Chapter Four

705 74 10
                                    

Kalo kalian baca story ini, aku mohon untuk VOTE ya. Supaya aku tahu ada berapa banyak orang yang mau aku untuk ngelanjutin story ini. Dan untuk kalian yang mau VOTE atau COMMENT, makasih :)

••

Sudah beberapa hari telah berlalu dan tidak ada satu murid yang telah mengejekku atau menjahatiku. Bahkan memanggil ku " Nerdy Nala. " saja tidak ada, terkecuali group nya Kak Valon yang mengenai empat orang itu. Pertama-tama sih memang sangat mencurigakan. Tetapi hari ke hari aku akhirnya terbiasa akan suasana baru ini.

Rasanya aku mendapatkan kesempatan baru untuk hidup dengan damai walaupun seporsi murid disini masih menatapku dengan kematian.

" Nerrrdyyyy!! " sahut seseorang dengan kencangnya sehingga guru English Honors II keluar dari kelas dan menegur Kak Gimbal untuk mengurangi kehebohannya.

" Eh iya. My bad, Mister Flynn. " Kak Gimbal hanya cengengesan dan menunjukkan simbol 'peace' dengan jari telunjuk dan tengahnya sebelum dia menghampiriku.

" Nal, sini ikut aku. " ajaknya. Aku hanya mengerutkan dahiku, merasa bingung karna bahasanya kali ini yang lumayan sopan dan ngga pake 'gue' atau 'lu'.

" Dan jangan berani lu nolak ya kali ini. Kalo lu nolak nanti gua masukin karung dan gua culik baru tau rasa, lo ya? " Ancamnya. Okay, I take it all back about what I had just said. Meskipun ada nada main-main di dalam suaranya, aku tetap saja menganggukkan kepalaku dan mengikuti jalannya. Murid-murid disekeliling masih menatapku, mungkin kebingungan mengapa Kak Gimbal, salah satu teman dekat Kak Valon berbicara dengan berbeda cara tanpa kejahatan untuk yang kedua kalinya.

" Kita mau kemana, Kak? " tanyaku, ketika kita menaiki tangga demi tangga.

" Panggil gua Gimbal aja, ngga usak pake 'kak' " ucapnya, sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Aku hanya mengangguk dan menatap rambut gimbal panjangnya yang berwarna coklat tua itu. Sebagian dari helainya diwarnai dengan coklat muda, kelihatan menjadi lebih unik dan untaian yang berada di pelipisnya di jepit kebelakang dengan sangat berantakan. Tanganku dengan lambat meraih salah satu gimbalnya, ingin merasakan tekstur dan seberapa tebal sehelai gimbalannya itu tetapi dengan cepat dia membalikkan badannya kearahku.

" Eh, ngapain lo! "

Ya ampun, sukur deh aku.

" Itu.. Hm, anu... Aku cuman mau ngerasain gimbal nya Kak Gimbal kok... Eh, salah. Maksud aku gimbal nya Gimbal.. Eh aduh, ini gimana sih, ngebingungin sekali. Kedengeran sangat ane- "

" Ya ampun, Nala. Sumpah selama bertahun-tahun gua kira lu itu orang yang anti-sosial dan nggak pernah bicara. Dan ternyata kita semua salah tau ngga? Mulut lu itu bertele-tele mulu. Ngga pernah istirahat apa? " potongnya lalu tertawa lepas. Mungkin menurut Gimbal semua yang Ia kata itu lucu, walaupun kalimat nya seratus persen benar tetapi aku tidak bisa menolak rasa sakit yang menjalar di hatiku.

Selama bertahun-tahun aku selalu bertutup mulut. Hanya mengeluarkan suaraku untuk Kak Regan dan mama. Aku berubah menjadi seseorang yang gelap dan berbisu semenjak semua ini terjadi. Dan ini adalah pertama kalinya aku berbicara dengan bebas dan santai, membuatku merasa sedikit lebih lega.

" Mulut aku udah cukup beristirahat selama kalian semua menyiksa aku, Kak. " ketusku. Melempar senjata berapi yang mebuat Gimbal langsung berhenti tertawa dan menatapku dengan persaan bersalah. Aku hanya mengabaikannya dan melihat kesekeliling dan ternyata dari tadi kita sudah berada di atap sekolah. Kak Valon, Delan dan Sean sedang bersandar di pembatas atap, sambil memandangku dengan tatapan yang Gimbal punya.

Mungkin mereka mendengar percakapanku dengan Gimbal.

Tetapi ada yang beda dengan tatapan Kak Valon. Tatapannya bukan ke arahku melainkan ke arah Gimbal. Ia menatapnya marah dengan mata melototnya yang menyeramkan bagiku.

" Hai, Nala. " Delan memecahkan keheningan dan memanggilku dengan nama asliku yang membuatku sedikit kaget. Aku hanya memberikan senyum kecilku kepadanya dan melihat Kak Valon berjalan kearahku, Kak Sean dan Kak Delan pun mengikuti gerakannya.

" Lengan lu gimana? " tanya Kak Valon dengan nada yang agak cemas. Matanya mengawasi lenganku yang tertutup dengan sweater.

" Sudah mendingan. " jawabku. Perbannya sudah ku lepas dan luka nya pun sudah mengering, hanya meninggalkan bekas baretan saja.

" Ngomong-ngomong, ngapain aku kesini? Kalo mau nanya begituan kan bisa kirim sms atau apa gitu dengan cara lain. Ngga perlu menyuruhku untuk ke atap kali kak. Malah kelas udah mulai lagi. " bablas ku.

Dan seperti biasa, Kak Valon mengabaikan pertanyaanku dan langsung mengambil lengan kiriku, mengulur sweater ku hingga bekas luka itu terekspos.

Mereka berempat mematai garis berwana pink muda yang ada dilenganku dengan berhati-hati.

" Isshh... si bocah. Ngapain sih pake dicopot segala perban nya? " keluh Kak Valon sambil mendesis. Tangannya yang menggenggam lenganku terasa agak kasar tetapi masih berasa halus. Aku bisa melihat urat-urat tangan kekarnya yang dapat membuat perempuan-perempuan di dunia ini langsung meleleh ditempat.

" Ya kan lukaku sudah sembuh, kak. Ditutupin pake sweater juga ngga apa-apa kali, ngga usah berlebihan banget kali kak. " jawabku. Aku menarik tanganku ke posisi semula dan merasakan kehangatan yang tadinya ada menjadi punah, entah karna apa tapi ketika Kak Valon menangkup lenganku, aku merasa aman dan nyaman. Dan justru perasaan seperti itu yang membuatku takut.

" Bukannya kenapa-napa. Tapi lu nya juga jaga diri dong, nanti kalo robek lagi giman- "

" Udah lah kak! Cerewet banget sih kayak cewe. Aku pergi dari sini. " potongku dengan kasar. Moodku langsung berubah tanpa penjelasan. Mungkin mau datang bulan kali ya?

Ah masa bodoh. Lagian juga si Kak Valon nya sok pengen banget ngejagain aku begitu. Sok-sok akting jadi pemeran orang tua-ku. Cih, bullcrap banget.

" Eh, manggil gua apa lu tadi? " Kak Valon menarik tangan kananku yang sehat dan memutar balik tubuhku. Aish, padahal tadi udah mau lari.

" Lepasin, kak. " Mohonku. Kak Delan, Sean, dan Gimbal yang sedari tadi hanya diam langsung tertawa lepas, memegang perut mereka ketika mereka menunduk untuk mengeluarkan suara tawa bariton mereka.

" Manggil gua apa lu tadi? " ulangnya, dengan nada naik satu oktaf dan agak serius.

" Aku bilang tadi aku mau pergi dari sini. " jawabku asal sambil menggoyangkan tanganku seperti cacing kepanasan.

" Sebelum nya, Nerdy Nala. "

" Hm.. ah.. Udah lah kak? " jawabku yang hasilnya terdengar seperti pertanyaan daripada pernyataan.

Aduh, bodoh banget aku.

" Ternyata si Nala udah berani-berani nya yah untuk berbicara ke gua seperti itu? Dan juga bohong sama gua. Walaupun ini bukan pertamakalinya. " mulutnya menyeringai dengan sangat menarik.

Aku ngga akan bohong. Melihat Kak Valon senyum menyeringai seperti itu membuat muka nya lebih seksi dan misterius.

Aku yang hanya diam melihat Kak Valon mendongak kepalanya ke ketiga temannya yang berdiri tidak terlalu jauh dibelakangku itu.

Mulutku baru saja mau berbicara tetapi dia memotongku sambil menjepret jarinya, " Let's go get her, boys. "

Mataku membesar ketika Kak Valon terlihat begitu licik dan jalan mendekatiku dengan cara yang sangat intimidasi. Ketika aku memundurkan langkah kecilku ini, punggungku menabrak sesuatu yang keras dan dengan cepat sepasang tangan memegang pinggangku dan memutarku untuk menghadapi orang tersebut.

" Eh... Kak! Ih apa-apaan nih. Turunin aku sekarang juga! Ya ampun!! Kak Regan tolongin akuuu, aku di culik!! "

••

Hi guys, jangan lupa VOTE, COMMENT, and FOLLOW yah :)

Aku minta maaf kalau Bahasa aku itu grammar nya jelek banget. Soalnya sudah lebih dari dua tahun aku belum ngomong Bahasa dan mempelajari grammarnya lebih lanjut. Kalo ada kesalahan, mohon yah kasih tau aku dengan cara baik-baik.

Pic: Nala Halleger

Song: Strange Things Will Happen by
The Radio Dept
(The Fault in Our Stars
original soundtrack)

Almost ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang