buyEps 4: 여전히 여기 여전히

96 13 2
                                    

Felix POV

Sudah lewat dari sebulan.

Dan ini pertama kalinya aku datang ke makam Jisung, saudara kembarku. Jujur, selama sebulan ini diriku mengalami depresi yang cukup berat dan juga trauma akibat peristiwa kapal itu.

Selama sebulan itu juga, aku menjalani terapi untuk menghilangkan depresi ku, walaupun rasa trauma masih ada sedikit. Aku jadi trauma dengan kapal.

Aku menatap lurus ke batu nisan yang bertuliskan nama saudaraku dan fotonya. Karangan bunga dan beberapa pita kuning juga sudah terpasang indah di fotonya.

"Oy, Han Jisung.."

Aku berjongkok sedikit di depan makam Jisung. "Ah, maksudku..Jisung Hyung..

Kau terlihat senang saat itu ketika aku memanggilmu 'hyung' untuk pertama kalinya. Aku Minta maaf kalau selama ini aku sering kurang ajar padamu, padahal aku aku lebih muda 5 menit darimu, iya kan Hyung?"

Aku tertawa hambar, sekelebat memori ku bersama dengan Jisung terlintas begitu saja di pikiranku.

"Rasanya aneh jika aku memanggilmu Hyung padahal jarak lahir kita tidak beda jauh. Tapi entah kenapa dari dulu kau ingin sekali ku panggil 'hyung'. Apa kau ingin aku selalu menghormati mu, huh?"

Aku terdiam sebentar, menarik nafasku perlahan mencoba menahan agar airmataku tak keluar.

"Minggu depan acara kelulusan kita, dan aku akan hadir disana membawa foto mu, kita harus lulus tahun ini bersama-sama.

Kau yang bilang saat itu, kau ingin lulus sekolah bersamaku. Lalu kita akan merayakannya bersama bunda, membuat pesta kecil yang mana hanya kita bertiga saja."

Air mataku mulai meluncur dari pelupuk mataku. Aku tak sanggup menahannya lagi.

"Sung, kau dulu berjanji Takan pernah meninggalkan ku, kau bilang akan selalu bersama ku, meraih mimpi bersama-sama, membahagiakan bunda bersama-sama, tapi kenapa kau ingkar? Kau sudah tidak menyayangi ku lagi? Kenapa kau meninggalkanku?

Kau bahkan menyuruhku keluar dari kapal lebih dulu, kau bahkkan tak membiarkan ku melihatmu untuk terakhir kalinya, kau bahkan-

-tak mengijinkanku untuk pergi bersamamu..."

"Kau tidak tau bagaimana aku tersiksanya selama ini yang harus merasakan bayang-bayang mu di pikiranku, rasa penyesalan dan amarah yang terus ku rasakan saat tau kau tak lagi bersamaku.

Setiap kali aku bangun dari tidurku, yang kuharap kan adalah semua ini hanya mimpi buruk, namun nyatanya tidak, rasa sakit itu selalu hadir dan terus menggentayangiku.

Rasanya aku ingin menyerah, namun bunda selalu melarang ku dan berkata bahwa kau tidak akan senang jika aku melakukan hal konyol seperti itu.

Kau tau sendiri, semenyebalkan apapun dirimu aku akan tetap menyayangimu. Kau saudaraku satu-satunya yang berharga bagiku.."

Aku menghapus air mataku sejenak. "Harusnya saat itu kau tidak perlu berkorban untuku, harusnya kita keluar bersama-sama, harusnya kita lompat lebih awal dari atas kapal, harusnya akan lebih baik jika kita tak usah ikut liburan saja jika pada akhirnya aku harus kehilanganmu.."

Aku menarik nafasku sejenak, berusaha menetralkannya lagi.

"Sung, ada yang ingin ku sampaikan. Aku akan mulai mengikuti ujian perkuliahan. Aku akan mewujudkan impianmu, sung. Aku ingin menjadi seorang pencipta lagu seperti yang kau impikan, memberi semangat dan hal-hal positif kepada semua orang lewat laguku.

Dan lagi, aku sudah menyelesaikan salah satu lagu buatanmu, sung. Dan kau tau? Ada orang yang menyukainya, dan mungkin saja akan di buat kan lagu itu. Kau senang bukan? Orang pada akhirnya mengakui kemampuanmu.."

Ku elus lembut foto milik Jisung sembari tersenyum.

"Seperti nya aku sudah terlalu banyak berbicara, aku pamit dulu Sung, aku janji akan selalu mengunjungimu kesini setiap saat. Aku menyayangimu saudaraku."

Ku tatap Lamat makam milik Jisung, lalu setelahnya aku berbalik, di ujung sana Bunda menungguku dengan senyuman manisnya.

Ku hampiri Bunda sembari membalas senyumnya.

"Sudah?"

"Heum! Aku...sudah merasa lebih baik." Aku tersenyum manis kearah bunda, dan di balas elusan lembut di kepalaku.

"Kita pulang?" tanya bunda.

Aku menggeleng pelan. "Bunda pulanglah lebih dulu, aku ada urusan sebentar."

Bunda mengelus Surai ku lembut, lalu mengecup keningku. "Baiklah, jangan pulang terlalu lambat ya?"

"Iya bunda."
.
.
.
.
.
.
Disinilah aku, di tepi pantai, aku berjalan-jalan seorang diri tanpa alas kaki.

Di tanganku sudah ada 5 balon berwarna kuning, dan juga sebuah kapal-kapalan kecil dari kertas origami.

Aku memejamkan mataku sejenak sambil menghirup udara segar di pantai. Angin berhembus dengan lembut menerpa wajahku, ku tatap lurus kearah laut sembari tersenyum getir.

"Laut ini pernah menjadi saksi bisu kepergianmu, sung.."

Ku rentangkan tanganku di udara, merasakan angin yang terus berhembus lembut.

Nyaman.

Aku seolah merasakan kehadiran Jisung dari angin ini.

Aku berjongkok disana, menghanyutkan kapal origami ku, dan membiarkannya terbawa ombak. Disitu tertulis semua doa ku untuk Jisung dan para korban lainnya.

Berharap luka hati yang kami rasakan dan mereka rasakan akan segera hanyut, meskipun kami takan pernah bisa melupakan kejadian ini.

"Aku berharap, kau dan juga untuk korban lainnya bisa tenang di alam sana.."

Kulepaskan balon-balon itu yang mulai berterbangan di atas langit dan mulai terbawa angin, berharap dengan melakukan ini aku dapat mengikhlaskan jiwa-jiwa teman-teman ku yang juga ikut menjadi korban.

Termasuk saudaraku.

Han Jisung...

"Berjanjilah padaku sung, kita akan bertemu kembali di kehidupan selanjutnya.."















































'Ya....aku berjanji, Lix.'

THE END(?)

[The Day All Of Them Disappear]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang