Ada kalanya lara disebabkan oleh pengharapan yang terlalu tinggi atau barangkali belum tiba saatnya.
Kepedihan di hati Tari kian terasa bersamaan dengan pengumuman pemenang doorprize. Tay dan sang pembawa acara sudah mengundi, lalu mengumumkan 10 nomor tempat duduk yang pemiliknya berkesempatan untuk naik ke panggung, berfoto bersama Tay dan menerima sebuah tas berisi poster berukuran besar, lima kartu pos dan stiker film Happy New Year, Best Friend.
Jantungnya berdetak kencang ketika Tay menyebutkan pemenang ke-11 dan 12.
Mungkin setelah ini giliranku, gumam Tari, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Tetapi ia tidak menyangkal bahwa jauh di lubuk hatinya terdengar bisikan bahwa keinginannya tidak mungkin tercapai. Tari berusaha menepis bisikan itu dengan menggaungkan kalimat-kalimat penuh keyakinan ke dirinya sendiri.
Namun hasratnya lambat-laun memudar hingga akhirnya Tay selesai mengumumkan daftar pemenang.
Kedua mata Tari memandangi panggung dengan nanar, lalu perlahan air mata membasahinya. Ia ingin turut bahagia bersama 15 pemenang di atas panggung, tapi rasanya sulit. Ia ingin dirinyalah yang berdiri di sana, mengabadikan momen berharga bersama Tay dalam sebuah foto.
Tari menyadari sesuatu, kemudian kedua tangannya meraba-raba saku celananya. Ia bahkan belum sempat memberi hadiah untuk idolanya.
Walaupun pemandu acara menginformasikan bahwa kegiatan malam itu belum selesai, Tari tidak peduli. Pandangannya mengikuti Tay setelah laki-laki tersebut menuruni panggung dan berjalan ke pintu keluar. Dengan cekatan ia berdiri dari tempat duduknya, lalu berlari mengikuti Tay berbarengan dengan beberapa penggemar lain.
Para bodyguard Tay memperketat penjagaan hingga Tari dan penggemar yang lain kesulitan mendekati sang artis, bahkan ketika mereka sudah keluar dari bioskop dan berjalan menuju ruangan VIP di ujung lobby.
"Mbak, jangan dekat-dekat. Nggak boleh," terdengar peringatan dari salah satu bodyguard yang berdiri tepat di depan Tari.
"Tapi saya mau ngasi sesuatu untuk Tay, Pak," ujar Tari, setengah berlari mengikuti idolanya.
"Nggak bisa, Mbak," balas bodyguard tadi.
Tari hendak meladeni bodyguard tersebut, namun ia mendengar seseorang memanggil namanya.
"TARIIIII!!"
Tari menghentikan langkahnya, lalu celingak-celinguk mencari asal suara. Ia kemudian melihat Lisa, sahabatnya, berlari ke arahnya.
"Gue nyariin lo dari tadi," kata Lisa ketika sampai di samping Tari. "Lo di mana duduknya tadi?"
"Hmm..." Tari bergumam seraya mencari-cari sosok Tay yang ternyata sudah masuk ke ruangan VIP. Para penggemar dilarang masuk, sehingga mereka hanya bisa memandangi Tay dari kaca. Tari ragu apakah ia bisa memberi Tay hadiah, apalagi melihat jumlah penggemar yang berkumpul semakin banyak.
"Tari!" seru Lisa sambil menyenggol lengan sahabatnya.
"Sori," kata Tari, berusaha memperlihatkan senyum kecil di bibirnya. "Gue belum sempat ngasi hadiah ke Tay. Lo gimana?"
"Gue udah ngasi hadiah sebelum masuk ke bioskop tadi. Ada anggota manajemennya yang bisa dititipi," jawabnya. "Mungkin lo bisa ngasi nanti saat Tay keluar dari bioskop."
"Benar juga," kata Tari. Itu adalah kesempatan terakhirnya untuk memberi sesuatu kepada Tay. Ia harus berjuang.
***
Mungkin pepatah, "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan" terdengar klise, tapi banyak orang menggantungkan harapan pada kalimat tersebut. Mereka berpikir bahwa dengan giat berusaha, maka keinginan mereka akan terkabul. Mereka percaya bahwa hasil yang akan didapatkan sebanding dengan kerasnya upaya yang dilakukan.
Namun terkadang hidup tidak sesederhana itu.
Tari dan Lisa duduk menunggu sang artis di dalam lobby bioskop, seraya mengawasi ruang VIP di mana Tay beristirahat. Sedikit sulit menemukan sosok Tay di balik kerumunan penggemarnya, tapi Tari enggan menyerah.
Kira-kira setengah jam kemudian, terlihat pergerakan di ruang VIP disusul teriakan para penggemar.
Tari merasa tubuhnya menegang dan jantungnya berdetak keras. Dengan sigap, ia berdiri tanpa melepas pandangannya dari ruangan tersebut. Sepintas ia menangkap sosok Tay berjalan menuju pintu.
"Semangat, Tar!" seru Lisa, menyadari temannya yang sedang bersiap-siap.
Tari melesat menuju pintu ruangan VIP. Tangan kanannya menggenggam kotak hadiah seolah membentenginya dari himpitan orang-orang di sekitarnya.
Akan tetapi keadaan semakin di luar kendali ketika Tay keluar.
Banyak penggemar berusaha menembus dinding pengawalan, hingga seluruh bodyguard terdorong beberapa langkah. Tay terperanjat menyaksikan tindakan beberapa penggemarnya yang berupaya mendekati dan menggapainya. Ia mencoba tersenyum, meski tampak setitik rasa cemas di kedua matanya.
"Tay!!" pekik Tari yang berdiri tak jauh dari sisi kanan sang artis. Ia mencoba menarik perhatian agar laki-laki itu mengambil hadiah yang sudah diacungkannya ke udara. Sayangnya, suara Tari kalah oleh jeritan penggemar yang menjadi-jadi.
Akhirnya beberapa bodyguard tambahan hadir membantu rekan mereka yang sudah terdesak, hingga Tay dijaga dua lapis pertahanan yang menghalau penggemar agar tidak mendekat. Mereka tetap mengawal sang artis hingga keluar dari area bioskop.
Tari mendekati Tay sekali lagi, namun tidak bisa sebab salah satu bodyguard segera menahannya.
"Tay! Tay!" Tari berteriak, tapi lagi-lagi suaranya kalah oleh kegaduhan di sekitarnya.
Indera penglihatan Tari hanya bisa melihat punggung Tay yang semakin lama semakin jauh, menghilang di balik sebuah pintu menuju ke halaman parkir.
© cover: TayTawanFC on Instagram
KAMU SEDANG MEMBACA
Reverie | a Tay Tawan story
FanfictionBagaimana jika suatu hari kau bertemu langsung dengan idolamu? Roughly inspired by Tari's dream. © cover photo: TayTawanFC on Instagram