LATISHA

2 0 0
                                    

Karena hujan pernah menahanmu disini untukku.

-'Hujan' by: Utopia-

*******

Beberapa orang hidup dalam dunianya sendiri, dalam dunianya yang gelap dan suram, ia temukan kebebasan.

Tidak banyak orang yang mengerti akan hal ini, dan tidak banyak pula yang ingin memahami dengan hati setiap kata yang tidak terucap dan setiap tangisan yang tidak terdengar.

Latisha membiarkan bibirnya dilumat oleh Bima, sementara sebatang rokok terbakar di tangan kirinya hampir membakar sisa tembakau menjadi kepulan asap putih tipis yang menguarkan bau khasnya.

Bima menggigit bibir bawah Latisha dengan sebal karena tidak mendapat tBimapan dari perempuan tersebut. Sementara tubuhnya berada dalam dekapannya, tapi pikirannya seperti melayang entah kemana.

Ini bukan pertama kalinya Latisha memperlakukan Bima seperti itu, hampir bisa dikatakan dia selalu memperlakukannya seperti itu.

Dengan kekesalan yang memuncak, Bima merenggut blouse yang dikenakan Latisha dan menariknya hingga sobek.

Barulah setelah dia melakukan hal tersebut Latisha memberikan sedikit perhatiannya padanya dengan cara menampar keras pipi Bima.

"Loe gak harus nampar gw!" Bima yang marah melompat turun dari kasur dan berjalan ke arah lemari dan mengambil jaketnya.

"Loe gak harus nyobek baju gw!" Latisha membalas ucapan Bima dengan tidak kalah sengit seraya turun dari kasur dan menghampiri Bima yang sedang berdiri di depan lemari pakaian.

Latisha adalah gadis yang cantik dengan lekukan tubuh yang indah dan kulit yang terawat, setiap pakaian yang dikenakannya seolah mengatakan bahwa dia adalah satu- satunya yang pantas untuk mengenakan mereka.

Tapi, kecantikannya berbanding terbalik dengan karakter dan sifatnya yang dingin dan tertutup.

Tidak ada yang mampu menyentuh sisi terdalam dan tergelap dalam dirinya, seolah dia tidak akan pernah membiarkan siapapun melihat betapa hancurnya dia.

Matanya yang sekelam malam seperti menyimpan sejuta misteri mengenai hidupnya yang tidak pernah ia katakan pada orang lain.

Mungkin Bima satu- satunya orang yang mampu untuk memperlakukannya seperti itu, memeluk dan menciumnya disetiap ada kesempatan, serta mengatakan pada siapa saja bahwa Latisha adalah kekasihnya.

Walaupun kenyataannya berbanding terbalik dengan bayangan indah yang semua orang pikirkan tentang mereka berdua.

Bima membiayai kuliah Latisha dan mencukupi semua kebutuhan hidupnya, maka dari itu Latisha membiarkan dia melakukan apapun yang dia suka dengan tubuhnya, dalam tahap yang ia setujui.

Bima tidak akan berani berbuat lebih jauh kalau Latisha tidak menginginkannya, karena perempuan tersebut bisa membuatnya kehabisan akal dan kata- kata kalau dia benar- benar marah.

Latisha...

Mereka telah bersama selama 4 tahun, semenjak Latisha berada di bangku kelas 2 SMA, sementara Bima telah lulus lebih dulu dan sedang menjalani semester 2 masa kuliahnya.

Sekarang Latisha sudah berada di semester akhir dan Bima sudah mengambil alih sebagian besar bisnis keluarganya di bidang transportasi.

Bima merupakan pewaris kedua dari keluarga Adhyastha, pemilik perusahaan maskapai Pacific Airline, salah satu maskapai bintang empat di negeri ini.

Awal mula Latisha bertemu Bima yaitu pada saat Bima baru saja selesai latihan basket bersama dengan teman- temannya setelah mereka menyelesaikan ujian terakhir kelas 3.

Pada saat itu Latisha yang baru duduk di bangku kelas 1 sudah banyak menarik perhatian kakak kelas, terutama dari lawan jenis yang mengagumi kemolekan dirinya.

Tetapi, sikapnya yang dingin dan tertutup, membuatnya tidak banyak memiliki teman, bukan hanya itu, Latisha bahkan terang- terangan menunjukkan ketidaksukaannya kepada salah satu kakak kelas perempuan yang bermaksud membully- nya karena sifat introvert Latisha.

Latisha bahkan tidak segan- segan untuk menampar kakak kelas tersebut saat dia mulai berkata kasar dan kurang pantas mengenai dirinya.

Saat guru- guru mengetahui keributan ini, mereka berdua mendapat sanksi dan di skors satu minggu.

Semenjak saat itu, nama Latisha semakin terkenal ke seantero sekolah. Tidak ada satupun siswa ataupun siswi yang tidak mengenalnya, namun pada akhirnya Latisha tetap saja sendiri... tanpa teman.

Saat Bima selesai berganti baju, hujan sudah mulai turun dan beberapa temannya telah pergi meninggalkan lapangan.

Bima tidak terburu- buru untuk pergi, dia duduk di bawah ring basket untuk beristirahat lebih lama lagi.

Beruntungnya, lapangan basket di sekolah tersebut adalah indoor, jadi tidak perduli seberapa hebat dan riuhnya angin dan hujan diluar sana, Bima tetap aman di tempatnya melepas lelah.

Dia baru saja mendapatkan mobil sebagai hadiah atas berakhirnya masa SMA- nya, sebuah sport car berwarna hitam metalik yang menunggunya di parkiran.

Setelah duduk beberapa lama, Bima memutuskan untuk pulang setelah menenggak habis air minum di dalam botolnya.

Pada hari hujan di akhir masa ujiannya itulah Bima akhirnya mengenal sosok Latisha.

Perempuan itu berdiri di pintu lapangan basket dengan tubuh basah karena hujan, dia sedikit menggigil kedinginan sambil menggigit bibir bawahnya yang terlihat pucat.

Bukan hanya itu saja, karena bajunya yang basah, membuat tali bra berwarna biru tua yang ia kenakan menjadi jelas terlihat.

Pada awalnya Bima ingin mengabaikan Latisha, tetapi entah kenapa dia menegurnya.

"Punya jaket? Itu bajunya tembus." Bima menunjuk bagian belakang Latisha sambil lalu. Dia sudah mendengar mengenai reputasi buruk Latisha, tetapi tidak begitu memperhatikannya sebelum ini.

Karena tidak ada reaksi dari Latisha, Bima berniat untuk beranjak pergi dan meninggalkan perempuan aneh ini sendirian, tapi seolah sesuatu seperti menahannya dan membuatnya urung melangkahkan kakinya.

"Mau pinjam?" Bima menyodorkan jaket coklat gelap miliknya kepada Latisha.

Tetapi, bukannya mengambil jaket tersebut, Latisha justru hanya menatap lurus kearah Bima dengan tatapan dan ekspresi yang sulit untuk di pahami.

"Daleman loe kelihatan." Bima mencoba menjelaskan dan sebisa mungkin mengalihkan perhatiannya dari bagian depan Latisha yang kuyup juga. Biar bagaimanapun dia merupakan lelaki normal yang tengah beranjak dewasa, ada sesuatu yang berdesir di hatinya saat melihat sosok Latisha seperti itu.

"Ya, jangan dilihat." Latisha menjawabnya enteng, tapi suaranya bergetar ketika angin dingin berhembus kearah mereka.

"Kalau loe gak mau dibantu, ya sudah." Bima menjawabnya sedikit ketus, dia agak sebal dengan cara Latisha menBimapi tawaran baiknya itu.

Jam menunjukkan pukul 16.00 tepat dan langit seolah mencurahkan segala kemurkaannya dengan suara gelegar halilintar yang memekakkan telinga dan air hujan yang seolah tidak akan berhenti untuk turun.

Pada saat itulah Bima memutuskan untuk meninggalkan Latisha sendiri, tetapi pada saat yang bersamaan pula Latisha memutuskan untuk menjawabnya.

"Kalau loe memang mau bantu gw, daripada jaket, gw butuh uang." Latisha berkata dengan suaranya yang jelas dan jernih, seolah ia meminta uang yang merupakan haknya sejak awal.

Keputusan Bima untuk menawarkan jaketnya dan Latisha yang tanpa malu- malu meminta uang padanya, menjadi awal dari cerita mereka.

THIS IS A STORY ABOUT HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang