CHAPTER ELEVEN

147 16 0
                                    

Judul lagu multimedia :
Will Post ~ Wonderlust. Original Soundtrack from Kissing Booth 2.

********************************

Aku makan lahap banget, kayak orang belum diisi perutnya selama berhari-hari. Saat bebek bumbu hijau piring kedua yang kupesan datang aku segera menyergapnya tanpa menawarkan pada sosok di depanku.

"Shiv, kamu laper apa doyan?" tanya Keevan.

Aku nggak perlu mendongak untuk tahu kalau dia pasti melihatku dengan ekspresi aneh.

"Harap maklumi ya sodara Kehrl, saya habis muntah-muntah" jawabku enteng, memasukkan sesuap besar nasi dan daging bebek ke dalam sendok.

Sumpah, Bebek bakar bumbu hijau Buk Lupi ini salah satu masakan bebek paling legendaris di kota ini. Dagingnya lembut parah, nggak amis dan bumbunya terbaik. Gurih, pedas sedikit manis, sesuai selera lidahku. Rasanya setiap wisatawan baik lokal ataupun domestik pasti bakal mendatangi tempat ini. Food vlogger suka kemari untuk mereview. Dan malam ini, seperti biasa-biasanya selalu ramai pakai banget. Namun ada sedikit perbedaan ketika kami kemari.

Yaitu tatapan para pengunjung yang langsung berbisik-bisik ketika kami tiba. Beberapa bahkan secara terang-terangan menuding ke tempatku duduk. Bukan karena aku pastinya, melainkan sosok tinggi kekar bersamaku.

Harus kuakui Keevan memang begitu berkilau, saking menawannya kadang sampai ada efek aura bercahaya mengelilinginya. Mirip dalam drama-drama Asia.

Dalam sekejab aku sudah menandaskan isi di piring keduaku, bersendawa sambil menutupkan tangan ke depan mulut, lalu menenggak habis es jeruk jumboku. Kekenyangan, menyandarkan punggung pada kursi seraya mengelus perutku. Kulihat Keevan tampak serius menatapku, seulas senyum aneh terukir pada wajahnya.

"Kamu yakin nggak mau nambah lagi?" tanyaku.

"Nggak ah"

"Ah, nggak sesuai seleramu ya"

Dia menggeleng. "Aku suka makanan Indonesia, tahu"

"Terus?"

"Kan aku yang bayar"

Aku langsung tertawa. "Astaga, jangan bilang kamu mentraktirku tapi nggak punya duit"

Keevan menyeringai. "Mohon maaf Nona Shiva" dia mengeluarkan dompetnya dan melemparkannya ke atas meja. Benda kotak persegi pendek berbahan kulit warna coklat muda bermerk itu tampak tebal.

"Apaan, palingan juga isinya bon hutang" kataku sarkas membuatnya tertawa.

"Ya sudah buktikan sendiri, lihat saja isinya" katanya menantang, bersandar seraya melipat dua tangan depan dada.

Aku mencebik, meraih benda itu, lalu.

"Kamu ngepet dari mana punya duit sebanyak ini?" Sindirku membuatnya terkekeh.

"Shadow Circle, dari mana lagi memangnya. Dan itu belum seberapa. Hasil kemenangan kemarin masih belum kuminta semua dari Jai"

Mendengar nama tempat itu disebutkan membuat semua bulu halusku berdiri lagi. Di satu sisi aku sengaja nggak mau membahasnya lebih dulu, namun sejujurnya aku penasaran juga.

Menutup benda tersebut dan mengembalikan pada pemiliknya, aku berkata. "Keev, aku boleh nanya nggak?"

"Soal kenapa aku bisa terlibat di Shadow Circle?"

Astaga, dia Profesor Charles Xavier apa gimana ya? Bisa membaca pikiranku.

"Ya kalau kamu nggak keberatan" memajukan tubuh, melipat kedua tanganku di atas meja. Punggungku tegak.

[COMPLETED]#1.SHADOW EVIL: NEW SHADOW CIRCLE SERIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang