Two

8 2 2
                                    

Sekarang terhitung sebagai hari ke 33 untuk Iris berada di Bekasi. Sudah pula Irisviel menjalani hari sebagai anak kuliahan.

Hari pertama tiba, Iris hanya tertidur karena rasa lelah dan pegal duduk di kereta. Hari kedua ia mulai berkemas. Lalu hari berikutnya ia menyiapkan segala kebutuhannya untuk kuliah. Iris sangat bersemangat saat itu. Sekarang memasuki masa satu bulan lebih berkuliah. Ia mulai merasakan penatnya.

Tengkurap diatas kasur sambil memandang lekat laptop didepannya. Irisviel terlihat sangat serius. Ia lelah dengan tugas maupun materi kuliah, ia memilih bermain Plant VS Zombie di laptopnya.

Iris..

Samar Iris mendengar suara seseorang memanggil namanya. Namun fokusnya masih terarah pada Zombie yang berlari dengan membawa tongkat, pasti akan melewati tanaman miliknya. Ia harus mencegahnya dengan menaruh tumbuhan kacang yang bisa tumbuh di depannya. Setelah ia melompat baru Zombie itu akan berjalan lambat seperti Zombie lainnya.

Setelah memenangkan satu babak tadi. Irisviel melanjutkan permainan, kali ini peringkatnya yang naik membuat zona bermain berganti menjadi halaman rumah dengan kolam renang persegi panjang.

Iris sangat gemas dengan Zombie yang melompat untuk berenang sambil menyelam. Benar-benar sangat merepotkan. Ia terus juga merasa geram pada tumbuhan akar yang membutuhkan waktu agak lama supaya bisa dibeli menggunakan matahari.

"Iris!"

Iris terlonjak lalu menatap kearah pintu kamar dimana ada kakak iparnya—Mba Gita— sedang menatapnya sebal.

"Dipanggil dari tadi juga ya kamu. Ngapain si?" Tanya Mba Gita berjalan ke arah kasur dimana Iris sudah mengubah posisi tengkurapnya menjadi duduk.

"Main," Jawab Iris sambil tersenyum lebar dan mem-pause permainannya. "Jenuh Mba..."

Mba Gita menengok laptop milik Iris. "Dulu Mba juga gitu, tapi Mba nggak main Zombie itu. Lebih suka nonton," Jeda sejenak, "nah kebetulan juga kamunya jenuh. Pasti butuh udara segar sambil jalan-jalan, mending kamu beliin Mba garam di warung."

"Yahh Mbaaaa—"

"Sekalian beli Energen deh sana." Potong Mba Gita sebelum Iris mengeluh.

"Wohoo siap bosku!"

Iris memang sangat menyukai Energen sebagai minuman makanan bergizi sesuai dengan kata andalan di sponsor. Maka ia akan selalu bersemangat saat Energen sudah disebutkan. Dan Iris tidak akan pernah menolak apapun jika Energen menjadi imbalan. Sangat berlebihan bukan?

"Dua renteng ya Mba?"

Iris mengganti celana pendeknya dengan celana satu perempat. Celana yang tidak terlalu panjang maupun pendek. Berada di bawah lutut tapi tidak sampai mata kaki, model celana favoritnya.

"Mau bikin rugi?" Mba Gita mendekat lalu menyerahkan uang dua puluh ribuan. "jangan protes, kembaliannya buat beli Energen."

"Thank you Mba."

Iris tersenyum senang karena harga garam tidak sampai lima ribu. Kini lima belas ribu lebih pasti bisa membeli satu renteng Energen.

Memikirkan tentang Energen. Iris jadi teringat, satu bulan kemaren, saat ia hendak menaiki mobil milik Mas Setya.

— flasback on

"Kakak tunggu!"

Iris yang sudah membuka pintu mobil seketika menoleh melihat anak kecil menggunakan mantel plastik dengan corak bunga berlari kearahnya. Menggemaskan karna ia terlihat sangat mungil di balik mantel besar itu.

"Kakak hhh? Tung—gu dulu," Si mantel bunga berhenti lalu sedikit menunduk untuk menetralisir sesak di dadanya karena berlari. "Kakak suka makan apahh?" Katanya polos setelah nafasnya teratur.

"Iris masuk,"

Terdengar suara Mas Setya dari balik kemudi mobil. Mas Setya menatap Iris di luar mobil dari dalam mobil yang pintunya terbuka, "Ngapain si?"

"Bentar Mas," Iris menundukkan kepala untuk menengok Mas Setya di dalam mobil. Ia tersenyum meminta pengertian Mas Setya.

"Kakak suka Energen." Jawab Iris setelah berfikir sejenak. Mengingat minuman yang satu itu. Membuatnya menjadi ingin meminumnya sekarang, saat gerimis begini. Pasti akan sangat nyaman.

"Oh oke. Tunggu sebentar lagi kak." Suara cempreng milik anak itu kembali terdengar.

Iris hanya mengernyitkan keningnya merasa bingung. Anak kecil itu kini memandang arah kedatangannya tadi dengan gelisah. Tidak sampai 10 detik, kembali ada anak kecil berlari dengan mantel biru polos sebagai pelindung dari hujan. Si biru mendekat ke arah si bunga. Jelas ia mendekati Iris juga. Iris melihat anak itu membawa kantong keresek.

"Nihh Kak!" Setelah sampai si biru menyerahkan kantong tadi ke Iris secara tergesa-gesa, sehingga tidak ada pilihan lain bagi Iris untuk menolaknya.

"Ayo pergi balik." Si biru menatap si bunga dan mengambil alih satu tangannya. Berakhir mereka berdua kembali lari menuju arah dimana mereka muncul tadi.

"Kak Iris itu buat kakak, jangan lupa diminum, soalnya aku juga suka Energen! Dadah."

Lalu si bunga dan si biru pergi. Berbelok dan menghilang.

— flasback off

Iris menatap kantong keresek yang berada di bawah meja riasnya. Sudah sebulan dan Iris masih belum berani membukanya. Saat kemarin Mas Setya bertanya apa yang ia terima. Iris hanya berucap bahwa barangnya jatuh di tenda bapak penjual masker dan anak kecil itu yang menyerahkan atas perintah si bapak.

Kenyataannya bukanlah itu.

Jika Mas Setya saat itu tidak sedang fokus pada ponselnya, pasti ia sadar Iris tengah berbohong. Pasalnya kedatangan kedua anak kecil itu berbanding arah dengan tempat ia menunggu jemputan Mas Setya.

Memilih tidak peduli. Iris keluar dari kamar dan pergi membeli Energen, ah garam untuk kakak iparnya. Uang lebihnya baru ia gunakan untuk Energen.

Malam harinya, tiba-tiba saja Iris merasa sangat penasaran dengan isi dari kantong keresek yang diberikan oleh si mantel biru. Padahal sedari kemarin Iris bahkan tidak menyadari kantong keresek tersebut masih berada di tempatnya, di bawah meja rias.

Akhirnya Iris mengambilnya, lalu membukanya dan menemukan 6 renteng Energen dengan 3 varian rasa. Salah satunya adalah rasa kacang ijo yang tidak disukai Iris. Ia hanya menyukai rasa coklat dan vanila sebagai cadangan. Seandainya ada rasa strawberry, mungkin Iris akan menjadikannya sebagai cadangan sebelum vanila.

Hanya Energen.

Iris duduk di kursi meja riasnya, sementara satu kantong keresek Energennya ia taruh di hadapannya.

Yang Iris temukan setelah mengeluarkan semua Energen dari kantong keresek.
Bungkusannya, masih rapi. Mungkin sedikit lembab karena kemarin terkena gerimis dan tidak kunjung dibuka oleh Iris.

Mungkin baunya juga harus dicium, Iris berfikir jika bisa saja isi didalamnya adalah barang terlarang seperti Narkoba? Tapi Iris sendiri saja tidak tahu bau dari Narkoba.

Iris mengamati tanggal kadaluarsanya satu-persatu. Beberapa ada yang masih satu tahun, namun ada juga yang akhir tahun ini akan berakhir.

"Eh?"

Iris mendapati sebuah kertas kecil yang dirobek asal. Ditempelkan dengan isolasi transparan di balik bungkus Energen rasa vanila. Terdapat urutan nomor dalam sobekan kertas, bukan nomor berurut. Melainkan sebuah nomor telepon. Iris yakin itu. Jumlahnya pun sama dengan jumlah nomor teleponnya.

"Waahhh."


1021W

Better Than MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang