Gelak tawa terdengar dari sekumpulan lelaki yang duduk melingkar di meja makan yang penuh dengan sajian makanan kelas atas itu. Beberapa lelucon atau cerita lucu saat misi terlontar, atau bahkan menertawakan pemerintahan negara mereka dan jajaran pejabatnya, kadang membahas apa yang sedang ramai dibicarakan di social media dengan ikon burung berwarna biru.
Terdengar sangat hidup seperti manusia lainnya.
Namun pembicaraan mulai sedikit serius saat membahas pertengkaran antara Han dan kekasihnya, Minho. Han yang keras kepala dan Minho yang tidak peka. Memikirkannya saja sudah membuat penat. Seungmin selaku adik dari Minho saja memilih menyerah dengan hubungan mereka, pekerjaannya di laboratorium sudah cukup membuatnya susah tidur, ia tidak mau memikirkan masalah lain yang bisa membuatnya benar-benar tidak tidur.
Jeno dan Hyunjin sedikit banyak memberi petuah, mengingat keduanya sudah cukup profesional dalam hubungan serius bersama kekasih manisnya yang dibalas anggukkan asal-asalan dari pembalap internasional itu.
Dering ponsel khusus pekerjaan milik Jeno mengintrupsi makan malam mereka dan mengalihkan pusatnya pada ponsel yang kini berada di genggaman Hyunjin, selaku asisten personal Jeno.
Hyunjin menatap Jeno bertanya, bolehkah ia mengangkat telepon saat makan malam mereka dan di luar jam kerja itu?
"siapa?" suara Jeno terdengar dan dijawab Hyunjin dengan memperlihatkan layar ponsel pintarnya itu
Ketua humas kedutaan besar luar negeri.
Amat tidak profesional menghubungi seseorang di nomor khusus pekerjaan di luar jam kantor, dan mendapat dengusan dari mereka yang melanjutkan makan malamnya.
"angkat aja, pake loudspeaker" putus Jeno dan dibalas anggukan Hyunjin, berdehem, dan mulai mengangkat panggilan itu.
"selamat malam, saya Hyunjin selaku personal assistant dari Lee Jeno, ada yang bisa saya bantu?" nadanya terdengar ramah namun tetap memperhatikan pelafalan kata yang terucap, memastikan lawan bicaranya dapat mendengar dengan jelas dan tidak membuat Hyunjin harus mengulangi perkataannya.
Pembicaraan keduanya berlangsung singkat, tanpa permintaan maaf dari pejabat itu karena sudah mengganggu waktu istirahat mereka.
"Saya akan meminta persetujuan dari Tuan Lee dan menyesuaikan jadwalnya, setelah itu saya akan mengonfirmasi pada sekertaris kedutaan besar luar negeri untuk keputusan pastinya"
"undangan makan malam dari Presiden Jerman khusus Lee Jeno masa harus disesuaikan dengan jadwal yang lain. Sempatkan saja, tidak akan lama. Presiden loh ini, kapan lagi" suara dari seberang terdengar memaksa yang hampir membuat Han mengumpat.
Hyunjin mengulas senyum terpaksa, intonasi suaranya masih sama, "sudah prosedur dari pihak kami seperti itu, pak."
"masa pihak presiden yang harus menyesuaikan dengan jadwal Lee Jeno? Tidak sopan. Mereka orang sibuk loh"
"mohon maaf karena kelancangan saya, tapi bukan presiden saja yang memiliki kesibukan dan prioritas yang harus diutamakan, saya yakin anda tahu dengan baik bahwa yang mereka undang bukan orang sembarangan. Mengenai sopan santun, saya kira menghubungi seseorang mengenai pekerjaan pada saat jam istirahat dan di luar jam kerja adalah bentuk ketidaksopanan. Jika anda bersedia menunggu keputusan pasti dari pihak kami, saya akan mengonfirmasi kepastian dalam 2x24 jam, jika tidak, maka saya tidak akan mendiskusikan ini dengan Tuan Lee"
Jeno tersenyum puas dengan perkataan Hyunjin yang tegas dan tak segan menegur siapapun mereka yang memiliki urusan pekerjaan dengan Jeno.
Ada keheningan disana hingga suara lawan bicaranya terdengar pelan, "saya akan menuggu. Beri saya konfirmasi secepatnya"
"baik, pak. Saya usahakan secepatnya. Ada yang bisa saya bantu lagi?"
"tidak"
"jika begitu, saya tutup teleponnya. Selamat malam"
Belum sempat lawan bicaranya menjawab, Hyunjin sudah mematikan panggilannya. Menghela nafas gusar, tak sekali dua kali ia mendapat urusan dengan memaksa seperti itu. Padahal Hyunjin tahu dengan benar itu hanya demi nama baik mereka sendiri.
Jaemin yang baru saja menghabiskan teh hangatnya, tersenyum kecil, menertawakan pekerjaan Hyunjin yang seperti tidak ada istirahatnya, "lagi?"
Hyunjin mengendikkan bahunya acuh dan mengangguk, lalu mulai memakan kembali makan malamnya.
Suara Felix terdengar, "denger-denger Presiden Jerman punya anak perempuan yang belum nikah" dan langsung ditanggapi oleh tawa milik Han.
"oh ngerti gue tujuan mereka apaan"
"Don't they already know that you're married?" Seungmin jarang ikut campur dalam urusan Jeno, tapi yang ini mampu membuatnya heran.
Yang mampu membuat air wajah Jaemin berubah menjadi keruh, tidak menyukai pemikiran jika Presiden Jerman berniat menjodohkan miliknya dengan putri mereka.
Jeno mengecup pipi kanan Jaemin cepat, "seratus tahun, sayang"
"kamu punya aku sampai seratus tahun" ada aura posesif menguar dari Jaemin yang mengundang tawa mereka, selalu menyenangkan melihat jaemin cemburu.
"aku punya kamu sampai 100 tahun dan 100 tahun selanjutnya" dan tangan kiri merangkul pinggang Jaemin.
"gimana?"
Jeno menjawab pertanyaan Hyunjin dengan anggukkan "terima aja, gue kosong kapan sih?"
"kamis minggu depan kalau gak salah, tapi hari itu Jaemin ada latihan bersama"
Jaemin menyeringai, "yakali mereka mau jodohin Jeno terus Jeno nya bawa gue. Gak mungkin lah"
Mereka mengerti seringai milik pemuda manis itu, Farligt selalu punya cara dan rencana untuk apapun.
"by the way, Han. Sejak kapan lo suka pake piyama warna kuning cerah gambar beruang?"
hai, apa kabar hari ini?
Biar terlihat normal, jangan lupa vote sama comment nya ya! kalau mau ngeramein wall aku silahkan, nanti aku balesin, asal jangan bikin kesel aja ;)
see you soon,
Tooclosetoomuch.
KAMU SEDANG MEMBACA
F A R L I G T [3] n o m i n .
FanfictionCinta bisa membuatmu menjadi manusia paling bodoh yang pernah ada, tapi itu tidak berlaku untuk Jeno. Lalu bagaimana jika Jaemin adalah dalang dibalik semua kejadian? Perihal mereka memang tidak semudah itu ditaklukan. This story is a continuation s...