PB'09

654 53 39
                                    

Selamat hari raya idul adha 1441H🤗

Cieee akhir pekan ditemenin Aa Rafaa🤭

Hapoy Reading🌹

09–Marah?

🐳🐳🐳

Perempuan tidak pernah salah? Apakah setiap saat selalu begitu?

_Achazia Rafardhan Maulana_

💙💙💙

Hari ini, Rafa dan Zeena memutuskan untuk kembali ke rumah. Mereka ingin tinggal di rumah saja sambil merawat rumah daripada ditinggal tidak terawat entah sampai kapan.

Zeena menyenderkan kepala di jendela mobil. Mereka masih dalam perjalanan pulang saat ini. Ada rasa gundah dalam lubuk hatinya dan Rafa mengetahui itu.

"Mau ke makam Bunda?" tanya laki-laki itu.

Zeena tersenyum. Kakaknya benar-benar sangat pengertian. "Mau banget!" jawabnya dengan begitu bersemangat.

Rafa tahu kalau adik perempuannya itu sedang merindukan sang bunda. Maklum, mereka sudah lama belum mengunjungi makam bundanya. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka akhirnya tiba di tempat pemakaman umum di mana menjadi tempat peristirahatan bundanya.

"Yuk turun!" ajak Rafa seraya melepas sabuk pengamannya.

Zeena ikut melepas sabuk pengamannya dengan sangat antusias. Pintu mobilnya sudah dibuka terlebih dahulu oleh kakaknya. Gadis berparas cantik itu pun tersenyum. Dia menatap kakaknya yang juga tersenyum.

"Seandainya Kak Rafa bukan kakaknya Zeena, mungkin Zeena ikhlas dikhitbah Kakak," ucap Zeena, masih dengan menatap kakaknya.

Rafa tersenyum. Tangannya terulur, mengusap lembut pipi tembam Zeena. "Jujur, kalau disuruh pilih adik atau istri, Kakak nggak bisa—"

"Kenapa?" potong Zeena dengan cepat.

Rafa terkekeh. "Sambil jalan yuk!" ajaknya. Dia menarik lembut tangan Zeena lalu menggiringnya masuk ke area pemakaman.

"Bagi Kakak, seorang adik itu sangat berharga karena dia yang menjadi teman Kakak sejak kecil. Sedangkan seorang istri juga berharga karena dia adalah pasangan yang sudah Allah siapkan untuk Kakak." Rafa menjeda sejenak ucapannya. "Kamu paham nggak sama dilemanya Kakak? Di sisi lain, kamu sangat penting untuk Kakak. Namun, di sisi lain juga seorang istri sangat penting untuk Kakak nanti. Kakak—"

"Iya, Kak, Zeena paham kok. Udah, ya, nggak usah dipikirin lagi. Yuk cepetan, Kak, keburu gelap."

Rafa menggeleng kecil ketika Zeena kini berjalan mendahuluinya sambil menarik tangannya. Adiknya itu memang sangat takut gelap apalagi saat ini mereka tengah berada di tempat pemakaman dan tempatnya cukup sepi karena jauh dari pemukiman penduduk.

"Assalamualaikum, Bunda," ucap mereka secara bersamaan.

Zeena duduk di sisi kanan, sedangkan Rafa di sisi kiri makam bundanya. Mereka mengusap nisan yang bertuliskan nama sang ibu.

"Bunda apa kabar? Maaf, Bun, Zeena udah lama nggak ke sini. Kak Rafa tuh sibuk terus sekarang, Bun," ucap Zeena sedikit mengadu.

Rafa melirik adiknya. "Bukan Kakak yang sibuk, tapi kamu yang lagi sakit."

"Lempar aja terus kesalahan Kakak ke Zeena."

"Kan emang bener begitu," kilah Rafa.

Zeena mencebik. "Mana ada? Waktu itu Zeena minta sama Kakak buat anter ke makam Bunda, tapi Kakak malah alasannya mau latihan basket. Terus kemarin-kemarin juga Kakak bilang ada rapat OSIS. Di mana letak enggak sibuknya?"

Perfect Brother || HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang