3

427 31 19
                                    

Hallo, gimana kabarnya?👂🏻 mau dong denger suaranya?

Semoga kalian yang baca fanfic (yang lama sekali tidak update) ini selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin.

Author juga mau meminta maaf karena Raib (2) ini sudah lama tidak update. Ah ya sejak kapan ya, ada yang kangen? Yang nungguin? Ada alhamdulillah, enggak juga nggak papa hehe.

Sekali lagi author minta maaf, percayalah author ada kerjaan yang harus diurus, jadi tidak ada waktu. Bener-bener minta maaf.🙏

Daaannn buat readers yang mau komen atau vote sungguh author berterima kasih sekali. Author cuma mau tahu reaksi, pendapat, pikiran, kalian tentang fanfic ini tuh bagaimana sih? Just it.

Yuk langsung aja baca chap 3. Enjoy.
                                                                        


03

Raib

Paginya aku terbangun dengan mata panda. Efek menangis semalam. Aku mengendap-endap ke dapur mengambil es batu agar bisa menyamarkan mata pandaku. Selesai aku melihat cermin, masih nampak jelas. Lalu aku memiliki ide, namun aku ragu itu bisa. Aku mencoba dan hasilnya berhasil, mata pandaku hilang. Aku sedikit tidak percaya tapi mengingat aku bisa menghilangkan jerawat aku yakin bisa.

Aku mandi lalu sarapan bersama papa dan mama. Papa berangkat aku juga ikut. Aku sudah sekolah hari ini. Dijalan papa bertanya satu dua hal, mengomentari sesuatu lalu menghubungkannya agar menjadi petuah bagiku.

Pelajaran berlangsung biasa. Namun ada yang berbeda orang ramai lalu lalang di daerah kantin, gardu trfao yang meledak itu masih dalam proses perbaikan.

Saat dikantin aku, Seli, dan Ali menguping pembicaran para insinyur yang sedang bersitegang. 

"Iya, bagaimana mungkin tiang listrik seberat itu seakan menghilang begitu saja" katanya, sambil tangannya mengutip kata 'menghilang' dengan jari-jarinya.

"Iya betul sekali, aku sangat heran mmh atau memang tiang itu betulan menghilang?"

"Mana mungkin bisa menghilang. Tiang itu pasti hancur, lihat ada banyak bongkahan semen yang berserakan"

"Tapi bukankah itu bongkahan dari ruang kelas yang hancur?"

Lalu mereka diam, masih berpikir.

"Mereka tidak tahu kalau tiang listrik itu jadi monumen menarik di tengah hutan lebat Klan Bulan.”
Ali menceletuk santai.

Aku dan Seli hanya diam, tidak ikut berkomentar. Lebih memlilih melanjutkan makan batagor yang sempat tertunda tadi.

"Miss Keriting kira kira kapan kembali ya?" Ali bertanya serius.

Aku menggeleng sebagai jawaban, tiba-tiba mood ku hilang, aku tidak lagi lapar. Mengingat Miss Selena mengingatkan aku tentang pertanyaan siapa orang tua kandungku.

"Aku ke toilet sebentar ya Sel, Ali" kataku pelan.

Samar-samar kudengar Seli berkata.

"Dasar tidak peka" dengan nada menggerutu. Memang Seli begitu, bahkan rasanya Seli ingin sekali menyetrum Ali.

Di dalam toilet yang sepi aku membasuh wajahku, menatap cermin. Aku berusaha tersenyum. Aku tidak boleh bersedih.

"Ayo Ra semangat".

"Iya Ra semangat" aku menoleh ternyata Seli mengikutiku.

Seakan mendengar apa yang Seli ucapkan Ali berteriak dari luar toitet.

"Iya Ra, semangat" Ali bahkan bergaya sambil mengepalkan tangan.

Iya aku harus semangat, disisiku masih ada Seli dan Ali.

***

Bel pulang sekolah berbunyi tapi aku masih tertahan di bangku depan perpustakaan. Bulan ini sudah memasuki musim penghujan, titik-titik lebat itu meluncur deras menghantam bumi. Menghasilkan suara merdu membuai telinga, suasana yang dingin dan sepi membuat ngantuk. Aku hampir tertidur jika Seli tidak berteriak gemas.

"Ada apa Seli?!"

"Hehe tidak Ra, cuma kaget baca novel yang tokohnya gemes. Ada kucing putih yang lucu banget" Seli nyengir tak bersalah.

"Siapa penulisnya? "

"Sebentar, oh ini dia 'Ter-E-Liy-E' namanya unik yaa kaya ceritanya" Seli berkata ceria.

"Oh penulis yang itu aku juga suka baca bukunya Seli. Karyanya bagus, itu buku yang baru kan? Aku belum sempat baca. Boleh kupinjam setelah kamu selesai baca Seli?"

"Tentu Ra, nanti kamu bisa pinjam setelah aku mengembalikan ke perpustakaan," seli menutup novel itu sebentar. "kamu tidak pinjam buku Ra? Tidak ada yang menarik sewaktu tadi kita ke perpustakaan?" Seli mencoba memancingku.

"Aku sedang menyelesaikan bacaan novel dirumah Seli, aku lupa membawanya hari ini" aku membuat jawaban yang meyakinkan.

Seli lalu tersenyum.

"Aku jadi beneran ingin punya kucing Ra"

"Pelihara saja Seli"

"Mama tidak mengizinkan Ra. Ingat sewaktu kita membuat prakarya dirumahmu, sehabis pulang aku bilang ke Mama ingin memelihara hewan"

Di meja makan rumah Seli.

"Ma, gimana kalau kita memelihara hewan?"

"Memangnya hewan apa yang mau kamu pemihara Seli?"

"Kucing Ma, kan kucing itu lucu" Seli antusias. Merasa saat mamanya bertanya hewan apa akan di-iyakan.

"Haduh Seli mama itu alergi sama yang berbulu, terutama bulu kucing, mama nanti bersin-bersin"

"Yaahh" Seli berseru kecewa.

"Maaf  ya Seli"

"Nggak papa ma" namun Seli tetaplah Seli, tetap mengutamakan orang lain dibanding dirinya. Walau ia begitu ingin memelihara kucing tapi bagaimana lagi, kasian juga mamanya kalau bersin-bersin terus.

"Bagaimana kalau kamu pelihara hewan lain Seli? "Raib mencoba mengusulkan sesuatu.

"Tapi aku inginnya kucing Ra"

"Kalau kamu ingin bermain dengan kucingku kamu bisa melakukannya Seli. Kamu boleh bermain dirumahku, kapanpun itu"

"Wah benarkah, Ra?" Raib mengangguk pasti.

"Makasih Ra" Seli kini tersenyum lebar.

Tak terasa hujan sudah reda.

"Ayo Seli kita pulang"

"Ayo Ra"

Eh sebentar

Segini dulu ya

***

C U next chap ya.

ayo nabung ya buat beli meong meong versi cetak.

Meong meong meong.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raib (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang