The Unseen - Chapter 1

378 10 2
                                    

Duduk di bangku taman yang sepi, aku mengamati langit yang mulai berwarna abu-abu menandakan hujan akan segera tiba. Ini masih pukul 2 siang, tetapi langit sudah gelap. Taman ini sangat sepi, sudah  tidak ada lagi manusia yang ada di taman ini, selain aku tentunya. Aku menutup mataku dan merasakan angin menerpa wajahku, sangat tenang dan damai. Rintik-rintik air hujan sedikit demi sedikit mulai membasahi wajahku.

Saat aku membuka kedua mataku, sesosok laki-laki berjalan ke arahku. Aku tidak dapat melihat wajahnya karena ia berjalan menunduk. Saat ia sudah berada cukup dekat denganku, ia mengangkat kepalanya dan melihat ke arahku. Rambutnya berwarna cokelat muda, mengingatkanku akan karamel. Matanya, mata terbiru dan terindah yang pernah aku lihat selama hidupku. Alisnya yang cukup tebal dan hidungnya yang terbentuk sempurna, membuatnya terlihat begitu tampan. Dan bibirnya yang tipis, menambah kesempurnaan pada wajahnya. Saat mata abu-abu ku dan mata biru laki-laki itu bertemu, aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari matanya yang tajam tetapi indah itu.

Aku tidak mengenal laki-laki itu, tetapi laki-laki itu berjalan ke arahku. Saat ia sudah tepat berada di depanku, aku menundukkan kepalaku. Tiba-tiba laki-laki itu mengangkat tangan kanannya dan menyentuh pipiku. Tangannya sangat dingin. Saat aku melihat wajahnya, ia tersenyum sambil mengamati wajahku. Aku terdiam sejenak sambil mengamati wajahnya yang sedang tersenyum.  Saat mata kami bertemu, senyum laki-laki itu menghilang digantikan dengan ekspresi bingung. Tangannya sudah tidak lagi menyentuh wajahku.

"Kau bisa melihatku?" laki-laki itu bertanya kepadaku dengan ekspresi bingungnya.

"Tentu saja" jawabku. Laki-laki ini aneh sekali.

"Kau benar-benar bisa melihatku?" laki-laki itu bertanya lagi kepadaku, kali ini dengan ekspresi seakan-akan ia tidak percaya bahwa aku bisa melihatnya.

"Ya. Bagaimana bisa aku tidak melihatmu sedangkan kau berada tepat di depanku?" Ada apa dengan laki-laki ini? Tadi ia menghampiriku dan mengusap pipiku, dan sekarang ia menanyakan pertanyaan yang aneh.

"Syukurlah! Aku sudah mengelilingi kota ini selama beberapa hari dan akhirnya aku menemukan manusia yang bisa melihatku dan mendengarku. Aku sang-"

"Tunggu dulu. Apa yang kau maksud dengan manusia yang bisa melihatku dan mendengarku?"

"Hujannya mulai deras. Aku tahu cafe di sekitar sini yang menyediakan coklat panas yang enak. Ayo kita ke sana, dan aku akan menjelaskan sesuatu kepadamu". Laki-laki itu menarik tanganku, mengajakku mengikutinya. Tetapi aku masih terduduk di tempatku semula, enggan untuk berdiri dan mengikutinya. Laki-laki itu menoleh ke arahku.

"Aku tidak mau. Aku tidak mengenalmu. Bisa saja kau penjahat yang akan menculikku lalu membunuhku dan menguburku atau menenggelamkan ku di sungai. Oh, atau kau akan mengambil organ tubuhku dan menjualnya. Atau, kau zombie yang akan menculikku dan memakan otakku!" Aku tidak tahu darimana aku mendapatkan kata-kata seperti itu, apalagi tentang zombie. Laki-laki itu pasti menganggapku kekanak-kanakan.

Tiba-tiba saja laki-laki itu tertawa. Bunyi tawanya sangat indah. Setelah ia berhenti tertawa, ia mengulurkan tangan kanannya ke arahku.

"Aku Colton Hunter. Aku bukan penjahat. Dan apakah aku terlihat seperti zombie?" ia memperkenalkan dirinya sambil tersenyum.

Colton. Namanya sangat cocok dengan dirinya. Aku mengulurkan tangannku, menjabat tangan kanannya.

"Tidak juga. Aku Adeline Evans" aku memperkenalkan diriku sambil membalas senyumannya.  

"Baiklah, kita sudah saling mengenal. Ayo kita pergi" Colton menarik tanganku dan kali ini aku mengikutinya.

The Unseen [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang