The Present

215 16 1
                                    

"Tar, lo mau sampai jam berapa di sini?"

Hening.

"Tari?" Lisa menoleh kepada temannya yang duduk di sebelahnya. 

Tari mematung dengan pandangan terpaku ke satu titik. Perlahan namun pasti air mata mengalir ke kedua pipinya, lalu bahunya bergerak naik-turun mengikuti tarikan dan hembusan napasnya. 

"Kenapa sih gue telat..." ratap Tari, lantas menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya. "Coba kalau tadi gue datang lebih awal."

Lisa menepuk bahu temannya untuk menenangkannya. Untungnya suasana saat ini tidak seramai beberapa waktu lalu ketika Tay keluar dari bioskop karena banyak penggemar yang telah pergi. 

Selepas Tay dan sekumpulan bodyguard-nya menghilang dari balik pintu, Tari hanya berdiri memandangi pintu tersebut selama beberapa menit sebelum Lisa mengajaknya duduk di sofa dekat eskalator di luar lobby bioskop. Kedua tangannya masih menggenggam sekotak hadiah yang gagal ia serahkan kepada laki-laki berambut sekelam malam itu. 

Lisa berkenalan dengan Tari lewat Twitter setahun lalu. Di kanal maya tersebut, perempuan berusia 27 tahun itu dikenal sebagai salah satu penggemar Tay yang aktif menginformasikan kabar terbaru mengenai sang artis, sementara Lisa merupakan salah satu penggemar yang kagum akan kecepatan Tari dalam menemukan dan menyebarluaskan berita. 

Komunikasi mereka semakin intens tatkala sama-sama tergabung di grup LINE khusus untuk para penggemar Tay. Mereka acap membicarakan drama terbaru dan kegiatan apa yang sebaiknya dilakukan dalam rangka perayaan ulang tahun Tay, bahkan mereka juga berencana untuk terbang ke Thailand bersama-sama untuk bertemu sang idola di tanah kelahirannya. 

"Pulang yuk," kata Lisa, hati-hati. Ia mengerti kepedihan yang dirasakan Tari, namun ia tidak ingin temannya larut dalam perasaan tersebut. "Mungkin aja nanti Tay datang ke Indonesia lagi dan lo bisa ngasi hadiahnya."

Tari mengangguk lemah, lalu mengusap tetesan air mata dengan punggung tangannya. 

Belum sempat mereka berdiri, telepon genggam mereka berbunyi dan ada pesan terbaru di grup LINE khusus untuk para penggemar Tay.

Kata temanku yang kerja di hotel, Tay nginep di Kempinski. Pada mau ke sana, nggak?

Kebimbangan timbul di hati Tari setelah membaca pesan dari Mer, salah satu anggota grup. Hanya dalam sekian detik, banyak balasan menghujani pesan tersebut dan mayoritas menyetujui ajakan Mer. 

Tari berpaling ke arah Lisa, lalu menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Terserah lo, Tar," kata Lisa seraya memasukkan telepon genggamnya ke dalam tas cokelatnya. "Gue rasa sebaiknya lo nggak usah sejauh itu karena Tay pasti ingin istirahat dan mungkin aja lo bakal diusir sama satpam di sana."

"Iya juga sih..." ucap Tari.

Lisa beranjak dari tempat duduknya. "Kalau lo mau ke sana, silakan. Tapi gue harus cabut duluan karena takut kemaleman sampai rumah," tambahnya.

Tari terdiam. 

"Lo nggak apa-apa kalau gue tinggal?" tanya Lisa. "Atau lo mau jalan ke lobby mal bareng gue?"

"Nggak apa-apa kok, gue masih bingung soalnya," tukas Tari, jujur.

Lisa menghembuskan napas panjang. "Oke, kabarin gue kalau lo udah di jalan pulang ya."

***

Tak lama setelah Lisa pergi, Tari memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya. Pikirannya sarat oleh kalimat Lisa dan sebagian dari dirinya menyadari bahwa ada batasan yang tidak seharusnya ia lewati. Ia tak ingin mengganggu privasi Tay dan membuatnya tidak nyaman. 

Lagipula, malam sudah larut. Jika ia nekat pergi ke hotel, sampai kapan ia harus menunggu di sana? Ditambah lagi, belum pasti juga ia akan bertemu dengan idolanya. 

Langkah Tari terlihat gontai menuju eskalator. Kepalanya sakit dan kedua matanya terasa berat akibat menangis. Ia juga menyesal telah lalai mengucapkan terima kasih pada Lisa, padahal temannya sudah mau menemaninya. Ia berencana untuk membelikan Lisa kopi kesukaannya esok hari sebagai ucapan terima kasih. 

Saat mencapai eskalator, mata Tari menangkap dua sosok familiar keluar dari bioskop. Sosok pertama diduga salah satu bodyguard Tay berdasarkan baju hitam yang dikenakannya, sementara sosok yang lainnya adalah perempuan berambut pendek yang pernah ia lihat ketika tidak sengaja bertemu Tay waktu itu.

Mungkin aku bisa menitip hadiahku ke mereka?,  pikir Tari. 

Dengan langkah pasti, Tari mendekati dua sosok tersebut. Ini adalah kesempatan paling terakhirnya. 

"Hello, I'm Tari," sapa Tari ketika berhadapan dengan sang perempuan. "I'm a Tay's fan and we have met before when I - "

"Oh, so you're Tari," perempuan tersebut memotong kalimat Tari, lalu tersenyum lega. "We've been looking for you. I'm Yui, one of Tay's managers. Would you mind coming with us to Skye? Or do you need to get home soon?"

Tari hanya terdiam mendengar kata demi kata yang dilontarkan oleh Yui. Coming? Skye? Looking for me?

Melihat Tari yang tidak bereaksi, si bodyguard berinisiatif menerjemahkan pertanyaan Yui. "Mbak, apa mau ikut kami ke Skye? Ada yang menunggu mbak di sana."







Reverie | a Tay Tawan storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang