1

848 48 60
                                    

Hola!

I come back.

So this is the next story of "Raib". Yep ini fanfic buku kedua bang tere dari serial Bumi, Bulan. Nah cus langsung aja ke chap pertama.

Buat pembaca yang budiman jangan lupa ninggalin vote dan komen.
                                                                        

01

Raib

Kami tiba di meja makan rumah Seli, pukul tujuh malam. Miss Selena yang mengantar kami kembali ke klan bumi, setelah berpamitan dengan Av dan keluarga Ilo. Dengan buku matematika-ku Miss Selena menyuruhku membuka portal meuju rumah Seli.

"Akan lebih mudah menjelaskan beberapa hal jika kita ke rumah Seli terlebih dahulu" aku tidak terlalu paham tapi memutuskan tidak banyak bertanya.

Mama Seli yang melihat kami kekuar dari portal berseru kaget. Papa Seli walaupun kaget lekas berdiri, bukan takut tapi untuk membantu Seli. Ali mendarat mantap, petualangan kemarin seperti tidak berpengaruh baginya. Aku dituntun Miss Selena duduk disofa, Mama Seli memberi kami segelas air segar. Aku meminumnya segera. Miss Selena menjelaskan beberapa hal tentang apa yang terjadi secara singkat, juga membeberkan fakta bahwa mama Seli berasal dari Klan Matahari. Betapa terkejutnya Seli saat tahu itu, aku jadi teringat cerita Av tentang penduduk Klan Matahari yang berpindah ke Klan Bumi untuk menghindari perang dua ribu tahun yang lalu.

Miss Selena mengingatkan kami agar bertindak seperti biasa, sebelum pamit pergi, dia mendapat tugas penting dari Av. Padahal dikepalku banyak sekali pertanyaan tapi Miss Selena sudah pergi, aku melihat punggungnya yang keluar dari pintu rumah Seli, suasana jadi lengggang.

Lantas suara mama Seli menyuruh kami bergegas mandi lalu tidur.

"Raib kamu bisa sekamar dengan Seli. Dan Ali kamu bisa gunakan kamar tamu" mama Seli menatap kami bertiga sambil terseyum meneduhkan.

Kami berbarengan mengucap terima kasih.

"Ayo Ra, ma, pa Seli sama Raib dukuan. Dah Ali" Seli menarik tanganku.

"Mari om, tante" aku sempat berucap sebeluk Seli menarikku segera.

Aku dibawa menuju kamar Seli, kamarnya lumayan besar, bahkan lebih besar dibanding kamarku. Tapi aku tidak terlalu memperhatikan detail, aku ingin cepat istirahat.

"Ra kalau kamu mau mandi dulu" Seli tetap Seli yang selalu mementingkan orang lain.

"Kamu dulu saja Seli, aku masih ingin duduk-duduk dulu" Seli terlihat lelah sekali. Akhirnya setelah kusuruh, Seli mengangguk, lalu melangkah masuk ke kamar mandi.

Aku berjalan menuju balkon rumah Seli menatap bulan dikejauhan yang bersinar elok. Melamun memikirkan semua hal yang terjadi, tentang aku, Seli, Ali, miss Selena, dan terutama yang penting siapa orang tua kandungku. Kepada siapakah aku harus bertanya. Lamunanku diputus sebuah tepukan pelan di bahu, Seli.

"Ra sekarang giliran kamu, itu baju gantinya sudah aku siapin" aku memaksakan senyum, Seli tahu apa yang kupikirkan tadi.

Kini giliranku yang mandi.

"Seli, kalau kamu mau tidur dulu nggak apa, tidak usah menungguku"

Seli membalas hanya dengan senyum.

15 menit kemudian aku keluar dengan badan lebih segar. Seli masih terjaga, dia menungguku.

"Ra kapanpun kamu mau berkeluh kesah aku pasti siap mendengarkan" Seli, Seli memang sahabat baikku.

"Iya Seli, terima kasih"

Lalu menit-menit berikutnya hanua tersengar helaan napas teratur dari Seli. Aku menatapnya yang sudah lelap, aku iri dengan kekuatan Seli yang satu ini, mudah sekali tertidur sementara aku harus memikirkan banyak hal baru bisa tertidur.

Aku memikirkan papa dan mama, bagaimana aku akan bersikap setelah ini. Karena terlalu banyak berpikir, otakku lelah. Aku segera terlelap.

***

Paginya aku terbangun, Seli masih terlelap. Aku duduk terlebih dahulu baru beranjak ke kamar mandi. Selesai aku keluar dan melihat Seli sedang duduk.

"Pagi Seli"

"Pagi Ra"

"Sana Seli kamu cuci muka dulu" Seli hanya nyengir.

Aku membereskan tempat tidur sambil menunggu Seli.

Aku dan Seli beriringan turun ke lantai bawah, menuju dapur.

"Ada yang bisa Raib bantu tante?"

"Tidak usah Ra, kalian duduk saja. Atau tolong bangunkan Ali" mama Seli tertawa sedikit di akhir kata.

Aku tahu maksudnya.

Aku dan Seli menuju kamar tamu dimana Ali tidur. Sudah terdengar suara dengkuran keras sejak beberapa meter dari pintu.

Aku mengetuk pintu dulu baru masuk. Karena walau pintu diketuk sampai tangan sakitpun Ali tidak akan terbangun. Tapi setidaknya aku sudah mengetuk pintu dahulu kan.

Seli menyusul masuk.

"Bangun Ali" Seli menggoncangkan bahu Ali, sedikit keras.

"Percuma saja Seli, Ali tidak akan bangun bila cuma begitu cara membangunkannya"

"Lantas bagaimana Ra? Aku setrum saja" Seli bersiap.

Aku memegang tangan Seli yang hendak menyetrum Ali, Seli urung.

Aku keluar sebentar, lalu kembali dengan membawa gayung berisi air.

Seli nyengir melihatku.

Aku memercikan air yang kubawa, Seli ikut berpartisipasi dalam acara percik-memercik itu.

Ali yang merasa terganggu pun menutup muka dengan sebelah tangannya.

"Hei, hentikan" teriaknya jengkel.

"Makanya bangun Ali, atau aku siram sekaligus dengan satu gayung ini" ancamku.

"Iya aku bangun. Dasar menyebalkan" Ali menggerutu.

Ali lantas berdiri melangkah cepat, ternyata Ali mencium aroma masakan mama Seli.

Tanpa menunggu Ali mengambil piring lalu mengisinya.

"Ali cuci muka dan tangan dulu sana. Mukamu masih ileran" aku memelotot.

Ali malu kepergok mama Seli-yang baru bergabung- sudah menyentong nasi dahulu.

Kami makan bersama, Ali yang makan paling banyak, biang kerok itu makan nambah 2 kali.

"Enak tante makanannya" Ali mengacungkan jempolnya.


                                                                        

Next, coba 50 komentar.

I trust you all can do it.

Raib (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang