Eliminasi

4 2 0
                                    

Semakin bertambah usia, menjajaki dunia dewasa, aku makin paham. Kalau tidak semua itu bisa jadi kawan yang sejalan.

Mungkin awalnya iya, tetapi kemudian banyak sekali perbedaan yang lambat laun membawa kita untuk mau tidak mau mengeliminasi hingga yang tersisa adalah mereka yang bisa bertahan.

Semakin ke sini aku juga sadar, makin bertambah usia, relasi memang banyak, tapi tidak semua bisa mengerti dan harus mengerti, juga memahami apa yang sedang terjadi pada diri kita.

Tidak semua harus kita ceritakan pada siapa pun yang kita anggap teman. Mungkin lebih baik diam dan tidak membiarkan orang membaca apa yang sedang terjadi padamu sehingga kau tidak perlu menjelaskannya pada mereka. Mungkin mereka terkesan peduli, tapi lebih banyak mereka yang cuma ingin tahu dan sebatas formalitas kepedulian seorang teman. 

Jangan berharap lebih.

Pada akhirnya, kita kembali ke teman yang itu-itu saja.

Beberapa yang lainnya harus tereliminasi karena tidak lagi satu frekuensi. 

Menurutku, itu tidak masalah, kau bebas menentukan pada siapa saja kau ingin berteman. Bebas menentukan mau bertahan dengan siapa atau lepas dari siapa saja. Itu hakmu. 

Dibanding sikap dan omongan tak sejalan, malah terkesan tidak punya pendirian.

Hidup harus memiliki prinsip. Jauhi apa yang tidak sesuai prinsip. Atau mungkin kau bisa hidup berdampingan selama tidak saling mencampuri prinsip masing-masing. Hanya saja, susah kalau lingkungannya tidak kondusif. Lalu kenapa harus terus terbelenggu dalam zona yang membuatmu mengeluh kalau bisa menghindari itu?


Makin ke sini, aku makin memahami itu dan pelan-pelan merelakan. Sulit sekali rasanya, tapi aku harus berbenah. Aku tidak lagi bisa mengikuti arus yang sama, aku tidak berada di frekuensiku yang seharusnya.

Daripada membawa lebih banyak penyakit hati, lebih baik kueliminasi.

Monochrome PenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang