dalam semenit ketika dipetik dari pohonnya.

"Aku tak tahan lagi."

"Aku lapar.."

Xiaojun memandang yuta miris. Orang yang selama ini selalu berkata bijak, yang selalu menenangkannya—kini terlihat seperti orang gila, meracau tidak jelas. Kemudian tatapan xiaojun mengarah pada sicheng, pria manis itu tengah duduk menyendiri di tepian, memandang laut lepas. Seperti berharap akan ada kapal yang akan menolongnya.

Dengan susah payah xiaojun berdiri. Ia memilih untuk mendekati yuta. Xiaojun sadar, selama 3 hari ia hanya diam; tidak melerai pertengkaran kedua temannya.

"Lebih baik kita bertiga masuk kembali ke dalam hutan." Xiaojun memulai pembicaraan setelah berada di dekat yuta. "Jika nantinya ditangkap, kita bertiga akan mati bersama bukan?"

Namun sayang, perkataan itu tidak dibalas baik oleh yuta. Pria berdarah jepang itu justru menatap xiaojun tajam. "Kau saja yang kembali," ucapnya. Lalu tertawa miris. "Dan aku, diam disini. Aku tidak ingin mati xiaojun."

Tidak ingin berdebat, xiaojun memutuskan meninggalkan yuta. Kini ia berjalan mendekati sicheng; berharap sicheng mau mengikuti sarannya.

"Sicheng," xiaojun menyentuh bahu sicheng. Pria manis itu tak bergudik, ia masih setia memandang lautan. "Sicheng.. Bagaimana jika kita bertiga memasuki hutan itu lagi? Mencari makanan."

"Jika..jika kita tertangkap, setidaknya kita mati bersama-sama bukan?"

Tak ada respon. Membuat xiaojun mengerang pelan. "Baiklah, maka aku yang akan—"

Ucapan itu terhenti. Sungguh, pemandangan ini membuat xiaojun semakin tersiksa. Bagaimana tidak? Yuta kini tengah berjalan menuju makam kekasihnya, digalinya gundukan pasir itu. Yuta mengeluarkan tubuh kaku itu; menatapnya lapar.

Xiaojun berlari. Ia tak akan membiarkan yuta memakan jasad kekasihnya. Namun saat setengah berlari, kedua kakinya lemas. Tubuh mungil itu terjatuh diatas pasir. Xiaojun lupa, tubuhnya dalam keadaan lemas.

Ia hanya bisa menangis; menatap tubuh kaku kekasihnya yang mulai dirobek oleh ujung panah.

.

.

.

TBC

Tarik nafas..

Jangan emosi..

Kalo udh muak silahkan hapus dari reading list :D

Starve ❮yuwin & henxiao❯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang