18

10.2K 2.3K 132
                                    

Kamis (16.26), 30 Juli 2020

Spesial part buat Kak IchaAgustin029 yg ngingetin buat update. Aku lupa kalo pernah bilang sama dia, 1k vote up lagi... wkwkwk...

BTW, makasih kadonya ya, Kak ♥.♥

------------------------

Mungkin Zie adalah dewi fortuna untuk urusan berjudi seperti kata Leon. Tapi dia tahu kapan kemungkinan dirinya beruntung sangat kecil. Itu terjadi jika hanya bermain berdua dan hanya mengandalkan sekali putaran. Pilihannya hanya kalah atau menang.

Seperti saat ini, dalam tiga kali putaran, sudah dua kali Zie menang dan sekali kalah. Entah sampai kapan lelaki bernama Ben itu akan bermain dengannya. Zie sama sekali tak keberatan. Tapi tampaknya tidak seperti itu yang dirasakan si makelar dan John. Keduanya tampak gelisah dan terus mendesah tak sabar.

Di putaran keempat, Zie mendapat kartu 2heart dan 10spade. Benar-benar kartu yang buruk. Tapi instingnya mengatakan bahwa kartu-kartu yang akan muncul di meja adalah kartu yang dia harapkan. Tanpa menunjukkan emosi apapun, hanya sesekali tersenyum seolah dia memiliki kartu terbaik, Zie menunggu Ben membuka tiga kartu pertama karena dia juga bertindak sebagai dealer. 9diamond, 10heart, dan Jheart. Sudut bibir Zie terangkat membentuk senyum tipis. Benar-benar kartu yang dia harapkan. Satu kartu lagi, dan dia menang.

"Aku punya kartu yang bagus, Zie," kata Ben dengan percaya diri. "Sepertinya aku akan menyamai kedudukan."

Zie menatap Ben dengan raut sedih. "Sayang sekali." Lalu senyumnya merekah. "Aku juga punya kartu yang bagus."

Ben menyeringai. "Aku suka sekali rasa percaya dirimu." Lalu dia meletakkan semua uang yang tersisa di mejanya ke tengah sekaligus mengosongkan isi dompetnya. "Semua uangku."

"Sebenarnya aku masih ingin menguras tabunganmu. Tapi—" Zie melirik geli ke arah John yang merengut dan si makelar yang terus meremas kedua tangannya gelisah, "kedua penonton kita sangat tidak sabar. Jadi aku ingin menjadikan ini putaran terakhir." Zie menunpuk uang yang sudah dimenangkannya ke tengah ditambah uang di dompetnya sendiri.

Ben bersiul panjang. Taruhan Zie lebih banyak dari taruhannya. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celana lalu meletakkannya di atas tumpukan uang. Sebuah kalung emas putih dengan bandul berlian yang sangat cantik. Tiga orang di sana yang melihatnya ternganga.

"Kau tidak sedang menjadikan kalung istrimu sebagai taruhan, kan?" tanya Zie kaget.

"Aku belum pernah menikah Zie." Sudut bibir Ben terangkat membentuk senyuman di antara janggutnya yang tebal.

Alarm dalam kepala John langsung berbunyi. Sebagai sesama lelaki, dia langsung menangkap maksud Ben yang sudah diduganya.

"Kekasih?" Zie kembali bertanya.

Ben menggeleng. "Tidak ada."

"Kurasa itu terlalu mahal untuk sebuah permainan." Untuk pertama kalinya John angkat bicara.

"Tidak. Karena aku yakin Zie tidak mungkin menang. Dan kalau dia benar-benar menang, berarti dia pantas mendapatkannya."

Semakin terbaca jelas apa maksudnya, pikir John. "Anda menginginkan sebuah kesempatan bermain. Sudah Anda dapatkan. Zie juga sudah menang dua kali. Bukankah itu seharusnya permainan sudah selesai?"

"Aku akan dianggap kalah kalau aku berhenti sekarang." Zie tersenyum menenangkan ke arah John lalu dia menoleh ke arah Ben. "Aku ikut. Tapi sudah tidak ada yang bisa kupertaruhkan untuk menyamai taruhanmu."

"Hmm, sebuah ciuman sepertinya sepadan."

Brak!

John mendadak berdiri. "Itu sudah berlebihan!" Matanya berkilat penuh amarah yang hanya dibalas Ben dengan tatapan malas. "Aku tidak peduli walau tidak mendapatkan rumah ini. Kami selesai sekarang," geramnya. "Ayo, Zie!"

The Baby's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang