Chapter One

1.3K 81 6
  • Didedikasikan kepada NuNi
                                    

- All Rights Reserved -

•••

Hidup memang susah. Tapi mau bagaimana lagi? Ingin bantu, tapi aku merasa nggak pantes untuk membantu maupun dibantuin orang-orang.

Semuanya juga sudah hancur. Susah dibangun lagi. Setiap hari ngga pernah ada yang berubah, selalu saja aku harus melalui hari yang sama seperti rekorder yang di ulang untuk berkali-kali. Nama-nama yang mereka panggil dan juga hal-hal yang mereka lakukan kepadaku.

Semua itu melelahkan. Tetapi kalau kehidupan memang mengperlakukanku seperti ini mau gimana lagi? Ngga ada jalan lain selain untuk berdoa dan go with the flow.

Sekarang ini aku sedang jalan di koridor yang sepi karena saat ini aku ada pelajaran kosong dan lebih baik aku ke perpustakaan sekolah daripada duduk di seminar yang membosankan dan penuh murid-murid yang suka menggosip hal-hal yang sangatlah hoax.

" Eh, ada si Nerdy Nala. " sahut suara yang tidak asing itu. Aku hanya menundukkan kepalaku, mengabaikan mereka dan terus berjalan dengan mataku menatap tajam kearah sepatu Converse ku yang sudah buluk ini.

" Eits. Mau kemana lu? " ketus salah satu temannya dan mereka langsung menghalangi jalannku. " Kalo gua ngomong liat mata gua! "

Aku mengeluarkan suara rengekkan kecil dibawah nafasku ketika dia menjulurkan tangan kekarnya dan menyentuh daguku, medongakkan kepalaku kearahnya dengan kasar.

Aku menatap mata Sean yang setajam pisau itu dengan mataku yang mulai berkaca-kaca.

" Dasar cengeng. " Delan, sahabatnya Valon yang tanpa kusadari sudah membuka resleting tas sekolahku dan mengambil semua barang-barang yang ada di dalam, menumpahkannya ke lantai sambil tertawa.

" Udah ah! Ayo. Ngapain sih ngabisin waktu sama orang miskin kayak begini. Minggir lo! " Valon mengoceh lalu mendorong badanku hingga terhantam oleh dinding batu bata lumayan keras. Mereka menginjak dan menendang buku-buku ku hingga semua berserak di lantai.

Aku berjongkok dan memungut semua barang-barangku sebelum aku memasuki nya kedalam tas sekolahku.

" Eh, Nerdy! " teriak Delan dari kejauhan. Aku menengok kearahnya. Dia melayang-layangkan tangannya sambil menggenggam sesuatu. " Makasih yaaa untuk ini. Lumayan buat beli sepatu baru. " Delan dan semua teman-temannya langsung tertawa dan pergi ke destinasi mereka.

Aku hanya diam. Mukaku memerah karena marah dan aku lari. Lari tanpa berhenti hingga air mata yang terbendung lama kelamaan mengering dan aku membiarkan kakiku membawa kemana yang Ia mau.

Sampai aku berhenti di atap sekolah yang tidak pernah dikunjungi murid tersebut.

Dan disini. Disini aku berteriak sekencang-kencangnya. Mengeluarkan seluruh amarahku. Seluruh emosiku yang sudah aku tahan selama bertahun-tahun ini. Teriak untuk semua orang yang sudah menyakiti ku secara fisik maupun emosional.

••

" Ma, nanti mau dimas- "

" Mama lagi sibuk. Udah ah keluar kamu! Jangan ganggu mama. "

Mama langsung menutup pintu kerjanya dengan keras dimukaku. Mama memang seseorang yang workaholic. Semenjak kepeninggalan papa beberapa tahun lalu, mama jadi berubah 180 derajat. Dia menjadi sedingin es batu yang tidak pernah cair. Mama seperti orang lain. Nggak pernah menanyakan gimana kabar atau keberadaan aku. Selalu saja menolak untuk menjawab pertanyaan tanpa berbicara dengan mulut berbisa.

Aku hanya mengeluh. Tadinya aku ingin memasak diner untuk mama tapi seperti biasanya, dia terlalu sibuk untuk memperdulikan keberadaanku.

Ahh. Persetan kehidupan ku ini.

••

Hi guys. VOTE untuk story ini ya, kalau bisa COMMENT atau FOLLOW. Hehe ^.^
Song: James Bay - Let it Go
Have a good day!

Almost ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang