「7」

842 155 26
                                    

Sebuah anak panah telah melesat ke udara—tepat mengenai sayap seekor burung Albatros. Seketika, burung dengan tubuh berbulu putih itu jatuh. Segera hendery mengalungkan tali busurnya pada lengan kirinya, lalu menuruni pohon untuk mengambil santapannya yang tak jauh dari lokasi tempat ia memanah burung itu.

"Maafkan aku.." Mata hendery menatap burung itu sendu. "Aku harus membunuhmu. Kalau tidak, aku yang akan dibunuh oleh pulau ini." Lanjutnya seraya mencabut anak panah dari sayap burung itu.

Hendery kembali ke tempat ia memanah. Terlihat xiaojun berdiri di dahan pohon—ia menatap lapar burung albatros yang dibawa kekasihnya. Sungguh, perutnya meronta-ronta; meminta diisi. Sudah 2 hari ia tidak mendapatkan makanan di pulau sialan ini.

Langsung saja, xiaojun melompat turun. "Berikan padaku." Ucapnya dengan nada sedikit memaksa. Sedangkan tangan kanan pria mungil itu terulur; meminta burung albatros yang hendery bawa.

"Nanti, burung ini haru—"

"Aku bilang berikan!"

Hendery menjauhkan burung albatros itu dari jangkauan xiaojun, sehingga—xiaojun tak dapat menangkap burung tersebut. Oh! ayolah, burung ini bahkan belum dibakar. Tak mungkin kan xiaojun mau memakannya mentah-mentah?

Alis tebal xiaojun mengerut, ia kesal. "Aku lapar hendery! Kenapa kau tak mau memberikannya padaku?!"

"Kau mau memakan burung ini mentah-mentah?" Tanya hendery seraya kembali menunjukkan burung albatros itu pada xiaojun.

Xiaojun tertawa penuh seringai. "Kau yakin akan membakarnya hm? Apa kau mau asapnya mengundang para kanibal itu muncul lagi?!" Tanya xiaojun dengan amarah.

Raut wajah hendery berubah—menjadi bingung. Benar juga, hari bahkan semakin gelap, cahaya api atau asapnya bisa saja mengundang kumpulan kanibal itu datang kemari. Tetapi, hendery juga tak mau memakannya mentah-mentah. Itu sangat menjijikkan baginya.

Belum sempat hendery berpikir, burung albatros itu berhasil direbut oleh xiaojun. "Kau lama! Cepat berikan anak panahmu." Lagi-lagi, nada xiaojun terdengar memaksa.

Alis hendery mengernyit. "Untuk apa?"  

"Tentu saja untuk memotong burung ini bodoh!"

Terkejut. Hendery sangat terkejut. Xiaojun-nya.. Sungguh, hendery tak menyangka xiaojun mengucapkan kata itu padanya. Hatinya terasa ditusuk ribuan pisau—kekasih manisnya telah berubah.

Sedangkan decakan pelan mulai terdengar. Tak sabar, xiaojun mengambil anak panah yang terikat di punggung hendery. Dipatahkannya anak panah itu hingga tinggal ujungnya saja. Segera, xiaojun merobek burung albatros itu, hingga darah mulai membasahi telapak tangannya.

"Ini," xiaojun melempar sayap burung itu pada hendery. "Makanlah."

Hendery menangkap sayap itu; terlihat daging yang menyembul dengan darah yang masih menyelimutinya. Dengan tangan bergetar, hendery membawa sayap itu ke mulutnya. Harus dimakan atau ia akan mati kelaparan, 2 pilihan itu membuat hendery memilih yang pertama. Dikunyahnya daging yang berlumuran darah itu. Bukan rasa amis yang hendery rasakan, melainkan rasa nikmat! Benar-benar nikmat.

Dengan rakus, keduanya menyantap burung tersebut. Perut mereka bahkan masih meminta diisi, hingga akhirnya timbul rasa untuk menyantap sendiri burung tersebut—tanpa berbagi.

Setelah sayap itu tinggal tulang dan bulu, hendery berniat merebut sisanya dari xiaojun. Xiaojun yang menyadari hal itu, memeluk tubuh burung tersebut dengan erat. Ia tak akan membiarkan hendery mengambil makanannya.

"Ayolah sayang.." Hendery berucap lembut. "Kau mau berbagi denganku kan?"

Xiaojun menggeleng kuat. "Tidak! Aku masih lapar. Kau kan sudah mendapatkan jatahmu!" Teriaknya. Kedua tangan xiaojun masih setia memeluk erat tubuh burung itu.

Marah. Hendery menerjang tubuh xiaojun; untuk merebut burung albatros yang didekap kekasihnya itu. Selanjutnya, terjadi perkelahian di antara keduanya. Hendery berhasil merebut burung itu—untuk sementara. Xiaojun berlari mendekati hendery, ia mencengkram kuat pergelangan tangan kekasihnya. Dengan kasar, ditancapkannya ujung panah itu di tangan hendery.

"AKKKHHH!"

Teriakan kencang terdengar, saat xiaojun menggerakkan ujung panah itu untuk merobek kulit tangan hendery. Darah mulai mengucur dari tangan pria tampan itu. Ia memegangi tangannya—menahan darah yang mengucur hebat. Dibiarkannya xiaojun mengambil kembali burung tersebut.

"A-argh! Sshh.." Hendery merintih seraya mendudukkan dirinya dibawah pohon, kedua matanya terpejam; menahan sakit.

"A-Aheng.."

Dengan nafas terengah, xiaojun mendekati hendery, sedetik kemudian pria mungil itu menangis. Shock—karena merasa dirinya telah berubah. Ia tega menyakiti hendery, kekasihnya sendiri.

"Hiks! Ma-maafkan aku aheng.." Suara xiaojun bergetar menahan tangis. Ujung panah itu masih ia bawa, lalu dengan cepat xiaojun merobek baju miliknya, untuk membalut luka yang menganga di tangan hendery.

Sementara hendery hanya merintih. Ia tak sanggup membalas perkataan xiaojun. Kedua matanya masih terpejam. Tiba-tiba ia teringat dengan ibunya; yang saat itu melarangnya untuk tidak pergi. Hendery menyesal, mungkin saat ini ibunya tengah meraung menangisi dirinya. Ia hanya berharap, sebuah kapal akan datang—membawanya keluar dari pulau ini.

---

Nasib baik justru tengah berpihak pada yuta dan sicheng. Ya, mereka mendapatkan umbi-umbian yang layak untuk dimakan. Saat ini—di dalam goa, yuta sibuk membakar ubi tersebut dengan kayu bakar.

"Kenapa diam?" Tanya yuta saat melihat kekasihnya tengah melamun.

Sicheng menghela nafas, lalu menatap keluar goa. "Menurutmu apa hendery dan xiaojun masih hidup?" Tanyanya lirih seraya menatap yuta.

"Entahlah." Yuta menjawab gusar. Terpisah terlalu jauh membuatnya sulit mendeteksi keberadaan hendery dan xiaojun. Yuta hanya berharap keduanya baik-baik saja dan segera bertemu.

"Haruskah kita mencari mereka?" Tanya sicheng lagi.

Yuta menggeleng cepat. "Jangan! Kita boleh saja khawatir, tapi pikirkan juga nyawa kita. Aku tidak mau kau kehilanganku atau pun sebaliknya." Itu benar, keberadaan kanibal itu tak bisa ditebak. Sekali tertangkap, maka sangat sulit untuk kabur.

"Tapi!—aku khawatir yuta.. Instingku mengatakan agar mencari mereka berdua."

Helaan nafas terdengar melalui mulut yuta, beberapa saat setelahnya ia mengangguk. "Baiklah.. Besok pagi, kita akan mencari mereka, oke?" 

Ya, sesuai dengan apa yang pernah yuta katakan pada hendery. Mereka berempat harus tetap hidup dan keluar dari pulau ini.

.

.

.

TBC

Ff ini gak panjang. So.. Silahkan tebak sendiri endingnya, wkwk.

Starve ❮yuwin & henxiao❯Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang